Baru kali ini rasanya Rei ingin mencekik Dalton. Terlebih saat dengan entengnya ia mengakui jika gadis yang dibawanya ke ranjang Rei bukanlah gadis panggilan tapi ternyata adalah salah satu peserta audisi di Boston. Dengan kesal, Rei menarik kerah jas Dalton sampai ia meringsek ke depan Rei.
"Hei ..."
"Apa kamu gila membawa peserta audisi ke kamarku? Kamu ingin menjebakku ya?" sahut Rei langsung memotong omongan Dalton. Dalton menolak tangan Rei dan duduk lagi di kursinya di depan Rei. Dengan wajah kesal ia memperbaiki letak jasnya yang semula ditarik oleh Rei.
"Seharusnya kamu berterima kasih padaku. Kamu bisa melepas rumor menjadi gay karena memasukkan gadis ke dalam kamarmu. Tinggal tunggu saja gadis itu datang menuntut padamu!" Rei mengernyitkan keningnya mendengar pemikiran konyol Dalton.
"Kamu pikir itu akan menyelesaikan masalahku? Itu hanya akan membuat publik semakin tak simpati padaku!" tukas Rei mulai menaikkan nada suaranya. Untungnya ia berada di sisi restoran untuk tamu VIP, jadi suaranya tak mengganggu pengunjung lainnya. Dalton menyengir dan sedikit membuang mukanya ke arah lain.
"Rei ... lebih baik dicap sebagai pria yang suka bermain perempuan daripada gay!" Dalton makin memanasi sekaligus mengejek Rei. Rei menahan geraman di rahangnya dan hampir saja kelepasan. Dia tak bisa seenaknya berbuat onar di tempat umum. Bukan tak mungkin perilaku buruk akan terekam dan publik makin memandangnya aneh.
"Aku bukan homofobia, Dalton. Salah satu pamanku juga seorang gay. Aku tidak masalah dengan orientasi seksual apa pun!"
"Lalu masalahmu apa?" sindir Dalton dengan sinis.
"Masalahku adalah parasit sepertimu mencoba memanfaatkan keadaan untuk merusak nama baikku," sahut Rei tanpa takut. Ia mendekatkan lagi tubuhnya dan mulai mengintimidasi Dalton lagi.
"Jika kamu berharap untuk mengambil keuntungan dari masalah ini agar bisa mengalahkanku? Aku rasa kamu sudah salah besar." Wajah Dalton mulai berubah. Baru kali ini, Rei seolah menabuh genderang perang padanya.
"Kenapa kamu malah mengancamku?"
"Aku tidak mengancammu. Tapi aku akan memburumu jika terjadi sesuatu pada gadis itu dan itu merusak nama baikku. Aku akan membuatmu membayar karena telah menjebakku!" tunjuk Rei dengan suara rendah dan tatapan mata tajam. Dalton mendengus menyengir sinis dan menggelengkan kepalanya.
"Rei ... kamu tidak punya bukti apa pun. Aku hanya mengantarkan seorang gadis untukmu, apa aku serta merta jadi germo? Apa aku kemudian jadi bandar narkoba? Hahaha ... kamu lucu sekali!" Dalton tertawa mengejek Rei yang ikut tersenyum jahat dan mengangguk.
"Aku mungkin tak memiliki bukti apa pun kali ini. Tapi bukan berarti itu tak ada bukan? Atau ... aku masih punya banyak cara untuk mendapatkan apa saja yang aku inginkan. Kamu kenal aku kan?" ejek Rei sambil menyombongkan dirinya sambil menyengir palsu. Rei lantas melempar celemeknya ke meja makannya dan langsung berdiri pergi berlalu meninggalkan meja tersebut dan juga Dalton.
Dalton hanya bisa mengeraskan rahang dan begitu kesal menyaksikan kesombongan Rei yang menurutnya tak ada batasnya.
"Kamu akan kubuat hancur kali ini. Lihat saja, kali ini kamu tidak akan seberuntung itu!" geram Dalton bergumam.
Rei benar-benar kesal. Ia masuk ke dalam mobilnya dan mulai mengebut kembali ke apartemennya. Ia benar-benar sial sudah bertemu dengan Dalton malam itu. Sekarang rasa bersalah makin membuat Rei merasa resah. Masalahnya sampai saat ini gadis itu tak kunjung datang menuntutnya.
Jika ia dituntut itu lebih baik. Ia pasti bisa mencari jalan penyelesaiannya entah lewat hukum atau kompensasi yang harus dibayar. Tak tahan sambil menyetir, Rei akhirnya menghubungi Ares lagi.
"Tumben lo nelepon gue jam segini!" celetuk Ares tanpa menyapa sama sekali.
