Chereads / Berawal dari Satu Malam / Chapter 22 - 22 Game Over?

Chapter 22 - 22 Game Over?

Tak ada cinta. Tertarik sih sudah ada di zaman dahulu.

Lalu apakah cinta harus dicari?

Tak harus, hal sakral itu bisa datang dan pergi. Jikalau sudah pas, berhentilah berjalan.

Tak bisa memilih, atau tak bisa berbuat apapun?

Note: hidup sakit.

***

Lenguhan Rein terdengar. Redis mengeksplor bibirnya seperti tak ada hari esok. Jauh dan mengambil alih.

Sadar, tidak boleh!

Siapapun itu tolong hentikan aktivitas panas mereka. Jelas salah!

Syukurnya dalam sekali gerakan Rein berhasil melepas ciuman Redis yang sama sedang mengatur napas. Kedua orang itu masih dalam posisi intim.

Lepas, tapi tak menjauh.

Seperti digantung.

Rein memejamkan mata sebentar saat sadar posisinya belum aman. Kenapa usaha setengah-setengah!?

Ayo dong Rein, otakmu kok tidak berfungsi baik?

Harusnya langsung dorong!

"Hah. Hah. Hah."

Baik Rein dan Redis sibuk ambil napas, Rein menundukkan kepala dalam-dalam, takut lihat Redis. Padahal ini bukan ciuman pertama mereka.

Aneh, Rein menundukkan kepala dan bergetar. Hal itu entah mengapa buat kewarasan Redis muncul walau sedikit.

Sebab sudah ada sedikit, Redis pun akhirnya memutuskan pergi dari tempat tersebut. Berniat menghentikan permainan yang dimainkan oleh Rey juga.

Game over!

Bukan failed tapi stop, cancel!

Tidak, bukan rasa kasihan ataupun peduli yang membuat Redis berhenti. Ia hanya merasa tak pantas mengambil ketenangan hidup orang lain–untuk malam ini.

Sementara itu ia sendiri jauh dari tak tenang. Ia hanya tahu soal mencari tahu cara memperluas daerah dan cabang perusahaan. Bukan hidup tingkat ego dan sayang ke orang.

Oke, sekarang harus berhenti.

Tanpa mengatakan apapun Redis beranjak dari tempat tersebut. Meninggalkan Rein yang diam mematung ditempat.

Yang jelas Redis harus pergi!

Ciuman mereka, ciuman itulah yang justru membuat Redis tak ingin melanjutkan permainan. Sebuah ciuman yang syarat rasa takut tenggelam.

Ciuman yang entah kenapa terasa aneh dan konyol.

Karena itu Redis ingin berhenti.

Orang itu terlihat gusar, tanpa membuang banyak waktu Redis pun menghubungi Rey. Sialnya nomor sekretarisnya tak aktif. Tanpa pikir panjang Redis pun mencari keduanya.

Firasat Redis tidak enak.

"Ck merepotkan. Kalau bukan ingat Meri berpotensi bunuh orang, aku pasti tak mau repot-repot. Gak lucu Rey tewas dalam game yang dimainkannya."

Sepanjang pencarian Redis terus mengoceh. Dalam sudut pikiran yang lain merutuki dirinya sebab bertindak jauh.

Malam-malam cari orang yang ingin senang-senang.

Padahal Redis kan tak termasuk orang peduli. Otak dan respon tubuh connect hanya ke berkas-berkas kantor.

Lalu sekarang, yang ada malah mengumpat panggilan yang tidak terjawab. Ingin ia lempar tapi sayang. Ponsel itu adalah benda pertama yang menarik perhatian Redis. Didesign khusus bermotif buku dan berkas. Bukti kecintaannya ke aktivitas kantor.

"Apa yang kalian lakukan?"

Seketika itu juga Redis pun berbalik.

Holy shit!

Demi celana dalamnya Rey yang berwarna merah terang, kenapa pula Rein tiba-tiba muncul?

Mirip jailangkung.

Jangan lupa, orang itu menatap datar ke Redis.

Bukankah harusnya perempuan itu sibuk masak, atau setidaknya berpikir soal ciuman tadi?

Orang baru pertama kali dicium lembut kan biasanya gitu.

Lantas kenapa tiba-tiba malah main muncul mirip jailangkung begini?

Redis spontan menelan ludah susah payah. Yang ia lakukan hanya mematung ditempat.

Seumur-umur Redis tak pernah hanya diam, ia terbiasa melakukan apapun sepanjang hidup. Salah satunya kencan dengan berkas kantor. Setidaknya ada kegiatan, gak cuman beku seperti saat ini.

"Sial," gumam Redis tanpa sadar, yang walaupun pelan ternyata masih bisa didengar Rein.

Satu detik setelahnya mata perempuan tersebut membulat. Rein sedikit tahu yang sedang terjadi saat ini. Lebih tepatnya menebak.

Daya imajinasi seorang novelis sangat kuat. Insting bahkan lebih berkuasa diatas segalanya.

Sekarang yang harus Rein lakukan adalah menemukan Meri!

Tak boleh terlambat!

Harus gercep!

"Ikut aku, kita harus menemukan Meri."

Ha...?

Redis spontan membeo, mirip anak ayam yang baru turun dari tempat pengeraman sang induk. Ibarat baru pertama kali lihat makanan yang tidak tahu harus diapakan.

Dimakanlah Bang, bukan diliatin doang.

Oke, forget it. Mari kita kembali ke jalan cerita.

Rein yang tak punya banyak waktu pun langsung menarik tangan Redis. Terserah apapun yang terjadi, yang jelas mereka harus menemukan Meri sekarang.

