Rei sudah sampai ke puncak gairahnya saat gadis yang ia bawa melakukan lap dance di pinggul depannya. Dengan hentakan musik remix Dj Yankee, alunan ritem latin yang sensual membuat Rei bisa melayang.
Rei hanya tinggal duduk menikmati pertunjukan tarian erotis itu dan sejenak menghilangkan rasa stres dari gosip yang melandanya selama beberapa minggu ini. Dengan pandangan nakal, sebelah tangan Rei meraba dari sisi lutut naik perlahan ke paha dalam dan makin ke atas sampai ujung jemarinya menyentuh permukaan G-string yang dipakai oleh sang gadis.
Gadis itu berbalik dan memberikan goyangan pinggulnya di depan dari balik rok yang nyaris terbuka dan super pendek. Rei terus menerus menekan dinding mulut dengan lidahnya lalu menggigit bibir bawahnya karena panasnya tarian yang diberikan gadis yang baru ia kenal. Kalau Rei tidak salah namanya Drew atau Brew? Tidak, pasti Drew.
Tak menunggu lama saat tarian mulai panas, gadis itu menekukkan tubuhnya ke depan sehingga hanya pinggulnya yang bergerak di atas pinggul depan Rei. Dua paha Rei sudah terbuka dan siap menerima pelayanan kelas satu dari Drew.
Tangan Rei dengan sigap langsung meremas salah satu bokong Drew sambil terus menikmati tarian tersebut. Semakin lama bagian dalam Drew yang masih terlapisi tipisnya G String menekan bagian tengah milik Rei yang dilapisi celana semi kulit yang lembut namun keras.
Keras karena milik Rei sudah minta dilepaskan tapi gadis itu masih bermain-main dengannya. Lenguhan demi lenguhan mulai terdengar saat Rei ikut mengerakkan pinggulnya ke atas. Tak tahan, Rei menyusupkan tangannya di balik celana G String milik Drew dan jarinya langsung masuk untuk merasakan basah dan hangatnya milik Drew.
Sebelah tangan Rei lainnya membuka celananya secepat mungkin agar miliknya bisa masuk.
"Tunggu .. " ujar Rei terengah melepaskan jemarinya agar ia bisa menggunakan dua tangan untuk membuka celana.
"Ayo cepat, aku sudah tidak tahan ..." desah Drew seperti terkena obat perangsang. Belaian Rei cukup membuatnya miliknya bergejolak minta dilepaskan. Rei cukup kesulitan dengan celananya, dia sampai kesal setengah mati karena miliknya yang membesar malah tersangkut saat celana dilepaskan.
"Shit!" Rei mengumpat kesal. Begitu ia bisa menurunkan celana, Rei langsung menggigit kondom untuk menyobeknya memasang dengan cepat lalu menarik pinggul Drew dan mengarahkan miliknya.
"AAAHKKK!" Drew sempat berteriak dengan gerakan Rei yang sedikit brutal. Tak cukup hanya miliknya yang melesat masuk jemarinya juga ikut merangsang Drew sampai ia bahkan harus membungkuk ke depan dan memegang meja.
Rei begitu kuat mengentakkan pinggulnya sementara Drew sedang menahan antara kesakitan dan kenikmatan yang datang bersamaan.
"AAAAHHHKK!" Drew sampai berteriak dan melenguh keras. Bukannya mendapat belas kasihan, Rei malah makin menekan tekuk Drew sampai ia wajahnya menekan meja di depannya saat Rei tanpa henti bergerak padanya.
Saat tengah panas dan Rei berusaha agar hasratnya terlepas, saat itulah wajah gadis misterius berambut pirang itu muncul di kepalanya. Pikiran Rei langsung dihantam seperti potongan ingatan yang sambut menyambut makin mengganggunya. Gerakannya makin lambat sementara cairan Drew bahkan sudah menetes ke pahanya. Ia sudah orgasme tapi Rei belum. Ia bahkan belum sampai setengah perjalanan.
Tahu bahwa gerakan Rei melambat, Drew sedikit memekik dan mengerang. Ia tak ingin kehilangan Rei saat sedang naik ke puncak seperti ini.
"Midas, jangan berhenti ... ahhhkk ... lebih kencang ... uuhhh!" Rei seperti kehilangan konsentrasi dan seketika ia seperti marah. Dengan kasar, Rei menarik tubuh Drew mengempaskannya ke sofa dan berlutut menyelesaikan hasratnya yang lebih mirip kemarahan daripada bercinta.
Rei mengentakkan keras pinggulnya ke depan pada Drew yang sudah bersujud di depannya. Sebelah tangannya memegang pinggul dan sebelah lagi menekan tekuk dan kepala bersamaan ke sofa. Tapi Rei terlalu kuat menekan kepala Drew sampai wajahnya nyaris terbekap sofa. Drew meronta sampai memegang dan memukul pergelangan tangan Rei yang begitu brutal.
Setelah ia orgasme, Rei spontan melepas dan menolak keras tubuh Drew seolah ia adalah barang. Drew yang telanjang dengan rok tersangkut di perutnya mencoba mencari udara untuk bernapas.
