"Kenapa kau mengalihkan pembicaraan secepat itu, Jeon?" tanya Ji Hoon membuat pria yang baru saja bisa pulang, tidur setidaknya nyaman di ranjangnya dan menghela nafasnya lega berhasil menyelamatkan amarah pamannya untuk Ji Hoon justru pria itu memilih mencari masalah dengannya?
"Kak Ji Hoon, maafkan aku. Aku benar-benar kelelahan, aku harus mencuci bajuku, mandi dan beristirahat. Kenapa kau terus mencari masalah denganku saat aku sama sekali tidak bisa melawanmu, Kak." Setidaknya pria itu sudah membantu Ji Hoon, setidaknya pria itu pulang cepat hari ini karena ada pekerjaan lain juga di rumah. Mencuci pakaian, dan masih ada beberapa hal yang perlu dia selesaikan.
"Karena kau memang pantas mendapatkannya? Aku juga sebenarnya tidak tahu Jung Ki, tapi aku benar-benar membencimu," jawab Ji Hoon menatap tajam wajah Jung Ki dengan pria yang ditatap memilih melirik tanpa suara. "Aku bisa merasakannya," jawab Jung Ki memilih meninggalkan Ji Hoon di depan pintu masuk utama rumah tersebut membuat pria kecil itu berteriak kesalemaki Jeon Jung Ki.
"YAK! JEON JUNG KI! KAU MEMBUATKU MARAH!" teriak Ji Hoon dengan suara keras membuat seseorang memukul kepalanya dari belakang dengan sandal yang dia pakai saat di luar rumah menunggu keponakannya.
"Tutup mulutmu anak bodoh, sekarang sudah malam," tegur ayah Ji Hoon membuat pria itu merasa semakin kesal karena ayahnya selalu berpihak pada Jeon Jung Ki. "Kenapa aku tidak melihat telinga Jung Ki memerah? Kemarin aku terus meminta maaf dan meminta ampun pada ayah, tapi ayah menyakiti telingaku." Ji Hoon meminta penjelasan pada ayahnya kenapa pria itu memperlakukan dirinya dengan sepupunya jauh berbeda.
"Apa yang bisa diharapkan darimu, Jeon Ji Hoon. Ayah selalu memberikan apa yang kau inginkan, tapi kau tidak memberikan apa yang ayah inginkan. Tidak bisakah kau berkuliah dengan baik saja?"
"Biarkan Jeon Jung Ki bekerja, jangan membuatnya marah karena dia sudah lelah bekerja lebih dari delapanbelas jam dalam sehari," tegur pria itu berjalan masuk menuju kamarnya dengan istrinya meninggalkan anak laki-lakinya yang terus menatap kesal.
"Apa ayah pikir berkuliah dan mendapat nilai yang tinggi suatu hal yang mudah?" tanya Ji Hoon kehabisan kesabaran dengan menghela nafasnya berat mengingatnya. "Ish, pria menyusahkan itu," kesal Ji Hoon memilih masuk ke dalam kamarnya saat perasaannya masih belum puas memaki dan memberi Jung Ki pelajaran.
Kembali ke aktofitas Jeon Jung Ki, pria itu baru saja masuk ke kamarnya. Cukup luas ruangan ini, setidaknya ada ranjang, lemari besar, kaca berdiri, dan kamar mandi.
Kamar mandi di kamar pribadi milik Jung Ki juga sudsh memiliki mesin cuci dan beberapa ruang untuk mengeringkan pakaian agar tidak terkena hujan dan jatuh.
Jung Ki memilih merebahkan tubuhnya di ranjang tempat tidurnya guna meluruskan punggungnya karena dia berusaha sangat keras sejak kemarin. Pria itu sama sekali tidak tahu jika masalahnya akan semakin sulit.
Ji Hoon memang pria yang sulit dipahami, pria itu selalu membuat masalah dan berakhir Jung Ki yang akan menjadi pelindung dari Ji Hoon. Seperti itu terus sampai detik ini tidak berubah sama sekali.
"Astaga, kenapa hidupmu sangat menyedihkan Jeon Jung Ki," kesal pria itu menyebut namanya seakan-akan pria itu tiak sedang bebricara dengan dirinya sendiri.
Limabelas menit berlalu Jung Ki pada akhirnya bangkit, dia harus mencuci bajunya yang kemarin tidak sempat dia cuci. Pria itu selalu mencuci baju satu kali sehari, selain agar bibinya tidak melakukannya untuknya Jung Ki memilih untuk tetap melakukan hal semacam ini karena dia selalu mengingat apa yang ibu dan ayahnya lakukan setiap harinya.
