Seorang pria berjalan separuh menyeret kakinya di sebuah pasar rakyat di Las Aguamitas, Sinaloa, Meksiko. Ia mengangkat beberapa keranjang nelayan dan menjual hasilnya pada para pedagang. Pria itu berjanggut serta berjambang cukup lebat untuk menyembunyikan wajah tampannya yang tak terurus. Saat sedang menerima bayaran, seseorang lantas memanggil namanya.
"Rodrigo!" pria itu menoleh pada seorang pria paruh baya yang berjalan cepat ke arahnya separuh berlari. Pria itu lantas menarik lengan Rodrigo ke arah sebuah kedai yang tak jauh untuk bicara dengannya. Pria itu lebih pendek darinya dan tentu saja lebih menyebalkan tapi ia adalah penolong Rodrigo.
"Orang-orang El Leon ingin bertemu denganmu. Mereka ingin memakai jasamu!" ujar pria paruh baya itu lagi. Pria yang dipanggil Rodrigo itu sontak menggelengkan kepalanya untuk menolak. Pria pendek itu langsung mendesis.
"Apa kamu tahu akibatnya melawan El Leon, jika dia menginginkan sesuatu, kamu harus memberikannya. Atau dia bisa memenggal kepalamu. Piensa en ti mismo, amigo!" (pikirkan dirimu, teman) sahut pria pendek itu lagi.
Pria yang dipanggil Rodrigo itu tampak berpikir lalu melihat ke sekitarnya. Ia sudah terjebak belasan tahun di kota kecil pinggir laut yang dikuasai oleh kartel narkoba, SRF. Mereka seperti pasukan paramiliter yang menjaga wilayah itu dari pasukan pemerintah dan kelompok kartel lainnya.
Seluruh alat komunikasi tak ada yang terhubung dengan dunia luar dan warga sipil dianggap sebagai bagian dari mereka meskipun hanya hidup normal sebagai nelayan. Nyawa bisa melayang kapan saja dan pria bernama Rodrigo itu tak akan mau mati sebelum bertemu dengan keluarganya lagi.
"Jangan terlalu lama berpikir teman. Bukankah kamu ingin kembali pada anak-anakmu? Jika kamu keluar, kamu bisa menelepon mereka atau kerabatmu, bukan? Pikirkan itu!" tukas si pria pendek itu lagi.
"Apa yang harus aku bawa?" tanya Rodrigo kemudian. Pria itu mengangguk sembari tersenyum.
"Ayo ikut aku!"
NEW YORK
Christina Megan dan Travis Lancey benar-benar tak menyerah ingin menjatuhkan The Midas Rei. Setelah membuat pengakuan palsu bahwa dirinya mengetahui hubungan gelap sesama jenis Rei Harristian, kali ini Christina menuduh jika surat pra pernikahan yang bocor ke publik adalah palsu.
"Jika bukan palsu apa lagi? Dia sudah kehilangan muka karena identitasnya sebagai gay telah terbuka!" tukas Christina dalam wawancaranya dengan sebuah portal berita. Travis bahkan mengaku dengan terang-terangan jika ia dan Rei telah berhubungan seks berkali-kali di ruang kerja Rei di Skylar.
"Untuk apa dia berbohong? Justru aku yang merasa dibohongi karena dia bilang jika dia mencintaiku!" sahut Travis sambung menyambung dengan Christina dalam wawancara itu.
Rei yang menonton nyaris melemparkan remote TV ke layarnya karena kesal. Sedangkan Ares malah tertawa keras karena merasa jika mereka berdua adalah badut yang lucu.
"Udahlah, Rei. Ngapain ditanggepin orang kayak begitu? Lama-lama dia akan capek sendiri!" tukas Ares masih sedikit tertawa. Rei langsung memberinya delikan yang membuat Ares mengangkat tangannya ke udara.
"Fine, gue gak akan ngomong lagi! Cewek yang gue bilang sedang training di booth camp akan selesai satu minggu lagi. Setelah itu lo boleh tanya ke dia siapa peserta satu kota dengannya yang berambut pirang. Berharap aja ini adalah jalan terakhir kita, kalo ini juga gak berhasil, gue gak tau lagi harus gimana!" ujar Ares pada Rei yang menghela napas dengan pasrah dan kesal. Ia menelan ludah beberapa kali dan mulai mengurut keningnya.
"Gue cuma bisa bantu dengan mengendalikan opini di media sosial. Jadi pendapat tentang lo adalah gay akan ditentang dan diluruskan sama akun-akun supporter. Termasuk penggemar lo!" sambung Ares lagi. Ares lantas mengambil remote TV dan mematikannya. Ia lalu berdiri dan mengajak Rei untuk pergi bersamanya.
