Sialnya Regi bahkan tidak bisa berbicara. Mulut Regi bahkan tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Terasa bodoh.
"Sayang?" Nonya besar Yosefa tersebut kembali berucap. Tangan tergerak ingin usap kepala Regi. Respon Regi dengan cepat menghindarinya.
Why?
Regi bersikap nonya Yosefa adalah orang yang harus orang tersebut hindari.
Regi sedang berusaha keras untuk tidak mengamuk. Alih-alih tak bisa lakukan itu, Regi pun menunduk dalam.
Silahkan tertawa.
"Maaf Bu, tidak." Regu meringisnya. Dia melakukan apa sih!?
Memperbaiki kesalahan yang Regi perbuat. Ia pun kembali lanjut bicara. "maksudku Mama, ah bukan Bibi...." Terdengar aneh, cuma Regi tak terlalu berpikir soal itu.
"aku tidak bisa. Maaf, aku benar-benar minta maaf."
Regi menundukkan kepala lebih dalam, untuk kesekian kalinya. Sejak kapan dia memanggil nyonya Yosefa mama?
Regi pasti sudah gila akibat aktivitas panas semalam.
Sudahlah mama, bahkan Regi tidak pernah menyebut bibi. Tadi malam adalah pertemuan pertama kedua orang itu. Lalu sekarang tiba-tiba malah menyebut kata 'mama?'
Lucu.
Nonya Yosefa tersenyum dengar Regi memanggilnya mama. Ternyata Regi cukup fleksibel. Ada rasa senang terdiri.
Nonya Yosefa lebih dekat ke Regi.
"Hei sayang ada apa, Mama tidak akan menyakitimu sayang."
Sedari tadi Regi mundur. Selangkah nonya Yosefa mendekat, Regi justru berjalan menjauh. Terlihat seperti orang ketakutan. Regu serius takut kok.
Hiks, bagaimana?
"Itu, bukan, Bibi. Aku..."
Belum sempat Regi menyelesaikan kalimatnya, nonya Yosefa sudah memotong pembicaraan. Perempuan paruh baya satu itu langsung menarik tubuh Regi ke dalam pelukannya.
Sementara itu, Regi kaget. Kenapa, bagaimana bisa?
Kenapa harus begitu?
Regi tak menampik, pelukan tersebut hangat.
"Maafkan anakku sayang. Kamu tenang saja, kamu adalah orang pertama yang dibawa Gerand ke ruangan ini dan orang pertama yang dibawa Gerand ke rumah. Mama yakin kau berharga untuknya."
Terus kenapa Regi dilecehkan!?
Apa yang yang berharga!?
Regi sangat ingin bilang ke nonya Yosefa hal yang ia alami. Hal paling malang dalam hidup Regi.
Tidak mungkin, nonya Yosefa salah!
Sejak awal Gerand hanya menganggap Regi mainan. Nonya Yosefa tidak tahu apa-apa tentang Gerand. Sama sekali tidak. Yang orang tua itu bilang hanya berdasar sudut pandangnya sendiri.
Jelas orang tua itu tertipu oleh sikap gila Gerand. Dasar bermuka dua.
Pembohong besar, bahkan untuk keluarga pun Gerand juga begitu. Regi yakin pihak keluarga besar hanya tahu sedikit tentang sosok Gerand yang sebenarnya.
Regi tak bisa, ia lepas pelukan tersebut. Cukup terhormat, Regi tidak ingin menyalahkan orang yang tidak tahu apa-apa.
Yang salah di sana adalah Gerand. Bukan ibunya.
"Bibi, Gerand dan aku bukan kekasih. Aku hanya mainan anak Bibi. Apa pun yang Bibi pikirkan tentangku, yang jelas Gerand tidak sebaik yang Bibi pikirkan. Kami menikah karena Gerand terobsesi untuk menghancurkanku, hanya saja aku tidak akan semudah itu hancur. Aku dijebak dan kemudian, tadi malam adalah hari terakhir untukku menyandang status perempuan terhormat. Gerand ambil hal paling berharga dalam hidupku. Aku sudah tidak perawan lagi, Bibi."
Tanpa merasa malu atau apa pun, Regi bilang semuanya tanpa terkecuali. Tidak ada yang Regi tutup-tutupi, ia bebas. Untuk hal kedepan, yang terjadi kemudian, Regi ingin susun plan pertahanan sempurna.
Yang Regi katakan keluar tanpa Regi bisa di cegah. Tapi Regi tidak menyesal.
Bagaimanapun, semuanya sudah terlanjur terjadi. Regi tidak akan menyangkal atau menutupinya.
Seorang Regianis muak?
