Sungguh kalimat yang paling tak masuk akal dalam sejarah hidup. Hinaan sekaligus pujian mematikan.
Tepat setelah Deny menyelesaikan kalimatnya, Gerand pun langsung tersenyum licik.
Mudah dan sesederhana itu, tentu saja tidak.
Deny menganggap Regi dan Jenny terlalu mudah. Sebenarnya, itu adalah kesalahan besar.
Keliru jika berpikir keduanya mudah. Semuanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
"Ya, aku mengakui kekuatanmu, Deny Felixa." Redis lanjut minum kopi. Ia bersmirik. "Bahkan tanpa menyamar pun kamu sudah menarik. Imut. Dengar, aku tidak akan bertindak terlalu jauh. Apa kau pernah melihatku berbohong atau bermain-main dengan perkataan?" tanya Gerand menatap lurus.
Saat ini ekspresi orang itu serius dan sedikit menyeringai. Respon yang Deny kasih adalah berdecak pelan. Gak pernah sih lihat Gerand main-main, tapi Deny tak ingin bagi-bagi target.
Baginya one and only, kecuali ada perubahan rencana. Awalnya kan dia ditawarin.
"Aku masih sangsi Kakak. Menurut Kakak apa yang harus aku lakukan?"
Harus dilakukan???
Mendengar perkataan Deny yang menjabat sebagai adik sepupunya, Gerand pun tersenyum tipis. Hanya karena seorang perempuan yang tidak terlalu menarik dari segi luar, seorang CEO muda seperti Deny sampai berdebat dengannya?
Apa yang orang itu pikirkan?
Padahal itu hanyalah karyawan biasa. Sekarang bukan soal berbagi atau sejenisnya, ini tentang memiliki dan sesama pria.
Gerand tahu Deny Felixa terobsesi berat ke Jenny.
"Ku tekankan jangan sampai tenggelam atau kalah dalam permainan yang dimainkan. Aku hanya nyentuh sedikit, selebihnya lakukan apapun yang kamu mau. Sudah ku bilang, aku sudah punya target. Bukan sekedar target namun calon istri. Apapun itu kau yang harusnya lihat banyak sudut, tuan Felixa," ucap Gerand sambil memandang lurus setelahnya bangkit.
Perlahan ia mendekat ke Deny yang masih dalam posisi duduk. Sedikit mencondongkan tubuh guna berbisik.
"Sekarang bukan soal harga diri atau apa pun, Deny, hanya bersenang-senang. Jangan terlalu terbawa perasaan, ya."
Tepukan ringan Gerand mendarat sempurna di bahu Deny. Sementara itu orang yang menerima perlakuan tersebut hanya tertawa kecil. Menghentikan Gerand setelahnya tersenyum hangat.
Senyum tersebut berubah, kini Deny menatap lurus.
"Baiklah, kalau begitu ayo kita lakukan. Aku sudah tidak sabar menunggu besok. Polos dan hati-hati, menyenangkan," ucap Deny yang juga bangkit dari kursinya lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman ke sang kakak.
Sebuah formalitas pertanda resminya perjanjian.
"Hahaha, ini game kedua kita setelah SMA, huh, ku pastikan kali ini akan lebih menyenangkan dari sudah-sudah."
Kedua sepupu tersebut berjabat tangan. Kuat sampai urat-urat menonjol.
Sebuah permainan seru. Seperti yang dikatakan Deny, Gerand tidak sabar menunggu hari esok datang.
Poor, Regianis and Jenny.
Apa yang akan terjadi setelah itu?
Bisakah para gadis menang?
Atau, siapa yang kalah?
*****
"Kita akan mulai hal yang menyenangkan. Dari sekarang. Lihat saja, banyak hal seru menanti."
Gerand menggebu saking semangatnya.
Permainan selalu buat orang brengsek seperti Gerand dan Deny bergairah.
Tak ada hal yang lebih menyenangkan selain perihal perempuan. Bak Gerand dan Deny adalah pecinta perempuan akut. Banyak hal yang akan mereka lakukan.
Semua hanya tentang hal mudah untuk orang-orang itu lakukan.
Kebiasaan yang tak bisa kedua orang tersebut buang adalah mencari kesenangan. Lalu sumber utama adalah, perempuan hot.
Deny senang, ia tidak sabar bermain dengan gadis manisnya.
***
Pagi menjelang, manusia sibuk dengan berbagai macam kegiatan, aktivitas maupun segala bentuk jalan hidup. Begitu pula Regianis dan Jenny. Yang satu memperhatikan, yang satunya lagi bersiap-siap.
