Chereads / Black Dark / Chapter 9 - Kekhawatiran Arjuna pada Agnimaya

Chapter 9 - Kekhawatiran Arjuna pada Agnimaya

Dada Arjuna naik-turun, menahan amarah yang memucak. Setan-setan ini memang perlu diberantas dari muka bumi.

"Nimay itu orang yang kubenci juga. Tapi entah kenapa aku gak bisa buat dia dalam masalah. Maka sekarang aku balas ke adek bodohnya itu. Hahaha ..."

Arjuna menyeringai. Ia akan menghampiri mereka, tetapi terhenti ketika Safitri membacakan isi surat.

"Lihat ini, surat si Nimay! Kubacakan."

Kemudian surat itu dibacakan. Isi surat Nimay kepada Arjuna adalah:

"Untuk Adikku yang tersayang. Maaf, gak bisa nemuin kau dulu untuk saat ini. Masa traning menguras waktu. Tapi, kabar baiknya, kakakmu ini telah menjadi karyawan tetap di salah minimarket Bulan Sabit. Kau tau? Pemiliknya baik sekali. Dia juga salah satu atau bisa dibilang penyumbang besar panti kita. Sudah dulu ya, bulan depan kakak janji akan datang ke panti. Semoga kau suka dengan buku-buku dan pulpen yang banyak ini ya. Ada uang jajan juga, cukuplah untuk foya-foya sepuluh hari. Semangat sekolah dan jangan cengeng."

Safitri menyobek surat itu. Dia cemburu pada kesuksesan Agnimaya, juga kedekatan gadis muda itu dengan laki-laki yang diincar Safitri.

Dia mengambil telepon genggam, seperti mengirim pesan.

"Tamatlah kau, Agnimaya! Akan kubuat kau menangis darah."

Arjuna panas. Dalam otaknya, ia berpikir keras untuk membalas si Monters berkedok manusia yang telah menjarah hadiah dari kakaknya. Pantas saja di kamar Arsalan ada banyak buku dan pena. Ternyata itu hadiah dari kakaknya. Yang lebih mengherankan, dia tak mendapatkan.

"Mau kakak apakan?" Rida bertanya, sepertinya ia begitu penasaran.

"Kujual!"

"Maksudnya?"

"Aku sms-in tadi pemilik rumah bordil. Bulan depan Nimay kan ke sini, buat liat adek dongok idiotnya ke sini. Nah ... itu bakal jadi hari terakhirnya ngeliat Arjuna dalam kondisi baik. Selebihnya ...." Safitri mengedipkan mata.

Arjuna bukan anak bodoh. Dia jelas tahu kalau kakaknya akan dianiaya, dicurangi, dilecehkan dan apa pun sebutannya untuk perbuatan biadab itu.

"Allah ...." Arjuna memandang langit. Ada banyak bintang di atas sana. Teringat, dua tahun lalu, Agnimaya menceritakan tentang Bulan dan Bintang serta Matahari yang bersujud kepada laki-laki tampan sedunia.

****

Hari berganti, ia tidak lagi memikirkan tentang hadiah kakaknya yang gagal diterima. Ia memikirkan hal lain. Bahkan ketika Ibu Sri menanyakan perihal hadiah, ia dengan tenang, menjawab sudah diterima. Tentu saja lima serangkai itu menjadi kebingungan, sekaligus merasa aman. Mereka berpikir Arjuna telah kehilangan taji karena kepergian Agnimaya, juga seperti tunduk pada mereka.

Dalam hati, Arjuan tertawa. Demi sebuah kemenangan, mestilah kita yakinkan lawan, bahwa kita lemah. Agar tingkat kewaspadaan mereka berkurang.

Usia dua belas tahun memang terbilang masih muda. Tak bisa benar-benar sempurna dalam jati diri. Namun, belajar dari pengalamannya, ia pun tak mau lagi hanya menjadi pihak pecundang bagi pahlawannya. Ibunya dan kakak Agnimaya-nya.

Maka, ketika Agnimaya datang berkunjung, ia melaporkan segalanya kepada gadis itu. Bukan mengkhawatirkan dirinya sendiri, gadis itu malah meminta Arjuna untuk menjaga diri.

Sebab, Agnimaya tahu betul. Rumah Bordil yang disebutkan oleh Arjuna, adalah rumah bordil khusus kaum yang dalam kitab suci mereka dilaknat Allah, yakni kaum (Nabi dan Rasul) Luth.

"Aku bukan cuma menangis darah jika sesuatu terjadi padamu, Jun. Tapi mungkin bunuh—."

Arjuna tertawa sambil berkata, "Diri? Bunuh diri? Dosa! Masuk neraka, apa pun alasannya."

Ia meledek kakanya terlalu berlebihan. Juga sempat menceramahi kalau bunuh diri adalah tindakan paling bodoh dari umat manusia. Dia belajar akan hal ini tentu dari paman Bulan Sabit yang pernah menyelamatkannya dari tindakan menyalahi hukum kedua yang paling penting setelah tauhid, yakni membunuh yang bukan haq, baik membunuh orang ataupun membunuh diri sendiri.

Agnimaya memukul kepala Arjuna. "Bodoh! Rugi lah kalo aku bunuh diri. Bukannya masalah selesai, yang ada masuk neraka. Aku sudah tau itu. Begini-begini, imanku tak goyahlah. Insyaa Allah."

"Lah, terus tadi bunuh apa?"

"Bunuh orang yang melakukan hal terlaknat itu padamu."

"Sok berani!"

"Kau mau jadi percobaan pertamaku, huh?"

Arjuna menggeleng-gelengkan kepala, ketakutan. Melihat ekspresi adiknya, Agnimaya tertawa lepas.

Bersambung ....