Melihat pria yang bekerja bersama dengan pacarnya mulai masuk ke kamar mandi yang mungkin saja mereka meminta Jung Ki untuk keluar karena ada pesanan lain membuat Tae Woo menjadi sangat khawatir dan memikirkan hal lain yang ada di kepalanya menjadi semakin.
Apa Park Ji Min seorang dominan atau tidak. Walaupun dalam isi kepalanya pria itu memiliki ciri khas yang sama seperti Jung Ki Tae Woo tidak bisa menutup kemungkinan yang sebenarnya terjadi jujur saja.
"Tuan, maaf. Apa anda sendiri?" tanya pria berumur itu ingin duduk di samping Kim Tae Woo yang saat itu sedang duduk gelisah tanpa minuman sedikitpun. "Iya," jawab Tae Woo memilih untuk menenangkan dirinya sendiri daripada gegabah.
Pria itu menghela nafasnya lega, tidak ada yang sedang dia takutkan lagi sekarang, dan baginya juga jika semakin mendominasi hidup Jung Ki terlalu ekspos Tae Woo akan mendapatkan masalah lebih dari satu juga.
"Syukurlah, aku ingin duduk sejak tadi. Caffe di sini sedang ramai, apa setiap harinya memang seperti itu?" tanya pria itu lagi membuat Tae Woo menelan ludahnya sukar tidak memaafkan siapapun karena pertanyaan pria tidak tahu itu. "Ya, aku selalu datang ke caffe ini setiap hari sebelum bekerja. Dan, tempat ini memang selalu ramai," jawab Tae Woo berusaha mengayomi pria tersebut dnegan pertanyaan tidak ingin menjauh namun berushaa menyentujinya agar menjauh darinya juga.
"Oh, aku baru tahu," jawabnya lagi, Tae Woo tidak mengatakan apapun mengingat apa yang sebenarnya terjadi benar-benar membuatnya tidak dalam keadaan baik-baik saja pada Jeon Jung Ki.
"Kau belum memesan minumanmu?" tanya pria tua tadi melihat jika mejanya hanya dipenuhi beberapa barangnya tidak dengan minuman dan pesanannya. "Aku belum memesannya," jawabnya jujur lagi.
"Banyak yang mengatakan caffe ini memiliki barista yang manis dan juga minumannya yang sangat enak untuk semua umur. Aku tertarik datang karena temanku merekomendasikan tempat ini, dulu aku juga bekerja sebagai barista. Jadi aku penasaran," ucap pria itu menceritakan sejarah hidupnya jika dia datang tanpa tujuan melainkan arahan, dan tanpa keinginan yang jelas hanya ingin menyesap saja.
"Jika kau mengatakan jika baristanya adalah pria yang manis, aku setuju. Untuk minumannya aku selalu memesan es coklat manis, aku tidak bisa meminum kopi dan beberapa jenis kafein lainnya." Tae Woo sedikit memberikan TMI pada pria itu jika dia sama sekali belum pernah meminum minuman buatan pria barista tersebut karena dia tidak bisa meminumnya.
"Apa kau kuat untuk meminum alkohol dengan kadar alkohol tinggi?" tanya pria tersebut seperti tidak terkejut dengan ucapan yang Tae Woo katakan justru beralih bertanya hal lain yang membuat Tae Woo sedikit privasi saat menjawabnya.
"Bukankah itu privasiku, tuan?" Tae Woo menjawabnya dengan sopan tanpa berusaha menginjak harga diri pria tersebut, dan pria tadi hanya bisa terkekeh mendengar Tae Woo tidak menjawabnya.
"Aku tahu betul jika pria tidak bisa meminum kopi dan beberapa minuman berkafein justru peminum yang baik. Jika kau merasa tersinggung dengan pertanyaan aku tidak mempermasalahkamnya, aku memiliki teman sepertimu juga." Tae Woo menganggukkan kepalanya cepat, kali ini matanya melihat pada Jung Ki yang datang dengan Ji Min.
Kali ini mata Tae Woo terkejut bukan main saat topi yang Jung Ki pakai sudah tidak ada begitupun dengan masker di wajah dan hidungnya.
"Darimana semua luka itu," gumam pria itu menyadari jika sejak tadi Jung Ki sengaja menggunakan masker di wajahnya bukan tanpa alasan juga. "Kau bertanya padanya saat kau sedang duduk di sini?" tanya seseorang yang duduk di samping Tae Woo membuat pria itu tersadar jika dirinya sedang tidak diam-diam saja.