Entahlah, yang jelas dia tidak tahu harus berbuat apa. Sulit.
Mata nonya Yosefa sempat membulat, tak lama setelahnya ekspresi tersebut bertukar. Harus bisa sikapi hal itu.
"Kamu benar Nak, Gerand brengsek. Mama mungkin tidak tahu seluruhnya bagaimana sikap dan perlakuan Gerand. Dia orang jahat. Tapi Nak, kami harap, setelah bertemu denganmu Gerand bisa menjadi lebih baik. Itu yang kami harapkan."
Regi spontan menatap bingung. Apa yang dikatakan nonya Yosefa?
Apakah Regi diberi kepercayaan?
Oh Tuhan. Tidak tahu kedaaan.
Mustahil. Mereka baru kenal sebentar. Bahkan belum genap 24 jam. Lalu, apa yang diharapkan orang tua itu dari Regi?
Harapan mustahil, itulah yang dipikirkan Regi . Tidak akan pernah!
Regi tersenyum remeh, jaga image, sudah tidak lagi. Mendesah lelah pun terang-terangan Regi lakukan.
"Gerand seharusnya menikah dengan orang lain. Bibi salah mempercayaiku." Regi tak menutupi apapun.
Antara ucapan dan ekspresi berbanding sama. Terserah!
Nonya Yosefa respon perkataan Regi. Kali ini wajah orang itu tanpa ekspresi, lengkap dengan tatapan tajam.
Apakah orang tua paruh baya itu marah pada Regi?
Tidak, yang harusnya marah Regi, bukan orang itu!
******
Gubrak!
Regi baru datang, tahu-tahu orang itu memukul meja kerja dengan cukup keras. Suaranya sampai menggema ke seluruh ruangan. Jenny lagi aman, tentram, damai. Eh tahu-tahu terdengar suara benda dipukul. Ya otomotis Jenny kagetlah.
Regu datang pun Jenny gak sadar. Tahu-tahu sudah main pukul meja aja. Lagi ada masalah hidup tuh orang?
Jenny terkesiap, ia lihat Regi lurus.
"Hei apa yang terjadi, kenapa kamu memukul meja?"
"Astaga kau mengagetkanku," lanjut Jenny sambil pegang dadanya kuat-kuat.
Kemudian setelah itu lihat karyawan lain takut-takut. Aish, benar isi pikiran Jenny, mereka jadi pusat perhatian. Karyawan batu kok sikapnya bar-bar. Gak punya sopan santun.
Pakai suara rendah alias lirih yang lebih dikenal bak orang bisik-bisik, Jenny minta maaf ke karyawan mewakili Regi. Yang penting mereka kelar.
"Maaf, aku terpeleset tadi. Hehehe," kata Jenny dengan senyum yang dipaksakan.
Bohong, gak apa-apalah. Soal masuk akal yang Jenny pikiran. Barusan dia bilang apa!?
Oh God, memangnya gak ada alasan yang lebih logis gitu?
Dasar otak lemot. Lebih banyak konslet ketimbang berproses benar. Gila.
Emosi Regi semakin menjadi-jadi, ia cari Jenny kemana-mana Tahu-tahu ternyata orang itu ada di dalam ruang khusus defisi Manajemen. Ah tidak, mereka bersama karyawan lain.
Lalu, yang dilakukan Jenny tentu saja membuat karyawan lain menatap kedua orang tersebut aneh.
Krik. Krik. Krik. Suara jangkrik.
Tidak ada jawaban, mungkin orang-orang sibuk berpikir dalam pikiran mereka sendiri. Urus masalah diri sendiri aja. Terserah Jenny dan Regi.
Para karyawan tak ingin ambil pusing, kecuali berhubung ke berita hot menyangkut tuan besar pemimpin perusahaan, Gerand Yosefa.
Sebenarnya karyawan lain bingung sih soal hubungan Regi dan Jenny. Mereka punya hubungan pertemanan yang sangat baik sampai-sampai Regi kayak orang migrasi. Nomadenm. Bahkan ngerjain tugas pun pindah ruang.
Gungsi ke divisi Manajemen.
Semua orang tahu Regianis adalah sekretaris baru bos mereka. Lalu orang itu dengan sebegitu mudah pindah ruangan sesuka hati?
Meski hanya sementara atau apalah. Terlepas mau bagaimanapun kronologi kejadian beserta alasannya, sejauh itu belum ada yang berani menyalahi aturan ketat Gerand.
Lah, tiba-tiba Regi yang berstatus sekretaris baru berani melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi?
Seberapa besar nyali orang itu???
Tidak sebegitu besar kan?
*****