Chereads / RAHASIA CINTA AGEN / Chapter 11 - Michelle Terluka

Chapter 11 - Michelle Terluka

Suara dering ponsel Michelle berbunyi beberapa kali, mengganggu tidur nyenyak Hazel. Dia menggeliat dan ketika membuka mata sempat terkejut ketika mendapati sosok Michelle benar-benar terlelap di sampingnya. Dia menggelengkan kepala beberapa kali ketika memikirkan nanti jika benar-benar menikah dengan lelaki itu, mereka akan tidur seranjang. Hanya memikirkannya saja sudah membuat Hazel merasa geli.

"Hei, bangun! Ambil ponselmu menggangguku saja!" gerutu Hazel mengguncangkan lengan Michelle yang terbalut kemeja putih. Michelle hanya menggeliat, sepertinya lelaki itu sangat kelelahan dan tidur pulas.

"Matikan ponselmu atau enyahlah dari kamarku!" Suara serak Hazel sama sekali tidak berguna karena Michelle masih dengan posisi memeluk bantal guling.

Hazel berniat kembali menarik lengan Michelle, tetapi tatapannya tersentak ketika melihat ada noda merah di balik lengan kemeja sebelah kiri.

Michelle terluka, tetapi bukannya mengobati luka malah tertidur di ranjang Hazel.

"Gayanya preman tapi luka juga kalau berkelahi, ckkck. Bangun Michelle!" Hazel menepuk-nepuk wajah lelaki itu.

"Diam, atau aku makan kamu!" ancam Michelle tiba-tiba menangkap tangan Hazel, mata mereka bertemu untuk sesaat.

"Gila kau ya, berani sekali berbicara kasar di rumahku terlebih di kamarku. Dasar preman cupu, bangun ambil ponselmu dan segera keluar. Oh ya, obati lukamu bantal gulingku jadi korbannya. Lihat jadi kotor, kan?" oceh Hazel melepaskan kontak di antara mereka, menyembunyikan rasa gugup yang mendadak menyerangnya. Bagaimanapun lelaki itu sudah dewasa dan tampang arogan Michelle sedikit membuat Hazel was-was. Lelaki itu tidak bisa ditebak, bukannya takut dia akan diapa-apakan karena Hazel yakin Michelle tidak akan berani menyakitinya. Papa Hazel tidak akan memberi maaf lagi jika Michelle yang menyebabkan Hazel terluka apalagi di rumah ini.

"Bisakah mulutmu itu jangan mengoceh terus? Orang kaya sepertimu tidak pusing hanya karena biaya laundry, kan?"

"Aku tidak ingin berdebat denganmu, Michelle. Pergilah ke bawah, dan minta kotak P3K sama bibi, dia--"

"Tidak perlu perhatian padaku, aku bisa mengurus diriku sendiri. Hanya luka kecil."

Hazel mengembuskan napas berat. "Serba salah, yasudah biar aku yang keluar. Kamu tidur saja."

Hazel mengalah lalu turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Michelle akhirnya mengangkat ponselnya setelah beberapa panggilan diabaikan.

"Kenapa?" tanya Michelle to the point ketika mengetahui nama Bryan.

"Di mana? Lukamu sudah diobatin?"

"Cuma mau nanya itu? Nggak ada yang lebih penting?" kesal Michelle, dia merasa geli karena Bryan peduli kepadanya. Padahal mereka sudah biasa melakukan seperti tadi sore, memberi beberapa pelajaran bagi pembangkang. Ya, meski harus terluka kecil tidak menjadi masalah karena tubuhnya sudah kebal.

"Kamu itu calon manten, jadi kami harus tahu gimana kondisimu sekarang Michelle. Papa Hazel bisa marah besar kalau kamu tiba-tiba hilang jejak, kan?"

"Michelle, nih obatnya!" Hazel masuk kamar seraya melemparkan kotak P3K itu ke atas ranjang, di sebelah Michelle. Lelaki itu langsung menutup telepon saat dia hendak mengomeli Bryan menurutnya temannya itu terlalu berlebihan.

"Papa ada di bawah, jangan turun seperti itu dia bisa nanya-nanya. Obati lukamu dulu, ambil wuzuk di kamar mandi itu terus shalat di sini saja. Ini sarung dan bajunya." Hazel menaruh dua barang tersebut di atas nakas. Dia sengaja memilih oblong berlengan panjang agar luka di lengan Michelle tidak menarik perhatian kedua orang tuanya.

"Kata mama disuruh makan malam bareng." Sebelum Michelle melakukan protes ataupun berkomentar Hazel memilih segera keluar. Dia akan shalat magrib di musalla kecil saja, ruangan khusus di lantai bawah.

Michelle membuka kotak P3K tersebut, dia sudah biasa mengobati sendiri lukanya. Kemudian dia menjalankan rukun Islam kedua, meskipun tampangnya seperti preman tetapi dia juga seorang muslim sudah kewajibannya shalat lima waktu apa pun kesibukannya.

Michelle tidak berganti sarung ke celana karena celananya sudah agak kotor. Dia turun ke lantai dua untuk bergabung bersama keluarga Hazel. Meski enggan karena akan semeja dengan kedua orang tua Hazel yang dia pikir tidak akan pulang malam ini karena Mamanya tadi menyuruh Michelle ke rumah Hazel untuk menemani perempuan itu. Michelle langsung ke sini setelah membereskan pekerjaan beratnya.

"Nak Michelle, ayo duduk sini! Tante sudah masakin rendang, sop ayam. Ayo di makan."

"Makasih Tante, maaf ngerepotin."

Hazel melirik sebentar kepada Michelle, lelaki itu bisa sopan juga kepada Mamanya.

"Enggak kok Tante malah merasa nggak enak sudah nelpon mamamu tadi suruh kamu ke sini eh kami nggak jadi keluar kota. Maaf ya!"

"Enggak apa-apa kok, Tan, jadi bisa makan gratis, kan?"

"Lha, bisa canda juga?" gumam Hazel merasa Michelle hanya berpura-pura bersikap manis saja di depan orang tuanya. Padahal di kamar tadi lelaki itu terlihat menyeramkan.

"Makan yang banyak ya, biar kamu kuat bisa jagain Hazel."

"Iya, Tante. Michelle bakal jagain Hazel biar nggak terluka lagi."

"Alah dirinya saja luka gitu," gumam Hazel lagi hanya bisa didengar oleh Michelle yang duduk di sebelahnya.

***