Seingat Jung Ki, ibunya selalu mencuci baju kerja ayahnya setiap ayahnya pulang bekerja, entah itu malam atau siang ibunya selalu melakukannya. Alasannya hanya karena ibu dan ayah suka kebersihan dan benci melihat sesuatu yang kotor dan berantakan.
"Ayo, bersihkan semuanya Jeon Jung Ki." Pria itu terus memotivasi dan menyemangati dirinya sendiri untik melakukan hal-hal baik, Jung Ki tahu benar apa yang dilakukannya benar-benar membuatnya tidak dalam keadaan yang baik, dia kelelahan.
Bagi Jung Ki, ucapan semangat, dukungan yang dia dapat walaupun semua itu karena dirinya sendiri itu sudah membuat Jung Ki merasakan berenergi. Dia akan melupakan kelelahannya sendiri.
Pria itu bangkit, mengambil pakaiannya yang kemarin sempat dia pakai, dan melepaskan pakaiannya juga karena dia akan meninggalkan semua pakaian kotornya untuk dicuci dan pria itu akan mandi.
Selesai dengan pakaian kotornya, Jung Ki masuk ke kamar mandi dengan handuk terlilit dibagian pinggangnya, pria manis itu memilih mandi keramas walapun hanya bisa limabelas menit lamanya. Selesai dengan tubuhnya Jung Ki kembali menyelesaikan pakaian yang dia kenakan untuk menunggu cucianya selesai dikeringkan.
Ngomong-ngomong soal fasilitas kamarnya, Jung Ki sama sekali tidak meminta barang-barang seperti lemari, mesin cuci, sower dan barang-barang lainnya yang ada di kamar Jung Ki pada pamannya.
Pria manis itu memilih untuk menabung, membelinya dan menjaganya sendiri. Selain agar Jeon Ji Hoon tidak berpikir macam-macam padanya, hal semacam ini juga menjauhkan fitnah juga.
"Ayo berjemur baju-bajuku," ajak pria itu dengan mulai masuk ke ruangan tempat menjemur pakaian dan mulai sibuk dengan aktifitasnya sendiri.
Setidaknya pria itu akan tidur sebelum pukul duabelas. Dan untuk dirinya, Jung Ki sama sekali tidak pernah mendapatkan hal itu. Ini hanya karena berani, dan kelelahan juga.
"Kau selesai?" tanya suara orang yang tiba-tiba sudah ada di kamar Jung Ki saat pria itu selesai menjempur pakaian. "Astaga!" keluh Jung Ki memegang dadanya.
"Kau masuk kapan, Kak?" tanya Jung Ki menyimpan tempat menjemur pakaian basahnya tadi mulai berbicara dengan Jeon Ji Hoon.
"Kenapa? Bukankah kamarmu masih tetap rumahku?" tanya Ji Hoon terdengar sewot dan tidak bersahabat membuat Jung Ki merasa kelelahan menahan kemarahan dan kekesalannya karena setiap Jung Ki bertanya sesuatu yang serius, pria itu selalu menjawab dengan membicarakan soal rumah, dan batasan seorang Jeon Jung Kim
"Aku hanya bertanya, Kak." Ji Hoon memutar bola matanya malas saat melihat Jung Ki terlihat mengayominya dengan wajah sok dewasa terhadapnya. "Tapi kau menuduhku," balas Ji Hoon mrmbuat Jung Ki hanya bida terkeekhvkecil, pria itu berjalan mendekat ke arah Ji Hoon dan mengambil duduk di ranjangnya saja. "Dudukla, Kak," minta Jung Ki saat itu.
"Maafkan aku jika aku menyinggungmu, tapi aku sama sekali tidak bermaksud untuk itu," ucap Jung Ki, Ji Hoon melihatnya hanya bisa memutar bola matanya. "Aku mendapat amarah dari ayahku, itu semua karenamu," ucap Ji Hoon memulai kemarannya sejak beberapa menit yang lalu pria itu memikirkan kemarahan ayahnya dan menahan rasa sakit hatinya terhadap Jeon Jung Ki.
"Kenapa aku? Aku sudah mengikuti apa yang kau katakan, aku menjawab apa yang kau minta, aku tidak mengatakan hal aneh mengenai apa yang kau lakukan dengan --Akh!" Belum selesai Jung Ki berbicara pria itu mendapat tarikan kencang di kepalanya, rambut sedikit panjang Jeon Jung Ki ditarik kasar oleh kakak sepupunya.