"DASAR GILA, KAMU BISA MEMBUNUHKU!" teriak Drew dengan menangis. Rei masih terengah dan seperti baru saja sadar saat ia melihat Drew. Dengan cepat, Rei menarik membuang kondomnya begitu saja masih mengatur napas.
"Aku akan membayarmu! Sekarang pergi dari sini!" ujar Rei terengah mengusir Drew. Drew begitu kesal dan terluka. Dia hampir kehabisan napas dan mati tercekik dalam hardcore sex seperti itu.
"Kamu memang pria brengsek!" dengan cepat Rei langsung melempar botol penuh wiski seharga ribuan dolar ke dinding sampai pecah.
"AKU BILANG PERGI DARI SINI!" teriak Rei mengusir Drew dengan kasar. Drew jadi ketakutan dan susah payah mengambil pakaiannya. Ia memakai sekedarnya sampai pintu terbuka oleh Jupiter dan Ares yang mendengar ada ribut-ribut. Ares membelalakkan mata melihat kusut dan berantakannya gadis yang bersama Rei.
"Apa yang terjadi?" tanya Jupiter dengan kening mengernyit pada Rei. Rei langsung meringis menutup wajah dengan kedua lengan lalu menenggelamkan wajahnya di sofa.
"Rei? Kenapa lo nangis?" Ares mendekat dan berlutut di dekat Rei.
"Cewek itu muncul lagi di kepala gue, Ares. Gue bisa gila kalo begini terus. SHIT!" teriak Rei begitu kesal sampai memukul sofa beberapa kali. Ares hanya menarik napas dan menoleh pada Jupiter yang berdiri tengah mengusap kepalanya.
"Lu harus optimis. Lu pasti akan ketemu dia, dan minta maaf ..."
"GUE GAK AKAN MINTA MAAF ..." teriak Rei tiba-tiba bangun menggeram menyeramkan dengan mata menyala. Ares jadi tercekat dan tak tahu harus bicara apa. Rei terlihat seperti seorang monster yang baru bangun tidur.
"Dia yang akan membayar ke gue. Gara-gara cariin dia, gue jadi gila!" geram Rei lagi makin emosi. Ares mengangguk dan mencoba menenangkan.
"Sabar, Bro ... sabar. It's okay ...!" Ares terus menenangkan Rei yang bernapas terengah dan masih mengendalikan dirinya. Jupiter tak berani banyak bicara karena Rei tak bisa diajak kompromi.
CRAWFORD
Keesokan harinya, Honey bangun lebih cepat dengan segudang rencana di kepalanya. Ia sudah memutuskan semuanya.
"Aku akan menjadi seorang ibu, Dad!" ujar Honey pada Abraham yang sedikit menaikkan ujung bibirnya.
"Satu lagi ..." Abraham masih menatap Honey yang masih ingin bicara.
"Aku akan ikut Axel ke New York. Aku akan menyelesaikan kuliahku dengan program magang di sana!". Abraham tertegun menatap Honey dan ia tak bergerak sama sekali. Masalahnya ekspresi Abraham begitu tak bersahabat dan itu membuat Honey sedikit terkesiap.
"Dad?"
"Apa maksudmu kamu akan ke New York?" tanya Abraham dengan kening mengernyit dan wajah keheranan.
"Itu ... aku harus magang dan menyelesaikan kuliahku, bukan? Aku akan punya anak dan aku butuh pekerjaan. Jika aku tidak tamat maka aku tidak bisa memiliki ijazah untuk melamar pekerjaan nantinya," jawab Honey memberikan alasan yang logis pada Abraham. Abraham menarik napas panjang dan akhirnya kedua bahunya turun.
"Jadi, kamu memutuskan untuk ke New York?" Honey sedikit tersenyum dan mendekat pada ayahnya lalu duduk di depannya.
"Jika tidak berhasil, aku akan kembali." Abraham lalu tersenyum dan mengangguk.
"Begini saja. Kamu berangkat dengan Axel hari ini, aku akan menyusul dan menjemputmu di New York setelah urusanku di Boston selesai. Jika perlu, aku akan menjemputmu untuk ke Boston." Senyuman Honey makin merekah dan mengangguk setuju. Rasanya itu adalah ide yang paling bagus saat ini. Honey akan ikut Axel dengan kereta cepat hari ini. Sedangkan Ayah mereka akan ke Boston untuk mengurus kasus pelecehan yang dialami oleh Honey.
"Lalu apa Daddy akan berangkat bersamaan dengan kami?" tanya Axel dari arah dapur setelah beberapa saat mendengar pembicaraan Honey dan ayahnya.
"Aku rasa tidak. Aku akan pergi bersama Bradley. Jadi aku akan mundur sekitar dua hari." Honey tersenyum mengangguk lalu menggenggam tangan ayahnya.
"Rumah akan sangat sepi tanpa kalian. Daddy tidak tahu apa aku bisa hidup tanpa melihat kalian berdua satu hari bahkan lebih, ah aku bisa jatuh sakit!" gerutu Abraham membuat Honey terharu. Ia langsung berdiri untuk memeluk sang Ayah. Sedangkan Axel memilih tersenyum sambil meminum kopinya.