Hey..., ada yang melupakan kalau Meri adalah atlet beladiri?

Walau begitu khawatir tak masalah, maaf, Rein tak ingin terjadi hal buruk pada sahabatnya.

Sekitar sepuluh menit sudah Redis dan Rein mencari keberadaan Meri dan Rey. Akan tetapi hasilnya nihil, sampai akhirnya Rein refleks berteriak tepat didepan wajah Redis.

Menunjuk tepat diwajah orang itu.

"Kau, apa yang kalian lakukan. Kalau terjadi apa-apa ke Meri aku akan memotong angry bird kalian."

Angry bird?

Ungkapan yang lebih nyata dan bagus ada gak?

Bunyi jangkrik malam mendominasi. Bayagin pakai mata batin ya biar nyambung.

Sontak Redis pun tertawa terbahak-bahak. Melupakan sebenar yang tengah mereka alami.

Hal tersebut tentu buat Rein murka. Alhasil saat Redis tertawa sambil memegang perutnya, Rein menendang alat vital orang itu setengah kuat.

Nah..., belum apa-apa langsung kena servis mendadak kan itu angry bird. Salah sendiri sih.

Tak ada rasa kasihan sedikit pun dari Rein. Ia mengibaskan rambut yang sengaja pas depan wajah Redis. Double deh. Setelah itu ia pun keluar rumah untuk mencari keberadaan Meri, sahabatnya. Didalam gak ketemu, ya cari ke tempat lain.

Biar Redis nelangsa akibat tendangan Rein. Azab itu mah.

Tak lupa Rein membawa ponsel yang memang ia letakkan dalam saku.

Sebagai seorang penulis lepas di beberapa flatform online, Rein seperti tak bisa lepas dari yang namanya handphone dan laptop.

Bahkan saat sedang buang air kecil dan besar sekalipun, ia bisa menulis kalau-kalau ada inspirasi.

Rein adalah tipe orang yang fleksibel, makanya itu ide bisa muncul kapan saja.

Butuh kenyamanan saat menulis, satu-satunya yang membuat Rein nyaman adalah ketenangan dimana tak ada satu orang pun menganggu.

Lebih dalam, musik adalah sesuatu yang sangat seru sebagai pengiring. Nah, tinggal rileks.

"Meri..., kamu dimana sih?" Rein bertanya ke diri sendiri, ponsel terus berada di telinga, ibarat sudah mentok, nempel kayak ada perangko.

Rein harus menemukan Meri.

Ah iya, Rein ingat, ada satu tempat yang sering Meri kunjungi, yaitu taman dekat komplek perumahan mereka.

Meri suka melihat yang indah-indah, jadi ia akan kesana atau menemui Rein saat sedang pusing ataupun stres oleh tugas kantor yang menumpuk.

Terserah mau Meri ada atau tidak ditempat tersebut, Rein langsung pergi ke lokasi. Tak ada banyak waktu berpikir. Ia harus cepat!

"Meri!"

Aduh, si Rein, sudah seperti orang ngejar maling bukannya orang hilang?

Bayagin, sambil lari-lari lho.

Samar-samar Rein melihat seseorang, jarak keduanya sangat intim. Oh, berarti bukan seseorang melainkan dua.

Ting, itu tuh tanda otak Rein udah connect. tanpa membuang banyak waktu Rein menghampiri kedua orang tersebut. Tak berpikir itu adalah sepasang kekasih yang tengah berpacaran.

Kalau benar, bisa kena masalah si Rein. Atau justru sepasang kekasih tersebut yang dapat masalah sebab mesum ditempat umum.

Saat sampai Rein langsung berteriak. Hitung-hitung menghentikan perbuatan mesum entah siapapun pelakunya.

"Hey kalian!"

Seketika itu juga keduanya pun berhenti berciuman.

Dalam hati Rein menggerutu.

Sial. Kenapa lihat adegan ciuman panas secara live?

Mata Rein sudah tak suci lagi.

Rein perhatikan keduanya lebih teliti, mata orang sontak membola, Rein akhirnya sadar kalau itu adalah Meri, sahabatnya yang ia cari kasak kusuk.

Dengan cahaya minim, pandangan Rein memang kurang jelas, tapi ia yakin. 100%.

Meri...!?

Berciuman dengan siapa?

A Kiss Hot!?

Shit!!!

Meri sahabat Rein yang super polos berciuman panas?

Itu kelihatan seperti ayam telanjang, itu lho yang gak punya bulu.

Rein yang awalnya berjarak kurang lebih satu meter menghampiri kedua orang tersebut. Dikarenakan jarak yang sudah dekat, keduanya tak bisa melakukan apapun, termasuk lari dan menghindar dari tatapan intimidasi Rein.

"Kalian? Apa aku ketinggalan sesuatu?" tanya Rein membeo.

Lebih mirip anak burung habis terjatuh saat sedang baru belajar terbang. Dalam hati berkata, 'sayapku ini gunanya untuk apa sih!?'

"Rey?"

Sontak semua orang mengalihkan pandangan. Ternyata si pemilik suara adalah Redis yang cara berjalannya aneh. Eh, Rein yang lari-lari kok terkejar ya...?

Ikut-ikutan lari...?

Oke, sudah, nanti dulu soal Redis, ada hal yang lebih penting.

Lantas, penjelasan seperti apa yang akan disampaikan oleh dua orang yang kepergok berciuman panas tersebut?

Bukankah Meri tidak menyukai Rey, ia justru membenci sang sekretaris

This is fucking!

Dunia tak bisa ditebak.

*****