Chapter 10 - Perasaan

Saat siang tepatnya pukul 12:30, Alexa masih tidur begitu nyenyak. Dia tidur sejak jam 11 setelah makan bersama Gea dengan menu makanan yang dikirim oleh Melvin. Gadis itu di atas ranjang memeluk guling, sementara sang kawan rebahan sembari memainkan ponselnya.

"Uang untuk Alexa sudah aku kirimkan ke rekening mu. Ajak dia bersenang-senang dan buat dia supaya tidak ceroboh membongkar rahasia kita." Gea membaca pesan yang baru masuk dari Bastian.

Gea melirik Alexa yang masih begitu nyenyak kemudian menepuk pundaknya. "Alexa. Kamu dapat kiriman uang dari Bastian."

Karena hidupnya selalu susah karena perihal uang, seketika Alexa terbangun dan menatap Gea. "Uang?"

"Iya. Dia memberikan uang sepuluh juta untukmu asalkan kamu tidak pernah mengatakan tentang hubungan kami," jelas Gea.

Alexa menghela napas, kemudian berbaring menatap langit-langit kamar. "Itu uang sogokan. Aku tidak bisa memberikan uang itu untuk pengobatan ibuku."

"Memangnya kenapa?" tanya Gea.

"Entahlah. Aku tidak nyaman saja," jawab Alexa dengan menekuk wajahnya. Dia merasa tidak mungkin memberikan uang untuk pengobatan ibunya dari uang hasil menyembunyikan rahasia hubungan terlarang seseorang. Tentu itu bukan uang yang halal dan uang yang tidak halal tidak akan berkah.

"Uang itu untukmu saja sebagai bayaran hutangku kemarin," ucapnya.

"Sungguh? Bukankah kamu membutuhkan uang?" tanya Gea dengan menaikkan alisnya.

"Iya. Tapi uang itu untukmu saja karena aku akan tinggal di sini dan sebentar lagi aku juga akan gajian," jawab Alexa santai.

Gea menghela napas kemudian mendudukkan dirinya menatap Alex sayang masih terlihat tidak menyukai hubungannya dengan Bastian.  Dia berpikir bahwa jika temannya itu tidak mau menerima uang untuk diberikan sebagai biaya pengobatan ibunya dan malah membayar hutangnya ada baiknya untuk mentraktir nya atau memberikan sesuatu untuknya supaya dia semakin merasa berhutang Budi dan tidak akan terus menasehatinya tentang hubungan terlarang itu.

"Oh ya karena baju yang ada di koper hanya sedikit, bagaimana jika kita belanja ...  jalan-jalan ke mall ... Nonton. Aku yang traktir," ucapnya kemudian beranjak duduk.

"Aku sedang tidak mood. Kepalaku masih agak pusing," sahut Alexa malas.

Gea menepuk pantat Alexa. "Huh! Aku mengajakmu bersenang-senang. Itu akan membuatmu tidak pusing lagi. Sekali-kali kamu harus bersenang-senang untuk membuang rasa penatmu akibat beban mu. Otakmu harus refreshing."

Alexa terdiam sejenak. 'Jika aku beli baju baru, itu berarti aku tidak perlu kembali ke kontrakan dan harus berdebat dengan pemilik kontrakan itu hanya demi baju-baju ku yang sudah lawas. Aku juga mungkin butuh refreshing karena aku terlalu pusing memikirkan hutangku, dan hutangku sudah lunas karena Bastian. Ah entahlah ... Sepertinya aku memang harus refreshing."

"Alexa ...," Panggil Gea sambil menyandarkan tubuhnya ke pundak Alexa.

"Oke aku akan Ikut. Tapi ...."

"Tapi apa?" tanya Gea.

"Belikan aku peralatan make up," jawab Alexa sambil menoleh dan menyeringai.

Gea tersenyum dan mendorong bahu Alexa pelan. "Ah, itu bukan masalah. Aku akan belikan satu set perlengkapan make up yang lumayan berkelas."

"Kalau begitu, aku akan bersiap."

"Aku juga!"

Dengan suasana hati yang senang, dua gadis bersahabat itupun bergegas untuk berbenah diri karena mereka akan hang out untuk melupakan permasalahan hidup mereka. Eh, khususnya masalah Alexa..

____

Melvin sedang berada di sebuah ruang kerja metalik bersama seorang pria paruh baya dengan rambut yang sedikit sudah memutih pada bagian pelipis. Pilihan itu adalah Jordy Fernandez yang merupakan ayah tirinya yang telah menikah dengan ibunya saat dia berusia 3 tahun sementara Ayah tirinya itu memiliki Putri  yang bernama Joey Florencia Fernandez berusia sekitar 2 tahun.

"Kenapa papa memanggilku?" tanya Melvin yang duduk di kursi berhadapan dengan Jordy.

"Papa akan sibuk mengurus persiapan pernikahan Joey. Lusa, tolong kamu wakili papa untuk menghadiri sebuah pertemuan para pimpinan cabang perusahaan kita di Thailand," jelas Jordy yang duduk santai di kursi kebesarannya yang berwarna hitam.

