Keputusan final?
Wow, apa itu benar?
Tak mungkin kan?
Benarkah???
Hal tersebut spontan langsung membuat Regi melihat pada Gerand yang terlihat tenang meminum jus.
"Kalian boleh menikah setelah Gerand bertemu dengan Daisy. Malam Jumat nanti keluarga Darenia akan datang berkunjung ke rumah kita. Jadi persiapkan diri untuk itu."
Setelah lama diam akhirnya tuan Yosefa pun bicara. Orang tua satu itu masih seperti biasa saat mengatakan hal tersebut.
Ini bukan lagi berhubungan dengan perjodohan ataupun perkenalan Gerand dengan putri dari keluarga tersebut, melainkan perkenalan calon menantu mereka kepada keluarga Derenia.
"Tolong jangan salah paham dengan perkataan Papa, Nak. Maksud Papa adalah agar kalian bisa mengakrabkan diri dan memperkenalanmu pada keluarga Darenia. Sebab ya, seharusnya Gerand bertemu dengan putri dari keluarga tersebut. Saat ini juga Gerand sedang dalam masa tahap pendekatan dengan Daisy," ujar tuan Yosefa lagi.
Hal tersebut tentu saja membuat Regi jadi sedikit tersinggung. Ternyata ia hanyalah seorang pelarian. Bisa dibilang begitu, kan?
Pengantin pengganti.
Bukankah begitu?
Dengan begitu, Regi akan membuat sedikit pembalasan untuk hal ini. Mungkin atau tidak juga sih. Sebab, Regi tak ingin memikirkan banyak hal. Regi hanya ingin bisa bicara baik-baik.
Regi ingin mencoba hal tersebut.
"Oh ya, silahkan berkeliling rumah sayang. Kamu akan sering kesini. Ya..., walaupun setelah menikah nanti kamu akan lebih banyak berada di apartemen Gerand. Tenang saja, Mama pastikan untuk bulan pertama kalian menikah, kamu dan Gerand akan menetap di rumah ini. Kalau soal Gerand pasti akan setuju. Benar kan, sayang?" tanya nonya Yosefa sambil lagi-lagi mengusap rambut Gerand sayang.
Kali ini Regi sudah tak bisa menahan senyum lagi. Hanya saja ya seperti tadi, sebuah senyuman ramah. Dengan begitu pihak keluarga Yosefa pun akan berpikir bahwa Regi orang yang hangat.
Mungkinkah akan begitu?
Lalu, tanpa aba-aba Gerand pun langsung membawa Regi pergi. Dari wajahnya terlihat bahwa orang itu sedang marah atau sesuatu semacam itu.
Apa, kenapa?
Mungkinkah Gerand tahu bahwa Regi diam-diam mentertawakan anak Mami yang bergaya seperti orang sok berkuasa. Padahal sebenarnya Gerand itu adalah seorang anak yang sangat manja. Atau lebih tepatnya dimanjakan oleh orangtua.
Tapi tak masalah juga sih, itu merupakan hiburan tersendiri bagi Regi.
Sepanjang perjalanan Regi hanya menatap seluruh arsitektur dan gaya modern rumah keluarga Yosefa. Tidak, tempat ini lebih cocok disebut dengan mansion daripada rumah.
Lantas memang benar saja, tempat ini adalah mansion.
Regi jadi mengerjapkan mata bingung saat merasakan bahwa ia seperti sedang dibawa ke sebuah kamar. Itu pasti benar, pasti. Sebab mereka sudah masuk lebih jauh ke mansion ini.
"Eeh, tunggu, kamu mau mengajakku kemana?" tanya Regi yang sudah menggunakan panggilan 'aku, kamu' dan bersikap tenang.
Layaknya seorang teman biasa yang sudah lama dekat.
"Diam. Aku akan membawamu ke kamarku. Tenanglah, kita tak akan melakukan apapun. Aku hanya ingin memperlihatkan kamarku padamu. Jadi jangan bersikap berlebihan," kata Gerand yang terus menarik tangan Regi untuk tetap mengikutinya.
"Gak mau, enak aja. Lebih baik kita pergi ke taman atau tempat yang lebih layak. Jangan macam-macam padaku."
"Sudah ku bilang diam."
Dalam sekali gerakan Gerand berhasil mengunci tubuh Regi dengan menghimpitnya ke pintu. Mendapatkan perlakuan tersebut Regi pun langsung akan bertindak menendang bagian privasi Gerand. Hanya saja lelaki itu sudah lebih dulu menahan kedua kaki Regi sambil tersenyum remeh.