"Gue butuh bicara sama lo!" jawab Rei langsung juga tanpa basa basi.
"Sekarang gue tidak bisa."
"Besok pagi, ajak Jupiter. Gue udah lama gak ketemu dia!"
"Okay!" Rei menekan tombol memutuskan sambungan telepon di kemudinya dan mengebut sampai ke apartemennya.
CRAWFORD
"But you can say, baby. Baby can I hold you tonight? Baby, if I told you the right words ... oooh, at the right time ...You'll be mine ..." suara alto dengan petikan gitar dan musik bernuasa pop country menghiasi panggung band kampus milik Josh Hatlin yang menjadi vokalis nya. Ia bernyanyi dengan sepenuh hati dan sesekali menatap Honey Clarkson yang duduk di salah satu barisan depan pertunjukan utama bandnya.
Honey pergi bersama Angelica, Amber dan Brese menyaksikan showcase pertunjukkan Josh yang mengiringi band nya. Josh terkenal dengan suara merdunya dan kerap menyanyikan lagu-lagu pop romantis atau balad. Di garasi Burk atau Burk's Garage yaitu sebuah restoran yang memiliki bengkel yang menjual suku cadang mobil, Josh adalah bintangnya. Ia mengisi pertunjukan setiap sabtu malam dan penggemarnya mulai banyak.
"Aku rasa dia bernyanyi untukmu," bisik Angelica pada Honey. Honey hanya menoleh dan tersenyum saja. Honey tak memiliki kepercayaan diri untuk mendekat pada Josh. Terlebih setelah kejadian itu, ia tak bisa melupakan wajah pria itu. Pria asing yang telah merebut semua miliknya.
Tak lama, Axel kemudian datang setelah membeli minuman dan duduk di sebelah Angelica lalu menyodorkan gelas minuman padanya. Angelica menoleh dan tersenyum.
"Terima kasih!" Axel ikut tersenyum manis dan mengangguk. Honey yang melihat perlakukan manis Axel pada Angelica jadi ikut tersenyum. Agar tak malu, Axel lalu menyodorkan minuman miliknya pada Honey tapi ia menggelengkan kepalanya.
"Apa kamu akan mengijinkan Honey untuk pacaran dengan Josh?" tanya Angelica pada Axel tiba-tiba. Axel sampai tersedak dan terbatuk tiba-tiba. Angelica yang melihat langsung menepuk punggung Axel dan menyengir.
"Tak apa jika kamu tidak setuju," sambung Angelica lagi jadi merasa bersalah.
"Bukan itu ... ehem ..." Axel mendehem agar tenggorokannya lebih lega.
"Uh maksudku. Aku tak masalah." Axel menambahkan lagi dan mengangguk tersenyum. Angelica ikut tersenyum dan Axel malah tersipu. Honey ikut bahagia melihat adiknya bisa duduk di samping Angelica yang ia sukai selama ini.
Tepuk tangan dan siulan meriah langsung bergema setelah lagu selesai dinyanyikan. Josh tersenyum begitu senang dan pandangan matanya jatuh pada Honey yang cantik.
Usai pertunjukan, Josh menghampiri meja Honey dan mengajaknya berdansa. Axel yang berada di sana hanya mengangkat kedua alis lalu tersenyum tanda ia tak keberatan. Honey pun memberikan sebelah tangannya dan ia dibawa Josh ke lantai dansa.
Sebelah tangan Honey berada di dada sisi lengan Josh dan sebelah lagi digenggam olehnya. Dengan perlahan dan lembut, Josh membawa Honey berdansa dalam alunan musik balad romantis yang indah. Honey hampir tak berani memandang Josh tapi Josh terus memandangnya dengan tatapan yang lembut.
"Kamu cantik sekali malam ini," puji Josh kemudian. Honey hampir tak bisa mengontrol detak jantungnya dan membuatnya terus mengigit bibirnya berkali-kali.
"Apa ayahmu ikut datang?" tanya Josh dengan gugup tak tahu harus bicara apa.
"Tidak, hanya Axel." Josh tersenyum lagi dan mengangguk.
"Honey ... " panggil Josh separuh bergumam. Honey menaikkan pandangan dengan mata birunya yang memesona. Josh sempat tertegun melihat betapa cantik gadis pujaannya itu.
"Aku sangat menyukaimu. Aku rasa ... aku jatuh cinta padamu." Honey berhenti bergerak dan Josh juga. Honey masih terus memandang Josh dan perlahan melepaskan pegangannya.
"Maukah kamu jadi kekasihku?" ucap Josh dengan suara pelan lalu mulai menunduk dan hendak akan mencium bibir Honey. Honey menutup matanya dan bibir Josh makin dekat.