Pria itu kembali bertanya dengan wajah dan mata penuh harapan. "Apa kau memiliki hubungan darah dengan pria itu? Kau sangat mengkhawatirkannya," ucapnya lagi, kali ini Tae Woo benar-benar dalam masalah besar jika matanya terlalu serius saat melihat Jung Ki sekarang.
"Maaf, bukankah ini privasiku lagi? Kenapa kau berbicara terlalu jauh sekarang?" tanya Tae Woo tidak terima dengan apa yang pria itu lakukan padanya. "Kau marah karena apa? Apa kau tersinggung dengan pertanyaanku?"
"Tuan, kalian sama-sama pria. Bagaimana kau marah saat aku mengatakan hubunganmu dengan pria manis barista itu saat kalian saja sudah jelas tidak akan pernah bisa bersatu sama sekali. Aku bertanya apakah dia adikmu, kenapa kau tidak terima?" Kali ini Kim Tae Woo benar-benar marah, dia sama sekali tidak nyaman dengan mulut pria tua itu bahkan saat pria itu tahu jika apa yang dia tanyakan bukanlah sebuah pertanyaan yang sopan ditanyakan pada pria asing seperti Tae Woo karena mereka tidak saling berbicara juga sebelumnya
"Haruskah aku yang pindah dari tempatku? Apakah kau tidak keberatan pergi dari tempatku?" tanya Tae Woo langsung membuat pria tadi melihat mata Tae Woo dengan serius dan kembali berbicara.
"Tuan, tidak ada yang bisa dipaksakan dalam hidup. Jika kau melakukan kesalahan diawal dan kau tahu, seharusnya kau menutup kesalahan tersebut. Tidak ada yang bisa dibenarkan dalam tindakanmy sebenarnya, tapi yang sedang kau rasakan sekarang bukanlah cinta yang abadi." Pria itu berjalan mendekat ke arah pria bermarga keluarga Park untuk memesan minuman pesanannya.
Dia tidak akan meminum di tempat yang sama dengan Kim Tae Woo setelah berbicara cukup lancang, hanya saja pria itu juga butuh waktunya untuk mengakui apa yang dia lakukan adalah kesalahan juga.
Setelah melihat pria itu keluar dari caffe dengan kopi hangat di tangannya Tae Woo kembali melihat ke arah Jung Ki kali ini. "Pria itu pikir hanya aku yang mencintai sendirian? Bodoh sekali! Kami melakukannya karena kami tahu kosekuensinya, kami tidak bodoh. Ini memang salah, sangat buruk, dan kotor. Tapi kami tahu, jika menjadi pendosa sebelum mati membuat kami bahagia kami mau-mau saja melakukannya. Ini hanya perihal, bagaiman kami memulai, menjalani, dan mengakhirinya."
"Kami bahkan baru saja akan memulainya, semuanya belum dimuali," sambung Tae Woo menyadari jika pria tersebut berusaha untuk mengalihkan tatapan matanya terhadap pria barista yang pria itu maksud adalah Jeon Jung Ki.
Sebelum semakin menjauh, pria itu berusaha menasihati apa yang Tae Woo lakukan adalah salah, pria itu berusaha menegur Tae Woo tidak tanpa alasan, pria itu tentu tidak tahu jika pada kenyataannya keduanya memiliki hubungan serius.
Jadi, Tae Woo tidak akan mempermasalahnya dengan perasaannya juga kali ini. Pria itu akan menganggapnya semuanya hanya angin yang berusaha menerpanya sendirian.
Kali ini mata Tae Woo kembali melihat ke arah Jung Ki, dana Ji Min terlihat berbicara banyak dan memarahi Jeon Jung Ki karena sesuatu. Melihat bagaimana mulut kecil dan tembam milik pria Park itu terus mengomeli Jung Ki membhat Tae Woo terkekeh karena sejak tadi Jung Ki hanya bisa mengerucutkan bibir bawahnya lucu.
Ada rasa khawatir yang Tae Woo singkirkan sejak tadi, luka-luka kecil dan memar yang cukup banyak milik Jung Ki membuat Tae Woo merasa jika itu bukankah luka biasa. Bahkan ringisan kecil yang terlihat dari bibir Jung Ki terlihat jelas jika itu bukan hanya satu, dan pria itu harus bekerja tanpa henti juga.
