Joey dan Melvin telah tiba di rumah. Rumah itu begitu megah bernuansa putih terdiri dari dua lantai dengan bagian atap berwarna hitam dengan pilar-pilar yang begitu kokoh, terdiri dari beberapa pilar dan dikelilingi oleh taman yang ditumbuhi oleh rumput hias berwarna hijau, dan ketika malam rumah itu akan disinari oleh lampu berwarna oranye yang terpasang di segala penjuru ruang dan maupun luar ruangan. Terdapat garasi di mana terjajar beberapa mobil mewah, lapangan basket di samping rumah yang tidak jauh dari lokasi fitnes dan kolam renang yang selalu dilakukan oleh Melvin dan Joey yang hobi berolahraga.
Mereka langsung disambut oleh seorang wanita paruh baya berwajah kebulean dengan style yang elegan. Wanita itu bernama Elena, ibu kandung Melvin. Dia mengenakan terusan dress sebatas tumit dan menyanggul rambutnya sedikit ke atas dan memakai make up tipis.
"Joey, bisakah setelah ini kamu ikut mama?" tanya Elena, ibu kandung Melvin. Karena ibu kandung Joey sudah lama tidak diketahui keberadaannya sejak saat Joey masih kecil.
"Kita akan ke mana, Ma? Aku sibuk sore ini meski aku ngantuk karena gagal tidur siang." Joey menunjukkan ekspresi lesu sementara Melvin bablas langsung menaiki tangga menuju lantai atas.
"Kita akan ke desainer untuk memesan gaun pengantin. Nanti malam juga fotografer yang akan mengerjakan foto prewedding mu juga akan datang ke sini untuk konsultasi denganmu dan Dante. Mama sudah minta Dante untuk datang ke sini nanti malam," jelas Elena.
"Sepertinya besok saja kita temui desainer itu," ucap Joey bernada malas.
"Kenapa begitu, Joey?" tanya Elena heran.
"Nanti malam pacar Melvin akan datang ke sini untuk makan malam bersama. Aku akan mulai masak nanti jam lima," jelas Joey kemudian berjalan menuju sofa dan meletakkan tasnya di atas sofa itu."Sepertinya aku masih bisa tidur beberapa menit."
"Pacar Melvin? Apa kamu serius, Joey?" tanya Elena seperti orang terkejut.
Melvin yang belum terlalu jauh mendengar percakapan antara Joey dengan Ibunya. Dia menoleh menatap mereka dan menyunggingkan senyum di bibirnya. "Mereka benar-benar ingin aku punya pacar. Ya baiklah kalau begitu. Aku sudah dapat," lirihnya kemudian lanjut berjalan menuju kamarnya.
Joey berbaring dan bersandar di sofa berwarna putih kekuningan yang tampak mewah dilengkapi dengan meja kaca di sampingnya, yang berhiaskan taplak berwarna putih keemasan dengan posisi miring menutupi bagian tengah meja.
"Iya, Ma. Melvin sungguh mempunyai pacar dan aku sudah tau pacarnya, bahkan baru saja aku mengantarnya pulang ke sebuah apartemen," jelas Joey serius.
"Apa dia cantik, anggun, atau malah pecicilan, menor,dan sexy?" tanya Elena sambil mendudukkan dirinya di sofa lain.
"Dia cantik, anggun, dan masih seumuran aku. Tidak menor samasekali, bahkan dia terlihat sangat lugu dan sederhana," jelas Joey sambil tersenyum mengingat Alexa yang tampak selalu gugup dan malu-malu tapi imut. "Dia berdarah asli Indonesia dan sangat mandiri. Mama pasti akan menyukainya."
Elena mengangguk-anggukkan kepalanya. "Semoga saja apa yang kamu katakan itu benar. Mama sudah bayangkan setelah kamu menikah dengan Dante, Melvin pasti juga akan segera menikah."
"Semoga saja begitu, Ma. Melvin kelihatan sangat sayang padanya." Joey mengingat saat kaki Alexa tidak sengaja terinjak oleh Melvin. "Dia menggendong gadis itu di tengah keramaian mal, padahal hanya terinjak dan sepertinya tidak terlalu sakit."
"Benarkah begitu?" Elena tampak tidak percaya.
Joey menganggukkan kepalanya dan kembali duduk. "Ngomong-ngomong, aku tidak jadi tidur."
"Lebih baik kita masak sekarang. Masak yang agak banyak karena Dante juga akan ke sini. Kita makan bersama," ucap Elena kemudian beranjak dari sofa meninggalkan ruang tamu itu yang luas hampir menyatu dengan ruang tengah. .
Joey menghela napas, kembali berbaring sejenak membayangkan tentang hubungannya dengan Dante yang sudah sangat serius menuju pernikahan.
