Park Ji Min. Pria itu terus melihat ke arah Jung Ki sejak pria itu mengatakan jika dia sedang terjebak dalam keadaan yang membuatnya kesulitan, bahkan saat Jung Ki mengatakan pagi tadi pria itu masih menatap Jung Ki sangat tidak yakin dengan apa yang sekarang Jung Ki lakukan.
Bahkan sekarang masih jam makan malam, namun pria ibu terlihat sangat khawatir. "Kau tidak perlu cemas seperti itu, Kak. Aku akan baik-baik saja, kenapa kau menjadi sangat serius seperti ini?" kesal Jung Ki saat melihat Ji Min terlihat sangat berlebihan khawatir padanya, bahkan disaat seperti ini pun Jung Ki masih bisa tertawa kecil.
"Kau membohongiku, kau mengatakan akan pulang dan berakhir menginap di caffe. Lalu kau pikir ini bukan masalah?"
"Aku mencemaskanmu karena aku menyayangimu, Jung Ki." Terdengar marah, hanya saja Jung Ki tahu benar bagaimana Ji Min memperlakukannya memang selalu lembut, itu membuat Jung Ki justru tertawa kecil. "Kemarin aku hanya lupa membawa kunci cadangan rumahku," jawab Jung Ki dengan alasan yang sama seperti sebelumnya yang kali ini terdengar lebih rasional.
Mata tidak sangat percaya pada pria tersbeut lagi-lagi Ji Min keluarkan sengaja karena Jung Ki benar-benar pria yang sulit ditebak.
"Oh ya?" tanya Ji Min menaikan satu alisnya dengan wajah benar-benar mengejek membuat Jung Ki mengerucutkan bibirnya kesal. "Aku menjawab jujur, Kak." Ji Min menyerah, pria itu menghela nafasnta berat.
"Aku tahu kau tidak nyaman jika aku mendekatimu dengan cara berlebihan, aku tahu kau bisa tidak nyaman. Kita berteman hampir lima tahun terakhir, semua ini tidak akan membuatmu terus menutup masalahmu padaku, Jung Ki."
"Aku teman kerjamu, tapi aku juga kakakmu juga seharusnya," sambung Ji Min meminta penjelasan yang sudah terjadi antara dirinya dengan Jeon Jung Ki lagi. Pria itu menghela nafasnya berat, pria itu sedikit terbebani bahkan saat pembicaraan bukan masalah serius.
"Ya," jawab Jung Ki memilih melirik jam dinding kali ini dengan memilih mencuci tangannya dan menelfon seseorang lagi.
"Aku akan menceritakannya nanti, sedikit-sedikit. Tolong urus sebentar pelanggan nanti Kak Ji Min. Aku ada urusan sedikit sekarang." Jung Ki pergi meninggalkan Ji Min dengan beberapa pira yang mulai datang hari ini.
Ah ralat, hanya satu kali ini. Ji Min melihatnya datang saja hanya bisa menelan ludahnya sukar. Apa harus setiap malam seperti ini? Ji Min benar-benar merasa jantungnya ingin keluar dari dalam tubuhnya bahkan saat matanya saling menayap beberpa detik sebelum pria itu mengambil duduknya.
"Sial," umpat Ji Min sedikit salah tingkah dan membereskan sisa makan malamnya dengan Jung Ki dan membersihkan sebagian tangan dan penampilannya.
Kembali pada Jeon Jung Ki yang sedang di kamar mandi karena sebuah tuntuan. Dia harus menghubungi seseorang, hari ini pria itu tidak datang, hanya makanannya saja yang datang.
Jeon Jung Ki sedikit curiga karena pacarnya tidak menghubunginya sejak pagi, bahkan saat Jung Ki sengaja menghubungi dan menanyakan kabar pada pacarnya. Sayangnya sejak tadi pagi pria itu tidak mendapat jawabanya.
Hanya makanannya saja, dan bagi Jeon Jung Ki semua itu masih kurang, sekarang pria manis itu hanya bisa menghela nafasnya berat karena kecemasannya. "Apa Kak Tae Woo baik-baik saja? Dia tidak pernah sampai separah ini mengabaikan pesan dariku," ucap Jung Ki menyadari jika tadi malam keduanya tidak saling menelfon dan Jung Ki langsung tidur karena harus kembali ke caffe untuk tidur dan bekerja lagi esok harinya.
"Apa dia marah karena semalam?" Jung Ki menggigit bibirnya keras, dia bingung. Ada masalah yang harus dia luruskan, hanya saja Jung Ki tidak tahu apakah ini masalahnya.
