"Aku tidak boleh kalah begitu saja, lihat saja. Aku pasti akan membuat orang gila itu menyesal seumur hidup. Ini adalah kesalahan terbesar yang pernah dia lakukan sepanjang hidupnya. Aku akan pastikan itu. Tuhan."
Regi kacau, air mata kembali mengucur.
Sekitar semenit kemudian.
Regi mencoba bangkit dari tempat tidur, netra tajam orang itu melihat sekeliling. Masih menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya, Regi edarkan matanya ke seluruh ruangan. Mencari apakah ada pakaian yang bisa ia pakai.
Mungkin, pakaian Regi tadi malam masih ada di sana.
Regi hampir frustasi mencari. Tidak ada!
Sampai akhirnya Regi lihat pakaian yang bukan miliknya. So, harus pakai yang itu?
Hiks, hidup Regi kacau. Sangat kacau!!!
Persetan. Gak masalah, yang penting Regi gak full naked terus. Regi tahu baju tersebut milik orang gila yang telah mengambil keperawanannya.
Tidak masalah, Regi harus mengenakan pakaian, terserah itu mau pakaian Redis sekalipun. Baju Regi yang tadi malam tidak tahu di mana.
Mungkin Gerand telah membuang gaun itu. Atau robek?
Regi ingat, Gerand sangat beringas semalam. Regi berjalan, secara tak sengaja netra perempuan itu lihat sesuatu seperti baju di keranjang sampah.
Sampah?
Regi dan bajunya semalam sama saja dengan sampah.
Sesuai pikiran Regi, bentuknya sudah tidak utuh. Gerand sangat beringas.
Regi mengepalkan tangannya kuat, dia tidak akan kalah begitu saja. Tidak akan pernah!
Hal berharga Regi sudah di ambil, oke. Oke!
Regi akan balas dendam lebih buruk. Lihat saja.
Sambil menangis yang suaranya lirih Regi mendekati kaos yang tergantung rapi. Baju yang Regi lihat belum lama.
Pakaian dalam, ah, Regi lupa bagian itu.
"Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan?"
Mana bisa pakai baju tanpa dalamannya?
Tuk. Tuk. Tuk.
Terdengar suara ketukan pintu. Regi spontan kembali ke tempat tidur untuk bersembunyi. Sembunyi. Kondisi Regi sangat tidak layak pandang.
Siapa????
Secapat yang Regi bisa, ia langsung menutupi dirinya dengan selimut. Bertingkah seperti sedang tidur. Sembunyi ke tempat lain Regi sudah tidak sempat.
Seseorang yang masuk tersebut ternyata asisten rumah tangga. Bibi tersebut mengantar baju ganti untuk Regi. Regi hanya menatap lurus orang itu sambil mengedipkan matanya berulang kali. Bingung. Bukan untuk terlihat seperti orang bodoh.
Eh, bukannya tadi Regi pura-pura tidur ya!?
Oh Tuhan, otak Regi sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tak singkron. Bak konslet.
Wajah Regi pasti terlihat seperti kepiting rebus. Memerah karena malu. Regi kotor.
Apa yang harus Regi lakukan sekarang?
Hadapi saja, dasar bodoh!
Memangnya ada yang bisa Regi lakukan selain itu. Nothing!
Pada akhirnya ini nih yang Regi katakan.
"Halo Bi."
Bibi tersebut sempat ngebug. Kaget terhadap yang Regi bilang. Wajah orang itu tidak singkron seperti yang ia ucapkan.
"Halo Nona, selamat pagi. Maaf saya terlambat memberikan pakaian kepada Nona. Mohon dengan sangat, silakan berkemas. Kalau Nona ingin marah, silahkan juga lakukan pada saya."
Mata Regi berkedip berulang kali, apa itu, marah saja sudah diterima. Di tawarin lagi.
Terlalu ekstrim, Regi tidak terbiasa dengan semua yang terjadi.
Regi sontak menggeleng. Dia tidak ada niatan marah ke bibi asisten rumah kok. Kalau Gerand, bukan marah, kepengen Regi bunuh sekalian.
"Ah tidak. Terima kasih banyak, saya tidak akan marah kok," ujar Regi. Sedetik kemudian menundukkan wajah saat wanita paruh baya itu meletakkan pakaian tepat di depannya.
Rasanya diperlakukan seperti seorang putri, apa-apa sudah di siapkan segalanya.
"Anda ingin makan Nona? Jika demikian, saya akan menyiapkannya."
"Belum, aku belum lapar Bibi," kata Regi cepat.
Belum lapar?