"Kak, kenapa kau menarik rambutku," gumam Jung Ki dengan pertanyaan saat kedua tangan Jung Ki menahan satu pergelangan tangan Ji Hoon yang dengan kasar menarik rambutnya. "Apa ini rencanamu, Jung Ki?" tanya Ji Hoon mengeratkan kedua gigi atas dan bawahnya menahan kemarahan dan suaranya saat berbicara. "Maksud Kak Ji Hoon? Aku sama sekali tidak tahu," jawab Jung Ki sedikit meringis karena tarikan terhadap rambut kepalanya semakin mengeras.
"Kau sengaja tidak memilih kuliah bersamaku agar ayah lebih menyukaimu dan membenciku, kan? Ayah membenciku karena nilaiku tidak sebagus saat aku masih Sekolah Menengah Atas, dan sekarang ayah terus menyanjung namamu saat kau saja tidak berkuliah!"
"Kau sengaja memilih bekerja agar kau semakin mudah mempermalukanku dan membuatku tidak bisa membuat orang tuaku bangga kepadaku, kan?" tanya Ji Hoon yang kali ini satu tangan Jung Ki dia putar kebelakangan dan menekannya membuat Jung Ki sedikit meringis. "Kak, tanganku," keluh pria itu membuat Ji Hoon memutar bola matanya malas.
"Jawab pertanyaanku dulu," minta Ji Hoon dengan suara yang lebih keras seperti sebelumnya, ngomong-ngomong soal suara Ji Hoon yang keras, Jung Ki membuat ruangannya kedap suara. "Aku tidak bermaksud untuk --Akh --Akh --Akh, lepaskan dulu," racau Jung Ki saat merasakan tangannya benar-benar ditarik dan diputar secara kasar sampai bagian bahu yang sedikit ngilu dia rasakan.
"Kau ingin aku mematahkan tanganmu?" tanya Ji Hoon bertanya tepat di depan telinga Jung ki saat pria berkulit putih itu ada diposisi tubuh membelakangi Ji Hoon dan mulut Ji Hoon yang semakin dekat dengan telinga Jung Ki. "Aku tidak tahu jika dengan aku memilih bekerja semua itu membuatmu tersiksa kak," jawab cepat Jung Ki agar putaran tangan ke belakang yang Ji Hoon lakukan padanya dilepaskan, benar saja pria itu mendapat kesengganggan dengan melepas tarikan rambut kepalanya membuat Jung Ki semakin meringis. "Ah!"
"Tapi kau memilih fokus bekerja dan meninggalkan S1 mu demi uang?" tanya Ji Hoon membuat Jung Ki menggigit bibirnya mengingat jika kuliahnya saat itu berakhir diumur duapuluh tahun saja.
Jeon Jung Ki tidak lulus kuliah saat itu, karena sebuah tuntutan dan juga Ji Hoon juga, sayangnya semua itu terlihat transparan.
"Iya, anggap saja begitu," jawab Jung Ki memilih untuk mendorong tubuhnya ke belakang dan memukul kepalanya dengan kepala Ji Hoon agar pria itu melepaskan cekalan tangan Jung Ki.
Syukurnya Ji Hoon mengaduh karena kepala Jung Ki yang keras membuat Jung Ki bisa lepas dari cengkraman kasar milik Ji Hoon.
"Akh, bangsat!" Ji Hoon mengaduh cukup kotor dengan mulutnya, Jung Ki memilih untuk berdiri dan berjalan menjauh dari Ji Hoon.
Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang, Jung Ki bekerja dengan tangannya, dan dia tidak ingin membiarkannya tangannya rusak walaupun bahunya sakit sekarang.
"Kau mulai berani melawanku?" kesal Ji Hoon menatap marah dengan mengelus kepalanya karena Jung Ki memukul dengan kepalanya yang keras juga
"Kak, aku hanya berusaha melepaskan tanganku dari--"
BUG.
Jung Ki yang tidak siap benar-benar mendapatkan pukul dari tangan kecil milik Ji Hoon hanya bisa terjatuh, pria itu mengambil ikat pinggang yang tidak jauh dari tubuh Jung Ki dan memukulnya dengan keras.
CTAK!
"Akh, kak tunggu dulu!!!"
CTAK!
Ikat pinggang terus memukul tubuh Jung Ki saat niat awal Jung Ki melawan Ji Hoon hanya untuk membela diri.
"Kau menyakitiku, bangsat!" Jeon Ji Hoon marah tidak adil, pria itu terus memukuli sepupunya dengan keji.
Dua pria bermarga Jeon.