"Berapa lama aku harus di Thailand untuk menghadiri pertemuan itu?" tanya Melvin.

"Sekitar satu minggu karena ada banyak hal yang harus diurus dan ditinjau. Papa harap kamu bisa mewakili, karena ini juga untuk kesuksesan cabang perusahaan kita di sana," jelas Jordy kemudian beranjak berdiri. "Joey adalah putriku satu-satunya. Aku ingin membuatkan pesta pernikahan seperti yang diimpikannya selama ini. Dia ingin ada pertunjukan ice skating di tengah pesta itu."

Melvin tersenyum tipis mengingat tentang Joey yang memang Seorang atlet ice skating. "Baiklah kalau begitu aku akan mewakili papa."

"Terima kasih, Nak. Papa berharap, setelah Joey menikah ... kamu juga akan menikah. Setelah itu,urusan perusahaan akan papa serahkan sepenuhnya pada kamu," seru Jordy dengan tersenyum bangga pada sikap Melvin yang selalu menuruti apapun perintahnya. 

"Baiklah, Pa. Kalau begitu, aku pergi sekarang. Waktunya untuk makan siang," ucapnya kemudian beranjak dari kursi.

Jordy mengangguk, membiarkan Melvin pergi meninggalkan ruangannya.

___

Melvin kembali memasuki mobilnya. Dia terdiam melirik ponselnya, membuka galeri dan melihat fotonya bersama Joey saat bermain ski di Swiss beberapa tahun yang lalu.

"Kamu akan menikah ... Oke. Semoga kamu bahagia atas pernikahan itu, dan aku ... Aku tidak tau bisa bersikap biasa saja atau tidak. Rasanya sakit sekali," ucapnya sedih. Ternyata, diam-diam dia mencintai saudara tirinya yang akan segera melangsungkan pernikahan sekitar dua minggu lagi.

Drettt ... Drrttt

Tiba-tiba ada panggilan masuk dari gadis yang sedang dia pikirkan. "Joey."

Melvi segera menjawab panggilan itu. "Hallo, Joey. Ada apa?"

"Aku berada di mall untuk pertunjukan ice skating. Sebentar lagi aku akan selesai. Apa kamu bisa menjemput ku?" tanya Joey dari telpon.

Melvin terdiam sejenak mengingat betapa cantiknya wajah Joey yang sejak kecil sudah dia kagumi hingga tumbuh cinta di hatinya,. namun dia hanya bisa memendam rasa itu dan mencoba untuk membuka hati menerima gadia lain meski itu sangatlah sulit.

"Melvin," panggil Joey dari telpon..

Melvin tersadar dari lamunannya. "Ah iya. Aku akan menjemputmu. Di mal biasanya, Kan?"

"Iya. Kamu tidak perlu terburu-buru karena aku masih harus tampil sekali lagi."

"Oke. Lagipula, aku ingin tiba secepatnya di sana karena ingin melihat aksimu yang selalu memukau."

"Baiklah. Hati-hati di jalan."

Melvin memutuskan sambungan itu dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana jeans-nya. "Aku harus bisa ... aku harus mencoba mengalihkan perasaanku dengan berusaha mencintai gadis lain. Aku tidak ingin mengecewakan mama ataupun papa."

----

Alexa dan Gea sudah tiba di mal yang memang tidak terlalu jauh dari lokasi apartemen tempat mereka tinggal. Mereka tampak anggun dengan style yang feminim. Alexa mengenakan terusan dress sebatas lutut dengan lengan tertutup berwarna putih bermotif bunga merah muda dan ungu, memakai sepatu putih dan membiarkan rambutnya yang agak bergelombang tergerai indah.

Gea mengenakan terusan dress sebatas lutut berwarna putih dengan bagian lengan terbuka dan mengikat rambutnya ala ekor kuda. Dia terlihat jauh lebih sexy ketimbang Alexa yang tampak sedikit tertutup.

Dua gadis itu berjalan dengan santai bergandengan tangan menenteng tas selempang kecil bermotif boneka. Mereka berjalan menyusuri dengan langkah santai yang tersenyum ramah pada setiap orang yang menyapa mereka.

"Alexa!" panggil seseorang dari arah samping.

Alexa dan Gea pun berhenti di dekat penjual aneka aksesoris, mereka menoleh menatap seseorang yang memanggil Alexa.

"Kamu bilang kamu pusing, tapi nyatanya kamu malah jalan-jalan!" ucap seseorang itu yang ternyata adalah Siska yang sedang bersama Bastian.

Alexa terdiam dengan perasaan was-was. Dia takut bukan karena perihal kemarahan Siska padanya, namun takut jika Gea ketahuan berpacaran dengan Bastian,karena dia bukanlah gadis yang pandai menyembunyikan fakta. Ah, semoga saja dia bisa menahan rahasia itu kali ini.