"Sudahlah, daripada lo makin sakit hati, mending kita senang-senang di Medieval malam ini. Sapa tau ada yang mau kencan sama lo! Come on, Man!" ajak Ares pada Rei yang sesungguhnya kehilangan selera.
"Ayo!" Ares menarik lengan Rei untuk ikut bersamanya dan ia setengah mendorong temannya itu untuk ikut bersamanya. Ares dan Rei berangkat ke Medieval menggunakan mobil yang sama. Sesampainya di sana, pesta memang sudah dimulai.
Malam ini seorang DJ kenamaan akan tampil di klub malam itu sekaligus untuk pembuatan video tari dan film karya seorang sutradara muda. Arion Konstantine adalah bintang utamanya berpasangan dengan si balerina dan penari kontemporer, Azalea Alexander alias Izzy.
"Mereka jadi syuting di sini?" tanya Ares begitu masuk dan melihat antrian banyak orang menjadi tamu DJ terkenal itu.
"Ya, gue minta buat dipake di sini aja! Toh Arion dan Izzy lebih nyaman di sini!" jawab Rei memantau dari atas railing di lantai dua. Ares tersenyum saat melihat kedekatan Izzy dan Arion yang membius semua mata. Izzy dan Arion sama-sama penari profesional. Arion bahkan sudah memiliki studio tari sendiri dan masih aktif mengikuti kompetisi.
"Mereka pacaran ya?" tanya Ares pada Rei yang memandang sambil tersenyum tipis pada kerumunan di bawahnya.
"Siapa?" Ares menunjuk pada Arion dan Izzy yang menari cukup panas dengan base musik hip hop latin.
"Kayaknya. Gue rasa mereka saling suka, mungkin gak berani buat ngomong!" Ares menaikkan alisnya lagi dan mengangguk. Mata Rei lantas menangkap sosok seorang wanita berambut coklat yang terus menatapnya dari bawah dengan pandangan menggoda.
Ujung bibir Rei lantas naik dan ia berjalan ke arah tangga sampai wanita itu pun naik dan menghampirinya. Hanya butuh satu modal senyuman manis dan wanita itu mau diajak menemani Rei untuk minum. Ares yang melihat sahabatnya kemudian masuk ke ruang VIP berdua dengan seorang wanita, hanya tersenyum saja. Terlebih setelahnya dua orang gadis menghampirinya bersamaan.
"Kalian cantik," puji Ares dengan senyuman nakal.
CRAWFORD
Honey baru keluar dari kamarnya setelah dua hari mengurung diri. Ia tak mengangkat telepon dari siapa pun sama sekali, termasuk Angelica dan terlebih dari Josh. Satu-satunya orang yang berhasil bicara dengan Honey adalah Axel dan itu terjadi setelah makan malam. Ayah mereka Abraham sedang keluar, ia pergi ke rumah kepala polisi ingin berkonsultasi masalah Honey.
"Kamu benar tak tahu siapa pria itu?" tanya Axel dengan lembut dan Honey menggeleng lemah. Axel melingkarkan sebelah tangannya ke punggung Honey dan menariknya untuk mencium sisi kepalanya.
"Aku akan selalu menemanimu. Tapi kita punya masalah lain." Honey menoleh pada Axel dengan pipi sembab karena terus menangis. Axel memandang Honey dan menghela napasnya.
"Aku harus ke New York untuk magang di perusahaan label rekaman Skylar." Honey mengernyitkan keningnya menatap Axel.
"Kamu bilang kamu ..."
"Iya aku tahu, tapi Daddy bilang aku harus menghadapi ketakutanku sendiri," potong Axel dengan nada rendah.
"Aku tidak boleh jadi penakut, aku seorang laki-laki, Honey." Honey sedikit tersenyum pada adiknya dan mengangguk.
"Kalau begitu selamat untukmu. Aku rasa aku akan dikeluarkan dari kampus," tukas Honey membalas,
"Kenapa?"
"Lihat saja aku. Aku sekarang hamil dan tidak bisa menemukan tempat magang. Tak ada yang mau menerimaku!" lirih Honey sembari memilin jemarinya.
"Jangan begitu, kamu bisa melamar menjadi sekretaris atau asisten ... entahlah ... apa saja!" sahut Axel kemudian. Honey masih diam saja dan Axel terus mengelus pundaknya.
"Apa kamu akan bisa hidup di New York?" tanya Honey lagi. Axel menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu rasanya hidup sendiri tanpamu, Honey. Tapi kamu harus di sini dan mencari tempat magang ..."
"Itu dia ..." Honey tiba-tiba memotong Axel dan membuatnya berpaling sambil mengangkat kedua alisnya bersamaan.
"Apa?" Honey menyampingkan dirinya menghadap Axel lagi.
"Bagaimana jika aku ikut kamu ke New York?"