"Jadi kamu harus semangat. Mulai sekarang kita teman," ucap Regi sambil tersenyum ramah.
Suasana hati orang tersebut begitu baik sampai bisa mengatasi kekesalan dan amarah yang ia pikirkan sebelumnya. Euforia membuat semua hilang dan berganti begitu cepat. Akhirnya Regianis punya teman dekat.
Best friend forever. Good.
Regi bersyukur bertemu teman baik yang ia cari.
"Selamat siang semuanya."
Dengar suara tersebut wajah cerah Regi menegang, bukan sebatas itu tetapi juga merah saking kesalnya. Tangan Regi spontan mengepal kuat sebagai respon betapa marahnya orang tersebut.
Suara itu milik seseorang yang baru saja menghancurkan hidupnya sampai ke dasar. Orang yang menghancurkan lebih buruk dari hidup sulit seorang Regianis.
"Selamat siang Pak," kata Jenny cepat, menundukkan kepala, tidak berani menatap wajah bosnya.
Orang itu gugup bertemu langsung dengan pemimpin perusahaan tempat ia bekerja.
Kenapa Jenny bersikap demikian?
Jawabannya adalah, bisakah ia bersikap baik depan atasan yang tidak pernah bertemu secara langsung.
Jenny belum pernah bicara ke sang presdir.
"Bisakah Anda meninggalkan kami Pak, saya ingin bicara nyaman ke Jenny?" Regianis berucap santai yang tentu saja membuat Jenny kaget.
What!?
Itu presdir tempat mereka kerja lho. Kok?
Oh God.
Regianis sedang mengusir atasan?
Tanpa sadar Jenny menyenggol lengan orang tersebut. Tidak sopan.
Mereka bisa terjebak masalah!
Wajah Jenny khas orang takut.
Regianis yang mendapat senggolan Jenny hanya menatap datar.
Ia orang realistis, yang jelas orang dihadapan mereka menjebak ia beberapa waktu lalu.
"Sebelum ini tidak ada yang berani bicara buruk padaku. Lalu sekarang?" hardik Gerand sambil menatap datar ke dua perempuan dihadapannya.
Tangan bertengger di saku celana hitam yang ia pakai.
Bagus, cinta segitiga sangat menyenangkan. Gerand jamin Regi lebih buruk dari keadaan awal.
Easy.
Kenyataannya tidak ada cinta, yang ada hanyalah membuat game dan bermain. Anggap game yang mana Regianis dead.
Double kill.
"Permisi, Pak."
Awkward, karenalah Jenny membungkuk seperti orang memohon maaf. Ia pikir itu harus daripada nanti lebih buruk.
Keringat dingin mengalir disela-sela punggung perempuan tersebut sampai baju yang ia pakai basah.
Sebegitu takut?
Benar.
"Jangan berlebihan Jenny."
"Apa yang kamu katakan, ayo minta maaf. Kau tidak mabuk kan, biar ku tegaskan, orang ini adalah bos kita. CEO, tuan Gerand Yosefa."
Orang itu berbisik dengan harapan sang presdir tak mendengar suara cemprengnya.
Dalam banyak kesempatan Jenny pikir suaranya kurang enak didengar.
Regi langsung menarik napas dalam-dalam lalu mengatakan sesuatu. Jenny benar, kalau dipikir-pikir ia tidak harus bersikap buruk.
Dia harus jaga sikap. Terlebih sekarang adalah hari pertama bekerja. Selain itu Jenny tidak tahu apa-apa yang terjadi antara dirinya dengan CEO.
"Baiklah, maafkan saya Pak."
Kalimat permintaan maaf Regi membuat Gerand mengangkat alis. Lumayan, Gerand anggap wanita itu punya sistem pengendalian diri yang kuat. Sebelumnya ia pikir Regi akan penggal kepalanya.
Hanya ditegur sedikit oleh Jenny langsung nurut. Orang itu jelas berpengaruh untuk Regianis. Semacam guardian angel.
Akan menyenangkan bermain dengan keduanya.
"No problem. Oh, ayo makan siang bersama. Kita akan makan di kantin kantor."
Sekarang Jenny menganggakan mulut. Bos yang terkenal kejam mengajaknya makan siang bersama?
Bahkan dalam mimpi pun Jenny tidak pernah berkhayal sejauh itu. Lebih tepatnya ia menghindar dari hal tersebut.
Jenny bukanlah orang yang suka berurusan dengan orang-orang rumit seperti Gerand Yosefa.
Walau orang itu adalah orang terkaya di bumi.
Sifatnya yang kejam dan tidak manusiawi adalah sesuatu yang harus di pikirkan baik-baik oleh Jenny.
Terkenal lho. Banyak kalangan tahu lebih-lebih orang kantor.
Jangan sampai dia hancur di tangan orang kejam seperti Gerand.
Lantas, kenapa Jenny ingin bekerja di bawah perusahaan Yosefa Corp?
Semua orang butuh uang. Jenny pun punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Untuk kuliah, orang tersebut hanya mengandalkan beasiswa.
Jelas hidup itu tidak mudah.
"Dalam mimpimu Pak. Maaf, kami tidak bisa terima kasih," desis Regi yang menyuruh Jenny meninggalkan mereka.
