Senja menatap nanar pintu yg baru saja di banting oleh Langit karena ingin keluar.
"Apakah dia pulang?" Tanya Senja pada dirinya Sendiri
Tak lama seseorang muncul dibalik pintu, Senja amat sengat gembira Langit kembali. Ia tahu bahwa Langit juga menyukainya makanya ia kembali seperti saat ini
"Langit"
"Ini Bibi non, bukan Langit" Bi Ija masuk seraya memasang senyumnya
Senja langsung kembali menarik selimutnya dan menutupi wajahnya.
"Non, Makanannya belum dimakan toh?" Heran Bi Ija yg masih melihat makanan utuh diatas nakas.
"Gak suka" Senja menjawab dari dalam selimut
"Kalau non gak makan, nanti gak bisa pulang"
"Gak mau makan" Masih menjawab dari balik selimutnya.
"Non nyari den Langit ya?" Tanya Bi Ija dengan nada mengejek
"Dia udah pulang ya Bi?" Tanya Senja kembali, lalu membuka selimutnya dengan atusias
"Belum, tadi bibi ketemu sama den Langit di taman rumah sakit. Katanya ada tugas yg harus dia kerjakan sekarang, dan menitip kan non sama bibi"
Senja yg mendengar penjelasan Bi Ija langsung senyum senyum sendiri, hatinya berbunga bunga lagi lagi Langit mampu membuatnya terbang terbang tanpa menyentuhnya.
***
Langit masih berkutat dengan tugas tugasnya. Langit harus mengikuti olimpiade matematika tahun ini ia tak mungkin melewatkan kesempatan emas itu. Meskipun Papanya adalah pemilik SMA Galaxy. Seharusnya ia bisa berbuat semena mena dan mengacuhkan tugasnya. Namun, Ia tak memilih itu karena baginya. Semakin berilmu semakin dihargai.
Hujan turun membuat Langit mau tak mau harus kembali ke ruang Rawat Senja. Sejujurnya ia malas berurusan dengan mulut bawel Senja. Namun, ia sangat khawatir pada wanita itu.
Langit berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Petir sangat kuat membuat sekeliling rumah sakit sepi, Langit tak bisa pulang. Langit lupa motornya ia tinggal dirumah Senja pagi tadi, Sementara mobil Senja entah dimana keberadaan kuncinya
"Sial! Ceroboh banget gue" Langit menepuk jidatnya kasar. Tak lama ponsel milik Langit berbunyi menandakan ada telefon masuk.
Bunda is calling
"Bunda? Sial! Gue lupa ngabarin Bunda" Langit lagi lagi menepuk jidatnya. Sungguh Senja telah membuatnya lupa akan segalanya.
"Assalamualaikum Bunda" Ucap Langit ramah
"Waalaikumsalam. Kamu dimana nak? Kenapa belum pulang? Dan kenapa tidak mengabari Bunda?" Jawab seseorang dari sebrang sana.
"Maaf Bunda Langit lupa mengabari Bunda. Langit dirumah sakit Bunda, Senja lagi dirawat disini"
"Innalilahi. Dia tidak apa apa nak? Bagaimana keadaanya sekarang?"
"Sudah tidak apa apa Bunda. Hanya perlu istirahat"
"Baiklah nak. Kamu temani saja Senja, dia sangat membutuhkan mu. Jika ada perlu apa apa hubungi Bunda, Jika sempat besok bunda akan menjenguknya kesana"
"Baik Bunda"
"Di sana ada yang menemani Senja selain kamu?"
"Ada, Bibik yg bekerja dirumah Senja"
"Kalau hujan sudah redah. Kamu pulanglah nanti kamu datang kembali"
"Iya Bunda"
"Bunda tutup dulu. Kirim sayang pada Senja"
"Hmm" Jawab Langit lalu mematikan telefonnya terlebih dahulu. Membuat Bundanya dari sebrang sana tertawa terbahak bahak.
Cekleeeeek
Langit membuka pintu ruang rawat Senja. Senja yg sedang duduk diatas kasur rumah sakit langsung tersenyum manis kearahnya.
"Langit dari mana?" Tanyanya halus
Langit tak menjawab perhatiannya beralih keatas mangkuk yang ada di tangan Bi Ija.
"Punya Senja Bi?" Langit membuka suara
"Iya den, non Senja engga mau makan"
"Kenapa enggak mau makan?" Tanya nya pada Senja
"Senja enggak suka makanan rumah sakit" Senja berbicara layaknya anak kecil yg sedang tidak mau makan.