Kali ini Tae Woo menajamkan pendengarannya, dia ingin mendengar apa yang sebenarnya pria Park itu katakan pada Jung Ki karena pria itu memilih untuk tetap diam dalam pendiriannya tanoa membuka suara.
"Aku tidak mau tahu, apapun yang terjadi nanti, aku hanya ingin melihatnya saat caffe tutup nantu malam."
"Aku tidak perduli apa yang akan kau lakukan nanti, jika kau tetap memaksa untuk tidak melakukannya aku akan menelfon Kak Seok Jin dan memaksamu untuk melakukannya."
"Apa kau mendengarku? Aku mengkhawatirkanmu brengsek!"
Tae Woo mulai sedikit bingung dengan apa yang Ji Min katakan pads Jung Ki, mengenah apa dan kenapa pria itu terus memaksa Jung Ki untuk melakukannya tanpa pria itu ingin katakan jika Jung Ki menyetujuinya.
Merasa tidak ingin ada salah paham akhirnya Tae Woo memilih untuk mendengarkamnya satu kali lagi.
"Lukamu akan infeksi jika tidak diobati, jika kau tetap egois untuk tidak ku bantu mengobatinya tubuhmu bisa rusak, apa kau tuli?"
"Ya! Jeon Jung Ki, kenapa kau terus keras kepala pada dirimu sendiri! Aku berniat membantuku."
"Aku melakukannya karena aku perduli, aku tidak ingin kau sakit bahkan sampai lebih parah dari ini. Apa kau mendengarku?"
"Sudahlah Kak Ji Min, kau membuatku pusing. Telingaku sakit," balas Jung Ki karena sejak tadi pria pendek itu terus mengomelinya tanpa berhenti.
"Aku melakukannya karena aku perduli padaku," balas Ji Min tidak kalah tinggi suaranya mbuat Jung Ki memilih kalah. "Iya, aku tahu kau perduli padaku," jawab Jung Ki membiarkan Ji Min melayani pelanggannya yang mulai datang.
Jung Ki sendirian, melihat waktu makan siang sudah akan datang Tae Woo pada akhirnya berjalan meninggalkan caffe tersebut. Dengan peralatannya dan juga ponselnya Tae Woo berjalan ke arah Jung Ki untuk berbicara sedikit saja.
Langkahnya mendekat, Ji Min yang paling peka. Pria itu memilih untuk diam di tempatnya sebelum Tae Woo selesai berbicara dengan Jung Ki.
"Jeon Jung Ki," panggil Tae Woo berusaha berbicara pada Jung Ki jika dia ingin berbicara lebih dari ini. "Ya?" jawab Jung Ki debgan suara tidak melebih-lebihnya dan biasa saja juga.
"Kau baik-baik saja?" tanya Tae Woo langsung menanyakan keadaan Jung Ki tanpa melihat keadaan wajahnya dan menanyakan semua luka lebam di wajahnya juga.
"Aku baik-baik saja," jawab Jung Ki membuat Tae Woo menganggukkan kepalanya pelan tidak mempermasalahnya. "Baiklah."
"Dimana ponselmu?" tanya Tae Woo pada Jung Ki yang menanyakam keberadaan ponselnya karena sejak tadi pesan darinya masih belum dibaca.
"Sepertinya aku melupakan ponselku, aku tidak membawanya," jawab Jung Ki setelah dia pengecek saku celananya. "Maafkan aku, Kak." Tae Woo menganggukkan kepalanya pelan, lagi-lagi Tae Woo terlihat tidak mempermasalahkannya lagi.
"Aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik," ucap Tae Woo berpamitan pergi untuk kembali ke kantornya. "Kak, tunggu sebentar." Jung Ki terlihat jelas menahan kepergian Tae Woo.
Pria itu berhenti dan wajahnya tidak berbalik. "Kenapa?"
"Terimakasih makan siangnya," jawab Jung Ki mengatakannya untuk hari ini. "Makanlah dengan baik Jung Ki, aku memesankan makanan yang tidak akan merusak mulut bagian dalammu." Tae Woo berjalan menjauh meninggalkan caffe tersebut dengan tersenyum kecut.
"Menyakitkan mendengarnya," gumam Jung Ki kecil.