Regianis tahu orang gila Gerand tertarik untuk bermain lagi. Lalu Jenny tidak boleh sampai terlibat.
Orang itu tak salah. Cukup yang terjadi hanya antara ia dan Gerand.
Jenny, Regianis harus melindungi orang tersebut.
"Tapi..."
"Cepat. Biar aku urus semuanya."
Dalam kekhawatiran yang melanda Regi berusaha terlihat normal. Jenny tak boleh curiga.
"Tapi?"
Jengah melihat sikap rekan kerja sekaligus temannya tersebut, tanpa pikir panjang, Regi langsung meraih tangan orang tersebut. Meninggalkan Gerand yang menatap lurus keduanya.
"Menarik."
Gerand tersenyum miring, tangan dimasukkan ke saku celana. Santai.
Penolakan bukanlah sesuatu yang harus Gerand besar-besarkan, yang penting dia dapat kesenangan.
Saat orang kesal, pergi, menjauh dan menghindar adalah respon bahwasanya ia menang.
Setelah itu tidak lama kemudian ponsel Gerand pun berdering. Pria tersebut mengangkat telepon. Masih terlihat santai.
[Halo.]
[Hei Kak, lama tak bertemu. Kau masih ingat aku kan?]
Gerand berdecak. Dasar orang gila. Penganggu!
[Maaf?]
Sikap menyebalkan Gerand diperuntukkan ke semua orang. Terlebih yang model buat jengkel.
[Wah, tega banget Kak, ini adik sepupumu lho. Oke, biar ku ingatkan. Namaku Deny Felixa. Sudah ingat?]
Gerand diam mendengar ocehan tak bermutu orang yang berbicara tersebut. Tentu saja dia ingat, bukan hanya ingat akan tetapi tahu persis.
Orang yang bicara dengannya sekarang adalah adik sepupunya yang tinggal di Amerika. Sepupu dari pihak ibu. Orang yang suka bermain wanita.
Sayangnya Deny memiliki tampilan berubah-ubah, mulai dari serius, sok polos, kejam sampai kalem. Berbanding terbalik dengan ia yang seorang player.
Binal.
Baik wanita jalang ataupun perawan sudah ia cicip. Dari sekian banyak orang yang ia jamah, tak ada satupun yang bertempat di posisi istimewa. No tulus.
Paham orang tersebut adalah tidak ada yang tulus, apalagi cinta, yang ada sebatas bermain dan bersenang-senang.
Lalu yang lebih menjijikkan lagi adalah dia bunglon yang bisa berubah menjadi apapun. Ketika mendapatkan target yang terbilang sulit maka dia akan menjelma menjadi orang lain.
Tergantung kepribadian orang yang menjadi sasaran. Untuk itu jangan heran jika seorang Deny bisa bertingkah seperti orang lugu.
Sok polos.
Kadang-kadang Gerand berpikir adik sepupunya lebih cocok jadi aktor daripada CEO. Benar, Deny Felixa seorang CEO seperti dia.
Sikap kedua orang tersebut mirip. Sama-sama kejam. Namun Deny lebih brengsek ketimbang Gerand Yosefa oleh sebab penyamarannya tersebut. Kalau Gerand sih apa adanya.
Meski dengan sederet sifat gila, Gerand harus mengakui, Deny adalah orang terlucu yang pernah dia lihat. Lebih tepatnya konyol.
[Halo Kak, kau masih di sana kan?]
Sekali lagi, Gerand tidak menanggapi ocehan tak bermutu sang adik sepupu. Dia hanya membiarkan bajingan tersebut bicara sesuka hatinya. Saat lelah orang itu akan berhenti dengan sendiri kok.
[Hei Kak, aku sedang ngomong. Setidaknya respon. Kalau tidak ku kasih tahu Tente lho.]
Gerand masih tak bergeming. Ketika ia mendengar mamanya disebut, orang itu hanya mengangkat alis sedikit lalu tertawa pelan.
Tukang lapor. Lulu sekali sih.
But seorang Gerand Yosefa sangat mencintai kedua orangtuanya. Saking sayang, presdir tersebut rela melakukan apapun termasuk saat berada dihadapan kedua bertingkah seperti anak kecil penurut. Gerand akan berubah menjadi orang baik yang sayang keluarga.
Anak mamy.
Sebuah penyamaran. Kamuflase. Gerand hanya ikut aturan yang dibuat orangtuanya.
Saat mereka bahagia Gerand pun turut senang.
[Kengapa kau menelepon. Cepat katakan atau aku akan mematikan teleponnya.]
[Santai saja Kak aku...]
Perkataan Deny tak dapat ia selesaikan sebab Gerand sudah lebih dulu menutup teleponnya.
Kemudian tak mempedulikan apapun orang tersebut pergi ke ruangan presdir.
Adik sepupu bukanlah seseorang yang harus Gerand pertimbangkan. Terutama saat Deny bercanda dengan cara yang luar biasa, yang pancing pengen nampol. Itu adalah hal yang tidak Gerand sukai.
Namun suara telepon berulangkali membuat Gerand akhirnya kesal. Saat ingin mematikan benda tersebut sebuah pesan membuat Gerand sulit bernapas.
Pesan penting sampai Gerand tak bisa menghindarinya.
Pesan apa itu?
Silahkan pastikan sendiri.
*****