Hazel bermain ponsel selagi menunggu kedatangan pramusaji. Berusaha untuk tidak terusik dengan adanya sosok Michelle di ranjang, mengabaikannya dengan tidak berbicara kepada lelaki itu. Dia sibuk dengan teman-temannya di roomchat.
"Masih online nih Hazel, sudah ronde berapa. Lagi istirahat ya?" Cerlyn mengawali chat di grup mereka setelah tadi sempat saling chatingan menyolek nama Hazel untuk menggoda perempuan itu. Lama tidak mendapatkan balasan, mereka memilih istirahat saja di kamar hotel lain yang sengaja dipesan untuk berjaga-jaga jika Hazel memerlukan bantuan mereka.
"Kalau dia menyakitimu malam pertama nanti, hubungi nomor kami sesegera mungkin kami akan mendobrak pintu dan memberinya pelajaran," tutur Alexa yang bersikeras tidur di hotel sama dengan Hazel.
Belum selesai Hazel mengetik untuk membalas pesan Cerlyn, Crsytal yang terlihat sedang mengetik di roomchat sekarang sudah mengirim pesan mendahuluinya.
"Live streaming dong, Zel. Xixi." Di kamar hotel sana Crsytal terbahak-bahak setelah mengirim balasan tersebut. Dia menerima tumpukan bantal dari Alexa dan Cerlyn sedangkan Olive sudah lebih dulu memejamkan mata dan sekarang sudah terbang ke alam mimpi. Dia sudah biasa dengan sikap temannya itu.
"Nasib jomblo ngenes amat yak!" Cerlyn membalas setelah capek tertawa.
"Besok kita kalau menikah mendingan barengan saja, biar sama-sama sibuk dengan malam pertama dan tidak ada yang harus merasa sedih tanpa pasangan." Ide Alexa selalu dengan pemikiran yang di luar tebakan.
Hazel memang mudah tertawa, dia bahkan terpingkal-pingkal membaca pesan teman-temannya dan lupa dengan sosok Michelle yang sejak dari tadi memperhatikannya dari tempat tidur.
"Kau kerasukan?" cibir Michelle, Hazel sontak menghentikan tawanya. Dia menoleh kepada Michelle.
"Mereka meminta kita live streaming haha, ada-ada saja. Eh?" Sadar telah salah bicara Hazel segera menutup mulutnya. Dia mengalihkan pandangan lalu buru-buru berdiri ketika mendengar suara bel dari pintu luar.
Hazel sangat berterima kasih kepada pelayan yang datang membawa nampan berisi makanan sesuai pesanannya. Dia bisa menghindari tatapan menuntut penjelasan dari Michelle tadi karena ucapan rancunya.
Hazel duduk di kursi meja makan setelah menaruh nampan berisi makanan tersebut. Dia sengaja duduk dengan posisi membelakangi Michelle.
"Pelit, kau tidak menawarkan padaku suamimu?" Michelle menarik kursi di sebelahnya.
"Bukannya kita sama-sama butuh tenaga untuk live streaming?"
Hazel tersedak mendengar ucapan polos nan menjebak Michelle. Lelaki itu segera mengambil segelas air kemudian menyodorkan kepada Hazel untuk diminum.
"Kau sengaja mau membunuhku secara perlahan-lahan agar kau, uhukk ..."
Hazel meneguk kembali air putih hingga tak tersisa dalam gelas bening di tangannya.
"Jangan berprasangka buruk kepada orang lain, tidak baik istriku." Michelle mengelus pelan punggung Hazel yang segera ditepis tangannya.
"Apa yang kau lakukan?''
Alis Michelle berkerut. "Aku hanya mencoba membantu. Jangan berpikir aku mau melepaskan pakaianmu, kau--"
"Ya, ya, tubuhku tidak seksi dan kau tidak tertarik. Jangan katakan itu lagi, aku sudah bisa menghafalnya." Hazel mengunyah makanannya secara cepat saking kesalnya kepada Michelle.
"Pelan-pelan saja. Kau merasa sedih karena aku tidak tertarik padamu? Bukannya itu menguntungkanmu karena kau tidak menyukaiku?"
"Aku sedang makan apa kau sudah selesai berdebat?"
Michelle menyerah, dia sudah makan tadi dan masih kenyang karena itu tidak benar-benar serius meminta makanan milik Hazel. Dia berdiri lalu berjalan menuju tempat tidur, membiarkan Hazel menyelesaikan acara makan sendiri.
Sedangkan Hazel sengaja berlama-lama menghabiskan makanannya, dia tidak tahu setelah ini mereka akan bagaimana berinteraksi dalam satu kamar.
Hampir setengah jam di dalam kamar mandi sejak Hazel masuk untuk menggosok gigi setelah makan malam. Dia sengaja berlama-lama di sana, memakai masker lalu membilasnya supaya ketika dia keluar Michelle sudah tertidur. Dan, malam pertama canggung akan segera lewat, meski dia yakin lelaki itu tidak akan menyentuhnya apalagi menyetubuhinya karena Michelle begitu terang-terangan mengatakan tidak menyukai tubuhnya.
Hazel bukan perempuan polos, meski dia tidak pernah menonton porno, tetapi sebagai mahasiswi dan pelajar yang pernah mempelajari biologi tentu dia tahu betul bagaimana definisi malam pertama yang sesungguhnya. Bukannya dia menginginkan apalagi mengharapkan malam pertama normal seperti pasangan pengantin baru pada umumnya. Hanya saja, Hazel merasa gelisah bagaimana harus menghadapi sosok lelaki itu di atas ranjang.
Maksudnya, bagaimana dia bisa tertidur pulas di samping lelaki itu yang kini sudah memiliki status sah sebagai suami. Bagaimana jika nanti Michelle berubah pikiran lalu menyentuhnya dan hilang kehormatannya.
Kemarin, memang mereka pernah tidur satu ranjang yang sama. Hanya saja, itu berbeda situasi dan status. Sekarang, meski Michelle selalu mengolok-olok dirinya, tetapi lelaki itu sudah halal atas dirinya. Hazel tidak akan bisa menuntut lelaki itu hanya karena telah melepaskan kehormatannya.
"Tok tok! Kamu tidur di kamar mandi?" Suara ketukan pintu diiringi panggilan Michelle menghentikan gerakan Hazel membasuh wajahnya.
Hazel menggerutu seraya berjalan menuju pintu kemudian membukanya. Dia rela berlama-lama di dalam kamar mandi hingga Michelle terlelap, ternyata lelaki itu belum tidur.
"Kenapa sih, kebelet?" ketus Hazel sambil berjalan menuju tempat tidur, dia sengaja tidak menatap wajah Michelle supaya tidak berkontak mata.
"Iya, kebelet untuk malam pertama," sahut Michelle bukannya masuk kamar mandi melainkan mengikuti langkah Hazel yang terperangah setelah ucapan lelaki itu.