Jung Ki tahu benar bagaimana Kim Tae Woo selalu datang dan Jung Ki juga sangat mengenal Kim Tae Woo bagaimana pria itu jika tidak datang pasti selalu mengabarinya.
Kali ini Jung Ki total marah, pria itu benar-benar khawatir bagaimana Tae Woo memperlakukan hal diluar dugaannya kali ini. Marah, khawatir dan cemas. Semua perasaannya bercampur dengan baik, pria manis itu hanya bisa mengetik banyak kata untuk mencaritahu apa yang sebenarnya terjadi.
(Kak Tae Woo maafkan aku, apakah aku menyinggungmu kemarin? Bukankah masalahnya sudah selesai waktu makan malam, apa sekarang kau ada masalah lagi? Tolong hubungi aku.)
(Setidaknya Kak, kau hanya perlu mengatakan satu kata jika kau sedang sibuk. Aku sangat mengkhawatirkanmu, kemarin malam kita tidak saling menelfon dan bertukar cerita, dan hal ini membuatku merasa tidak baik-baik saja ditambah kau tidak datang.)
(Setidaknya katakan padaku bagaimana kabarmu, apa yang sedang kau lakukan, dan kau kenapa. Kak, aku sangat mengkhawatirkanmu jika kau tidak menghubungiku satu hari saja.)
(Aku dalam masalah, lagi.)
Pada akhirnya Jung Ki menyerah, pria itu memilih untuk tidak melakukan apapun setelahnya. Jung Ki kenyimpan ponselnya dalam saku celanan kanannya, lalu kedua tangannya mulai dia bersihkan lebih dari sebelumnya untuk kembali bekerja.
Matanya melihat ke arah Ji Min dan seseorang yang sama yang selalu datang setiap malam berselingan. Mereka berdua saling berbicara dengan nada pendek dan amarah yang dimainkan. Jung Ki hanya bisa melirik jam dinding untuk mencaritahu berapa lama lagi dia akan selesai.
Dengan menunggu Ji Min datang, Jung Ki sengaja membersihkan smeua perlengkapannya bekejra. Sepertinya Jung Ki akan pulang lebih cepat, setidaknya untuk hal yang sama.
"Bagaimana dengan pria tadi? Apa dia tidak jadi memesan minuman?" tanya Jung Ki saat melihat Ji Min datang padanya sendirian. "Aku mengusirnya," jawab Ji Min yerlihat sangat marah walaupun wajahnya terlihat sangat memerah.
"Kenapa kau mengusirnya?" tanya balik Jung Ki yang bingung sebab Ji Min menatapnya tidak ingin ditanyai.
"Kak, kau tidak boleh seperti ini. Melarang bukan berarti kau seenaknya seperti itu pada Kak Yoon Seok. Dia butuh minuman kopi, tidak semua orang akan mati karena terlalu terlalu banyak mengonsumsi kafein. Tidak semuanya, jadi kau tidak harus melarang-larang Kak Yoon Seok seperti ini," ucap Jung Ki sedikit menasihati, tidak berusaha untuk lancang pria itu sekarang mulai membersihkan beberapa bagian yang kotor.
"Aku akan pulang lebih awal, ayo tutup lebih awal saja Kak Ji Min. Karena kemarin aku tidak pulang sekarang aku harus pulang sedikit lebih awal," minta Jung Kook saat dia berhasil menyelesaikan pekerjaannya dan akan membantu Park Ji Min menyelesaikan pekerjaannya.
"Kau sudah menghubungi Kak Seok Jin?" tanya Ji Min terlihat bertanya-tanya sebab sekarang masih terlalu awal untuk tutup. "Tolong bantu aku, aku akan mengatakannya pada Kak Seok Jin besok. Jika aku tidak pulang lebih awal hari ini kemungkinan besar empat hari kedepan caffe ini akan tutup. Aku tidak bisa menjaminnya Kak, kau tahu kan?" Ji Min akhirnya menyerah, dia menyelesaikan pekerjaannya membantu Jung Ki agar cepat sampai ke rumahnya nanti.
Limabelas menit menyelesaiakan pekejraannya baik Jung Ki atau Ji Min kedua pria itu mulai menyelesaikan semua pekerjananya sampai caffe tertulis 'tutup'.
"Terimakasih, Kak Ji Min." Pria manis tadi tersenyum dengan senang begitu yang dia mendapatkan senyum ramah dari teman kerjanya. "Tolong terima bantuanku, setidaknya satu kali."
