Chereads / Black Dark / Chapter 10 - Balas Dendam Dimulai

Chapter 10 - Balas Dendam Dimulai

JUN!

Demikianlah yang tertulis di dinding kusam yang cat temboknya sudah terkelupas. Setelah itu terdengar tawa nyaring yang membahana.

"Cairan yang biasa dicampur dalam teh ini menjadi yang pertama kali 'menyerang'. Hah, mari kita lihat! Apa ia juga bisa membuat aroma tehku semakin wangi dan terasa lebih nikmat."

Tawanya kembali terdengar, bahkan lebih keras dan menakutkan.

Hanya ruangan sunyi pengap dan agak lembap itu saja yang menjadi saksi bisu.

"Soon, Jun. Soon!" lanjutnya dengan suara dingin.

Ia menoleh ke samping kanan, menyeringai sadis ke satu titik. Ketika kakinya sedikit bergeser, terdengar suara akibat gesekan aluminium dan semen juga kakinya sendiri. Sebuah pisau dapur tergeletak bersimbah darah adalah pemandangan yang disapa mata sipitnya.

Sementara di sudut gelap ruangan, ada tubuh tanpa sehelai benang yang terpuruk. Cahaya purnama akibat biasan sang surya menerobos di sela-sela kisi kayu, menyoroti kulit tanpa busana nan pucat. Orang itu bergerak di bawah cahaya kelabu, dan suaranya mengalun lagi, "Setelah ini, Jun yang berikutnya."

Perempuan itu meringkuk di atas jasad tersebut. Dengan cepat, jemarinya yang bagai cakar menusuk jantung tubuh tak bernyawa itu sangat dalam. Pakaiannya semakin berlumuran penuh darah akibat muncratan dari kegiatannya ini.

Tak lama, ia memekik mencemooh, "Hah, lihat dirimu Yudi! Menyedihkan sekali kau. Coba saja tadi kau tidak menolakku, pasti kau masih hidup, dan kita akan bersenang-senang lagi." 

*

Dering telepon mengganggu konsentrasi Agnimaya yang sedang sibuk bermesraan dengan buku-buku berisi catatan kas.

Dengan gerakan malas, ia mengambil gawai yang teronggok di atas kasur, tepat di sisi kanannya.

"Nomor pribadi?" gumamnya.

Ia beranjak dari posisi tengkurapnya menjadi telentang, kemudian memencet layar ponselnya guna menjawab panggilan sang penelepon.

"Halo," sapanya sambil mencoba mendudukkan diri.

"Juna?"

Tak ada suara jawaban. Agnimaya mulai cemas. Malam-malam, bahkan akan pagi begini, malah mendapatkan telepon entah dari siapa. Lebih parahnya tak ada suara sedikitpun.

Setelah hening beberapa saat, hanya terdengar dehaman yang disengaja-sengajakan. Agnimaya meneringai.

"Kalo gak dijawab, kumatikan ya!" Agnimaya mengancam galak. Sepertinya ia tahu si penelepon jika dilihat dari raut wajahnya yang berseri, bahkan terlihat senyuman di wajah gadis itu.

Kemudian suara tawa merdu memenuhi telinga Agnimaya yang disalurkan melalu gawai. Setelah itu sambungan diputuskan oleh Agnimaya yang jantungnya berdetak tidak keruan.

"Si Bodoh Mahindra!" Agnimaya menggerutu. Teman semasa sekolahnya itu memang senang mengganggu.

Berbicara tentang Mahindra, ia ingat bahwa laki-laki itu paling cemburu pada Arjuna. Bahkan karena masalah Arjuna pula, hubungan Agnimaya dan Mahindra merenggang. Namun, bukan berarti Mahindra merenggangkan hati untuk dimasuki oleh gadis lain.

Agnimaya membereskan barang-barangnya, kemudian bersiap tidur. Besok sore ia akan mengunjungi adiknya di panti.

*

Arjuna sedang bergelut dengan salah satu anak panti. Ibu Sri sedang tidak berada di sana. Hanya staf yang dikepalai oleh Syafitri saja yang terlihat.

"Yang menang, kukasih hadiah!" seru Syafitri lantang. Wajahnya tampak semringah.

Lapangan tempat apel pagi bagi anak-anak panti menjadi arena pertarungan. Mereka membuat tempat itu layaknya Colosseum Roma yang dibangun untuk arena gladiator yang ketika itu merupakan hiburan bagi raja di Romawi. Para tahanan itu kemudian dijadikan gladiator untuk di tarungkan hingga tewas. Biadab. Mengadu ayam, atau mengadu domba saja berdosa, apalagi mengadu manusia.

Arjuna kemudian berteriak lantang sambil mengacungakn telunjuknya ke arah Syafitri, "SETELAH DIA TUMBANG, KAU YANG SELANJUTNYA, SETAN!"

Semua orang terkejut dengan suara keras Arjuna. Bahkan matanyanya ikut menyala-nyala bagai api yang disulut. Tak ada yang mengetahui penyebab murkanya adik dari Agnimaya. Namun, Syafitri mulai ketakutan. Kini, tidak ada keceriaan lagi di wajahnya yang bengis itu.

Arjuna bosan bermain-main, ia mulai ke pukulan puncak. Tenaganya ia dapatkan penuh selama semalaman. Bahkan si Monster Syafitri saja ketakuatan. Ditambah, ia mendapatkan sebuah pesan yang bacaannya:

Dia terbunuh oleh bocah itu. Secara keji, bocah itu melenyapkan dia dengan cara memotong habis kemaluan dia. Tanpa jejak. Tak ada sidik jari kalau bocah itu pelakunya.

Keringat dingin mengucur deras dari dahi perempuan yang rambutnya digerai. Dia tak menyangka bahwa Arjuna senekat itu. Pastilah setelah ini, Arjuna akan menargetkan dirinya. Sebab, ia yang mengantar Arjuna ke tempat itu. Pantas saja sebelum ini Arjuna berterima kasih dengan senyuman misteriusnya. Kemudian teriakannya barusan, menandakan bahwa Arjuna menyadari kalau Syafitri terlibat dan akan menuntut balas.

Bersambung ....