"Nona manis. Camkan ini, aku juga tak kalah darimu walau kamu seorang pemegang sabuk hitam karate sekalipun."
Setelah mengatakan hal itu tanpa Regi duga Gerand pun membuka pintu yang ada dibelakangnya hingga membuat posisi keduanya semakin intim. Namun Gerand pun langsung menjauhkan diri dari Regi kemudian menarik tangan perempuan itu lagi.
"Dasar gila," desis Regi yang masih terdengar oleh Gerand.
Akan tetapi pemuda itu sama sekali tak menghiraukan apa yang Regi katakan. Hingga pada akhirnya keduanya pun sampai ditengah-tengah ruangan.
"Tetap disini atau aku akan menghancurkan seluruh hidupmu termasuk Jenny."
Perkataan Gerand spontan langsung membuat Regi mengepalkan tangan kuat. Hanya saja ia tak melakukan apapun selain hanya berdiam diri.
Baiklah, mungkin ia harus banyak menahan diri untuk hal ini. Hanya itu dan ia harus bersikap tenang.
Perempuan itu pun mengalihkan pandangan ke sudut ruangan. Melihat-lihat barang-barang yang berada dalam kamar ini.
Gelap.
Hanya itu nuansa yang Regi tangkap pada ruangan ini. Warna kamar tersebut adalah hitam dan sedikit putih.
Tolong garisbawahi, kebanyakan hanya warga hitam daripada warna putih. Akan tetapi untuk gorden masih berwarna putih sih.
"Gerand," panggil Regi tiba-tiba.
Anggap saja perempuan itu sudah gila atau semacamnya karena sudah berani memanggil Gerand Yosefa hanya dengan namanya saja.
Jadi, kira-kira apa yang akan terjadi?
***
Saat ini yang terjadi adalah kedua orang itu saling berpandangan. Ekspresi wajah Gerand masih seperti biasa tanpa ada kesan terkejut atas sesuatu seperti itu.
Ia hanya menatap lurus Regi tanpa melakukan apapun termasuk bicara.
"Aku ingin bicara. Kamu dijodohkan, jadi apa aku sebagai pelarian?" tanya Regi to the point.
Ia tidak suka basa-basi jadi akan langsung bicara. Sepertinya orang tersebut ingin segera menyelesaikan hal itu secepat mungkin.
"Apa kamu hanya akan diam terus-terusan?" tanya Regi lagi saat dirasa ia sama sekali tak menadapatkan jawaban.
Ayolah, apa Regi bicara hanya untuk dikacangin saja?
Tak mendapatkan respon apapun?
Untungnya btak lama setelahnya Gerand pun angkat bicara. Sesuatu yang membuat Regi rasanya ingin meninju orang itu tepat pada bagian wajah.
Menjawab pertanyaan saja lamanya minta ampun!
"Kalau kamu memang menganggap begitu, aku siap untuk mengatakan iya. Tetapi sayang, aku juga berpikir agar kita setidaknya bisa merealisasikan pernikahan tanpa hambatan apapun. Lagipula lebih dulu kamu mengajakku menikah sebelum rencana perjodohan konyol tersebut."
Regi pun spontan langsung mengangkat sebelah alisnya saat mendengar Gerand bicara demikian.
Apakah penting bagi Regi untuk tak salah paham atau sesuatu semacam itu?
Ya walaupun memang benar juga, Regi merasa sangat tersinggung dan marah jika hanya menjadi sebagai pelarian.
Tak ada satu orangpun yang mau begitu, terlebih lagi seorang perempuan.
"Menggelikan rasanya saat mendengarmu bicara begitu. Dilihat dari berbagai sisi sepertinya aku tak punya pilihan lain selain mengikuti permainan yang kamu ciptakan," kata Regi yang mulai berjalan menghampiri sebuah barang yang menarik perhatiannya.
Sebuah hiasan kamar yang mirip seperti penangkap mimpi.
Walaupun tidak terlalu mirip juga sih, hanya jaring yang menghiasi seluruh permukaan guci.
Benda itu terlihat sangat antik. Pasti adalah hiasan yang mahal.
"Cantik, ternyata kamu penyuka barang antik juga ya," kata Regi saat melihat terdapat banyak barang antik dalam kamar itu
Buku-buku lama yang terlihat usang juga ada--tersusun rapi pada sebuah rak buku berukuran kecil.
"Kamu suka?" tanya Gerand yang sudah lumayan dekat dengan Regi.
Orang brengsek itu mau apa!?
*****