"Kita pergi berdua ya. Aku ingin berangkat bersamamu," ujar Regianis sambil menatap lurus Jenny.
Berkat kejeliannya dalam memilih kalimat, Regianis bisa membujuk Jenny kasih alamat rumahnya. Jadilah, sekarang perempuan itu bertamu ke rumah seseorang yang ia anggap sebagai teman tersebut.
Entah Jenny anggap Regianis sebagai teman atau penganggu. Pagi-pagi sudah datang ngerusuh.
Terlalu cepat, Regi pun merasa gitu kok. Tapi ya ia suka. Tak pernah dalam hidup seorang Regianis pergi bertamu atau bahkan sekedar berkunjung ke rumah siapapun.
Regi tidak punya sahabat. Walau itu hanya satu orang. Nah sekali dapat, tingkahnya berlebih, mirip orang kelebihan imunisasi.
Regi hanya menghabiskan hidup bersama rutinitas sehari-hari. Only it. Lalu belajar, belajar dan belajar.
One in three.
Semua yang Regi lakukan berdasar asas kepentingan saja.
Jadi, saat bertemu dengan orang yang menarik perhatiannya ketika pertama kali bertemu, maka yang terjadi adalah seorang Regianis terlihat sangat senang.
Tiba-tiba berubah semangat meski itu terlihat beda jauh dari ia yang biasa. Aneh.
"Nona Regianis, Anda terlihat seperti anak kecil agresif. Aku jadi takut pada Anda. Anda... tidak punya kelainan, kan?"
Pertanyaan Jenny sontak membuat Regi tanpa ekspresi. Apa-apaan, ia malah dianggap anak kecil agresif?
Sebuah idom yang menggelikan. Mana ada anak kecil aneh wahai nona Jenny yang terhormat. Anak kecil itu imut dan buat gemas.
Wajah Regianis lesu, sakit lho dengar pemikiran buruk dari orang yang kita suka. Wah... benar-benar sekali.
"Pahadal aku bersikap biasa kok. Kamu masih belum menganggapku teman ya. Biar ku tekankan, ini namanya semangat bukan penganggu. Bicara saja masih menggunakan 'Anda.' Sebal," kata Regi sambil mengerucutkan bibir.
Semakin membuat aura aneh orang tersebut terpancar jelas.
Seingat Regianis, kemarin Jenny sudah menggunakan aku kamu. Lah sekarang kembali seperti bisa lagi. Jahat.
Regianis berhenti ikut Jenny yang tengah menyiapkan kue untuk ia bawa ke kantor. Bukan ikut sih melainkan lihat-lihat. Ganggu, sedikit.
Regi mengakuinya.
Bakat memasak Jenny sangat bagus. Berbeda dengan Regi yang hanya bisa memasak beberapa jenis makanan. Kalau kue, Regi tak terlalu bisa.
Tak masalah, yang penting Regi bisa masak. Saat mau makan tak harus beli diluar atau pesan.
Otak pintar Regi lebih banyak ia gunakan untuk belajar ketimbang memasak.
Tapi ya itu, Regi bisa masak. Kalau tidak, bagaimana ia bisa bertahan hidup?
Cacat ya, Regi bukan cuman bisa masak nasi ataupun lauk pauk. Kalau ada waktu senggang Regi bisa masak beberapa masakan luar daerah.
Completed lho.
"Oke, c'mon Regianis. Kamu bersikap biasa ya jangan berlebihan. Aku juga masih membiasakan diri lho."
Regianis tak tersinggung oleh ucapan Jenny. Yang penting sekarang ia bisa berteman dengan orang itu. Toh benar juga, walau cuma teman setiap orang butuh proses adaptasi.
Akhirnya Regianis punya teman. Seseorang yang ia kenal 'sesaat' dahulu ternyata rekan satu kantor.
"Kamu biasa naik apa?"
"Bus."
Jenny menjawab cepat.
"Sekarang ikut aku terus, kita naik motor. Aku bawa kendaraan. Biar sekalian kamu hemat ongkos ke kantor. Tenang saja gak usah bayar kok, khusus untuk kamu gratis."
Regi terlihat bangga. Ia saling bantu sesama rekan kantor. Hitung-hitung buat beramal.
"Are you sure?"
"Tentu."
"Baiklah. Tolong ingat perkataanku kemarin. Kamu harus bersikap lebih sopan ke orang-orang kantor terutama pak Gerand. Aku heran, kamu ini teman lamanya pak Gerand atau bagaimana sampai berani bicara kasar kemarin," kata Jenny saat akan menaiki motor Regianis.
Lah, Regi kena ceramah. Cuman memang benar juga sih, memang begitulah adanya.
*****