"Aku selalu berangkat kerja dengan sepedaku, jika kau keberatan membawa sepedaku ayo ku antar kau sampai ke rumahmu saja. Semua akan baik-baik saja Jung Ki. Mempercepat kau sampai juga," minta Ji Min pada Jung Ki untuk kali ini mengizinkannya mengantar pria manis itu. Jung Ki menolaknya halus, dia menggelengkan kepalanya pelan.
"Maaf Kak Ji Min, untuk kali ini aku tidak bisa. Aku pulang dulu Kak Ji Min, selamat bertemu besok!!" Pria itu sengaja berlari agar Ji Min tidak mengejarnya, Ji Min juga sebenarnya tahu jika yang Jung Ki lakukan karena merasa tidak nyaman dengannya.
"Astaga anak itu," keluh Ji Min mengambil jalannnya sendiri untuk sampai ke rumahnya yang berlawanan jalannya. Jung Ki berlari lumayan jauh, dia sengaja berlari agar Ji Min tidak mengejarnya dan agar dirinya juga sampai ke rumah pamannya dengan cepat.
Pukul sebelas malam sekarang, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat juga. Limabelas menit berjalan cepat untuk sampai akhirnya Jung Ki sampai di rumah keluarga Jeon adik dari pihak ayah Jeon Jung Ki.
"Paman menunggumu sejak tadi," ucap pria dengan jaket tebal berdiri sejak tadi di depan rumahnya sendiri menunggu keponakannya pulang bekerja. "Kau menutup caffe tempatmu bekerja lebih awal?" tanya pamannya pada Jung Ki yang terlihat sangat mengkhawatirkannya, wajah khawatir dan lelah pamannya bahkan terlihat sangat jelas berubah drastis begitu Jung Ki pulang bekerja.
"Iya, karena pesan dari paman juga. Maaf kemarin aku tidak sempat mengirim pesan pada paman, aku pulang pukul dua pagi, ada sedikit masalah di caffe. Sebenarnya kemarin aku sudah hampir pulang, namun aku sudah kelelahan dan kembali ke caffe untuk tidur di sana saja."
"Maaf membuat paman menunggu," ucap Jung Ki dengan wajah sangat bersalah bagaimana pamannya menunggunya cukup lama, dan seperti apa Jung Ki membohongi pamannya yang sama baik.
"Bukan sepertt itu, Jung Ki. Paman memang mengkhawatirkanmu, dan sedikit marah pada Ji Hoon putra paman kemarin, tapi anak itu benar-benar sulit diatur. Paman kewalahan dan jadi sedikit emosional tadi pagi," ucap pamannya menceritakan setidaknya sedikit masalah yang terjadi kemarin bagaimana Ji Hoo menceritakannya pada Jung Ki saat satu hari yang sama.
"Kak Ji Hoon juga mengatakan padaku, kemarin Kak Ji Hoon datang ke bar bukan untuk minum-minum paman, dia pergi ke bar untuk kerja kelompok. Tugas akhir kuliahnya akan selesai tahun ini, dia sibuk. Mungkin kemarin paman salah paham?" tanya Jung Ki sedikit dibuat-buat suaranya seakan-akan jika pamannya memang salah paham antara dirinya dengan anaknya kemarin malam.
"Kau tahu darimana jika Ji Hoon pergi kerja kelompok dengan teman-temannya? Paman datang ke bar kemarin, dia hanya dengan dua pria dan--" Jung Ki tersenyum tipis kearah pamannya. "Paman, aku mendapatkan buktinya," ucap Jung Ki tanpa memotong pamannya sedang berbicara parena pria yang lebuh dewasa itu menghentikan suaranya.
"Masuklah Jung Ki, sepertinya kau sudah sangat lelah," ucap pamannya memberi sedikit kosekuensi pada anak laki-laki dari kakaknya untuk beristirahat lebih dulu. Jung Ki menurut, pria itu msuk dan mulai akan berjalan masuk menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti kali ini.
"Astaga!!" Pria yang berdiri dengan mata tajam elang itu menatap marah pada Jung Ki. "Kau sangat mendalami peranmu sebagai anak baik di keluargaku ternyata, Jeon pembawa sial."
Dia Jeon Ji Hoon. Pria manis, memiliki wajah kecil, rambut yang lanjang dan warna kuliat dominan putih itu kesal dengan apa yang Jung Ki lakukan pada ayahnya. "Bukankah hal ini yang kau inginkan dari kemarin dariku, Kak?" Ji Hoon memutar bola matanya malas.
"Dengan sok baik pada ayahku?" Jung Ki menghela nafasnya berat, dia selalu serba salah sekarang. "Aku lelah, bisa kita bicarakan besok saja?"