"Mau makan apa?"
"Langit mau belikan Senja makanan kah?"
"Cepet! keburu Gue berubah pikiran" Ucap Langit sedikit membentak.
"Senja mau makan ayam penyet. Sambelnya yg banyak ya" Lagi lagi Senja mengeluarkan senyum manisnya. Tentu saja Langit terpesona, Maka dari itu ia segera menawarkan makanan kepada Senja.
"Bubur ayam aja" Ucap Langit lalu bergegas meninggalkan ruangan Senja, menuju kantin rumah sakit
"Kalau gitu kenapa nanya tadi" Senja menggeram
Bi ija yg mendengar percakapan dua muda mudi itu hanya bisa tertawa geli. mengingat kejadian saat ia masih duduk di bangku sekolah bersama cinta pertamanya yaitu almarhum suaminya.
"Bi" Panggil Senja
"Iya non?"
"Langit ganteng ya"
"Ho'oh ganteng" Bi Ija kembali tersenyum melihat wajah bahagia Senja. Akhirnya senyumnya kembali memancar diwajah cantik milik Senja itu. Semenjak kepergian Mamanya. Bi Ija tak pernah melihat Senja tersenyum sebahagia ini, Langitlah yg berhasil mengembalikan semuanya.
"Cocok gak bi sama Senja?"
"Cocok dong non. Cantik dan Ganteng, kalau kata orang orang nanti anaknya Good looking"
Senja tertawa mendengar ucapan Bi Ija. ia membayangkan jika punya anak bersama Langit nanti, tentu saja itu akan menjadi hal paling dinanti nantinya.
"Menurut Bibi Langit suka gak sama Senja?"
Belum Sempat menjawab seseorang sudah membuka pintu ruang rawat Senja. Ya siapa lagi kalau bukan Langit Aryana Dezz.
"Gak usah gibahin gue. Panas kuping gue" Langit berjalan menuju kasur Senja. Meletakkan bubur ayam itu diatas kasur Senja.
"Ni makan" Suru Langit
"Beneran Bubur ayam?" Tanya Senja melihat bungkusan dihadapannya itu.
"Lo masih sakit jangan makan yang aneh aneh" Langit mendudukkan bokongnya diatas sofa.
"Apapun yang Langit berikan akan Senja makan" ucap Senja semangat. Langsung membuka bubur dari Langit dan melahapnya.
"Gue kasih buku lo makan juga ya" Ledek Langit
Senja melorotkan kedua matanya kearah Langit.
"Ih maksudnya dalam bentuk makanan lo, Langit Aryana Dezz"
Lagi lagi Bi Ija tertawa geli menyaksikan kedua muda mudi didepannya ini. Yang satu sangat jual malah, yang satu lagi sangat bawel. Sungguh pasangan yg serasi
"Bibi kekantin dulu ya non. Jadi ikutan laper" Bi Ija memilih keluar. ia tak ingin menggangu kedua manusia yang sedang jatuh cinta ini. Langit memang tak mengakui ia menyukai Senja. Namun, siapa saja bisa melihat dari matanya. Ia sangat menyukai Senja atau bahkan mencintainya.
"Langit siapin Senja dong" Rengek Senja.
"Punya tangankan?"
"Ni" Senja menujukkan kedua tangannya.
"Makan sendere" Ledek Langit kembali membuka laptop dari dalam tasnya. Ia belum sempat mengerjakan semua tugasnya tadi karena Hujan.
"Langit ngapain. Besok ulangan kah?"
"Gue mau ikut olimpiade Matematika"
"Wah hebat Langitnya Senja" Senja bersorak gembira seraya menepuk tangan
"Lo kenapa jadi ngomong kayak anak alay si? Pusing gue dengernya"
"Langit. Senja itu harus baik sama Langit biar Langit suka juga sana Senja"
"Bukannya lo baik kesemua cowok ya?" Tanya Langit sinis
"Tergantung"
"Tergantung?" Tanya Langit heran
"Kalau dia good looking Senja akan baik" Senja tertawa terbahak bahak. Membuat Langit menggeram tentu saja ia cemburu. Namun, tak menampakkan bahwa dirinya sedang cemburu
"Langit mukanya merah. Cemburu ya?" Ucap Senja lagi lagi merayu Langit yg sudah kepanasan.