Bohong. Regi bahkan terbiasa makan lebih awal dan teratur. Segala sesuatu dalam hidup Regi teratur dan pada tempatnya. Terjadwal adalah hal awam untuk Regianis. Sebaliknya, Regi merasa tidak nyaman keluar dari kebiasaan itu. Kebiasaan hidup secara teratur.
"Oh iya Bi, bisa tolong panggil saya Regi saja, bukan Nona. Kedengarannya tidak nyaman dipanggil begitu. Sungguh," ujar Regi kepada asisten rumah.
Yang di dapat Regi justru tsenyuman hangat. Bukan jawaban. Permintaan Regi terdengar aneh ya?
Tak lama kemudian baru deh bibi tersebut ngomong.
"Maaf Nona, saya tidak bisa. Nanti kalau ada kesempatan bagus, saya bisa panggil hanya dengan nama. Tapi ya, kalau depan tuan muda, Nonya dan tuan besar, saya tidak bisa melakukan itu."
Regi terdiam lihat asisten rumah berbicara. Regi tak bisa melakukan apa-apa selain hanya mengangguk setuju. Karena ya, itulah yang bisa dia lakukan sekarang, tidak ada yang lain.
Sekarang, rasa malu Regi tak terbendung. Apalagi orang tua paruh baya itu terlihat ramah. Padahal kenyataannya Regi sangat sedih plus malu.
"Saya pergi dulu ya, Nak Regianis. Saya akan kembali lagi saat di suruh tuan muda untuk memberikan makanan kepada Nona. Kalau tidak, Nona akan makan bersama keluarga besar Yosefa." Orang tua paruh baya tersebut bicara dengan menunduk dalam.
Regi jadi gak enak.
Pada akhirnya Regi mengangguk, padahal dalam hati sumpah serapah sudah tak terbendung.
Kemana Gerand si orang gila itu. Setelah mengambil hal yang paling berharga dalam hidup Regi, main pergi begitu saja?
Regi dibuang. Itulah yang terjadi. Nasib sama seperti gaun semalam.
*****
Sulit, Regi mengela napas dulu sebelum mengenakan pakaian yang ditinggalkan bibi asisten rumah. Ingin ngamuk, namun Regi sadar itu tidak ada gunanya, yang harus Regi lakukan sekarang adalah mengenakan pakaian setelah meninggalkan tempat itu.
Ketimbang sakit hati lebih jauh lagi, lebih baik Regi pulang. Dalam hati dan pikiran Regi di tanam dalam-dalam, bahwasanya ia belum tamat.
Tak kan tamat semudah itu.
Regi percaya dia bisa melewati masa-masa sulit tersebut. Biarkan orang gila Gerand ingin melakukan apapun, yang penting Regi segera pergi.
Regi muak, tempat itu jadi lebih menjijikkan untuk Regi. Sakit.
"Akh."
Regi meringis sakit. Jalan dikit aja langsung sakit. Padahal hanya satu langkah.
Napas regu memburu.
"Sial, sekarang apa yang harus aku lakukan kalau jalan aja sulit. Bodoh. Gila," gerutu Regi, masih memaksakan diri untuk lanjut berjalan.
Tidak boleh berhenti. Walau apapun yang terjadi, Regi tidak boleh lemah.
Dengan kekuatan yang tersisa, Regi meneguhkan tekad. Ia bisa. Tidak masalah, sungguh.
Saat Regi ingin buka pintu, ternyata benda itu terkunci. Sialan memang. Jadi, Regi tidak bisa melakukan apapun?
Selain natap lurus.
Holy shit. Mau bagaimana, Regi tidak bisa pergi kalau mansion itu dilengkapi dengan sistem canggih.
Regi hanya bisa natap kesal. Sedetik kemudian menendang pintu, yang ternyata tak lama setelahnya seseorang tiba-tiba datang.
Kaget. Regi spontan natap gak nyaman ketika orang itu melihatnya khawatir.
Orang yang baru saja datang adalah nonya Yosefa. Adakah yang bisa melakukan sesuatu tentang hal itu?
Tidak.
Regi gak berpikir, hey ayolah, dia hanya bisa natap tidak enak lalu menunduk.
Hey, korban kebutuhan seperti Regi mana bisa gitu!
Harusnya langsung marah-marah!
"Sayang, kamu baik-baik saja?"
Tidak, hati terdalam Regi langsung bilang gitu. Siapa yang baik-baik aja setelah di perkosa orang yang sialnya anak pemilik mansion tempat Regi berpijak. Ibu orang bejad itu yang bertanya langsung ke Regi!
Bagaimana Regi bilang yang sebenarnya. Bukankah itu bagus?
Tidak, Regi kacau.
*****