____
Alexa sedang rebahan di kamar Gea, membayangkan apa yang terjadi hari ini. Mulai dari tercebur ke dalam kolam ditolong oleh Melvin yang ternyata adalah orang yang membawanya ke kamar saat mabuk,. diturunkan secara paksa di jalanan oleh Siska, diusir dari kontrakan, mengetahui bahwa Bastian adalah kekasih Gea dan yang terakhir adalah dikira pacar Melvin dan akhirnya sungguhan berpacaran.
Ceklek .,.
Pintu kamar terbuka. Alexa menoleh ke arah pintu dan mendapati Gea datang dengan membawa sekitar delapan paper bag berukuran sedang dengan berbagai warna. Sahabatnya itu terlihat lelah dan segera melemparkan paper bag itu itu ke atas ranjang.
"Kamu santai di rumah sedangkan aku lelah mencarikan baju untukmu," gumam Gea melirik Alexa dengan horor.
"Itu salahmu sendiri meninggalkan aku bersama Melvin. Dan akhirnya semua jadi kacau," sahut Alexa dengan bersungut-sungut.
"Aku tidak tega meninggalkan Bastian begitu saja. Dan ternyata, dia mengajakku membeli beberapa perhiasan dan meminta aku untuk memilih pakaian untukmu. Dia membayar semua belanjaan itu dan uangku ... utuh," jelas Gea diakhiri dengan tersenyum geli.
"Kamu tidak tau apa yang terjadi padaku lebih memusingkan ketimbang hubungan mu dengan pak Bastian," gumam Alexa beralih duduk dengan kaki bersila dan memeluk bantal berwarna pink bergambar Teddy bear.
"Ah Iya ... sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dengan Melvin? Kenapa kamu sampai digendong dia?" Gea bertanya sambil mengingat kejadian di mal.
"kakiku hanya tidak sengaja terinjak oleh kakinya. Aku kesakitan malah digendong. Dia sangat berlebihan," jelas Alexa dengan mengerucutkan bibirnya. "Dan sekarang kami ..."
"Apa? kalian kenapa?" Gea semakin antusias.
"Kami berpacaran," ucap Alexa dengan menekuk wajahnya.
Tidak seperti Alexa yang terlihat bingung, Gea malah kegirangan dan langsung merangkul Alexa hingga berguling di atas ranjang. "Astaga, apa aku tidak salah mendengar? kalian berpacaran?"
"Gea!" Dengan kesal Alexa mendorong Gea supaya melepas pelukannya.
Gea terkekeh kemudian kembali duduk dan menyibakkan rambutnya yang sedikit berantakan. Dia menatap Alexa yang malah tampak tidak suka.
"Pacarmu sangat tampan, dan kenapa kalian bisa pacaran? tolong jelaskan padaku? bagaimana itu bisa terjadi sedangkan kalian baru bertemu tadi pagi? eh ralat ... maksudku semalam."
"Panjang ceritanya," gumam Alexa malas bercerita. "Intinya, mau tidak mau aku harus jadi pacarnya. Dan nanti malam dia akan datang kesini untuk menjemputku untuk diajak makan malam bersama keluarganya."
"Astaga!" Gea menepuk pundak Alexa secara refleks. "Baru berpacaran Kamu sudah akan diajak ke rumah orang tuanya bertemu keluarganya? Alexa, nasibmu sangat beruntung lebih dariku!"
"Atau aku akan lebih buruk darimu." Alexa masih tidak yakin dan merasa heran kenapa Melvin mendadak ingin menjadikannya sebagai pacar. Alasan-alasan yang sudah dijelaskan belum cukup untuk membuatnya mengatakan bahwa pacaran ini adalah pacaran yang sehat dan wajar.
"Sudahlah ... terima saja kenyataan yang menyenangkan ini. Seharusnya kamu merasa beruntung karena menjadi gadis pilihan Melvin yang pastinya menjadi buruan gadis-gadis lain. You are the winner, Alexa." Gea meyakinkan kemudian mengambil beberapa paper bag di atas ranjang itu. "Kebetulan aku baru saja membeli pakaian yang cukup keren untukmu. Aku akan membuatmu terlihat begitu cantik malam ini supaya calon mertuamu langsung menerimamu sebagai calon menantu!"
"Jangan berlebihan ... status pacaran ini saja masih sulit untuk aku percaya," seru Alexa dengan mengerucutkan keningnya, menatapi beberapa pakaian yang dibelikan oleh Gea. 'Tapi jika dia sungguhan akan menyukaiku ... memang aku gadis yang beruntung,' batinnya mulai berkhayal membayangkan wajah tampan Melvin yang membuatnya terpesona meski menyebalkan.