Pria itu terbangun pukul sembilan lebih duapuluh tiga menit. Kepalanya sangat pusing dan dirinya merasa begitu sangat tidak baik-baik saja setelah meminum banyak minuman beralkohol kemarin malam.
Tae Woo memang kuat untuk minum, dia bahkan bisa meminum minuman keras beralkohol tinggi berapapun sampai Tae Woo tidak pingsan lebih dulu.
Hanya saja Tae Woo tadi malam hanya meminum tiga liter alkohol miliknya karena pikirannya sedang kosong.
Genap pukul lima pagi tadi Tae Woo baru saja bisa tertidur dengan kepalanya yang pusing dan nyenyak tidurnya beberapa kali setelahnya.
Bangun-bangun Tae Woo benar-benar merasakan tubuhnya tidak dalam keadaan baik-baik saja, pria itu hanya bisa memijat kepalanya pelan tanpa suara. Wajahnya menatap serius pada jam dinding dimana dia terlambat berangkat ke kantor dan juga peegi ke caffe milik pacarnya.
Bahkan kali ini, bukannya mengambil ponsel pria itu memilih untuk tetap pergi ke kamar mandi langsung datang ke kantor perusahaan milik peninggalan kakeknya.
Dengan tubuh berat, tatapan sedikit sayu, dan semua tubuhnya terasa begitu ngilu dan sakit pada akhirnya Kim Tae Woo hanya bisa langsung pergi ke kamar mandi, menyiapkan bak mandi untuk dirinya berendam tanpa banyak bicara.
Pria itu hanya bisa melanjutkan tidurnya dengan berendam sedikit, tidak ada bicara, hingga pada akhirnya Kim Tae Woo datang ke kantor tepat pukul sepuluh lebih delapanbelas menit tepat di depan kantor perusahaannya.
"Pagi tuan Kim Tae Woo," sapa penjaga depan kantornya yang sama dimana Hoo Sik juga mendapat sapaan yang sama darinya juga tadi pagi. "Ya." Pria itu merespon pelan dan memilih untuk tetap sama, dia melakukan apa yang menurutnya benar dan biasa-biasa saja.
Kim Tae Woo mengabaikan apa yang orang-orang katakan, sebagian besar menyambut kedatangan Kim Tae Woo, tapi pria itu memilih untuk menatapnya dengan tatapan datar tanpa jawaban.
"Kau ingin sesuatu, tuan Kim Tae Woo?" tanya seseorang dengan tubuh tinggi memiliki sekitar seratus delapanpuluh lebih centi meter. Mata tajam Tae Woo hanya menyapa dengan gerakan mata tanpa suara. "Jawab pertanyaanku saja jika kau keberatan, Tae Woo." Nam Gi terlihat keberatan bagaimana Tae Woo merespon diirnya dengan tayaoan saja, pria itu menghela nafasnya berat dan memilik menjawabnya sedikit.
"Tadi malam aku mabuk, Kak. Aku tidak dalam keadaan baik-baik saja, maafkan aku." Pria itu menkawab dan langsung pergi menuju ruang kerjanya sendiri dan meninggalkan Nam Gi yang berpapasan dengannya di depan lift perusahaan kantornya saat itu.
"Berapa banyak kau meminumnya?" tanya Nam Gi sebelum Tae Woo tenggelam dalam pintu ruangannya. "Hampir lima botol," jawab Tae Woo hampir menghilang, Nam Gi yang mendengarnya hanya bisa tertawa tanpa bicara dan lucu mengingatnya.
"Senang melihatmu berbicara, Tae Woo." Bahkan Nam Gi hanya tidak bisa menutup rasa syukurkan dimana Tae Woo setidaknya menjawab pertanyaan darinya tanpa memperlamanya.
"Kau datang?" Seseorang menyapa kedatangan Tae Woo walaupun dia juga tidak menyangkal jika sepupunya akan datang hari ini cukup pagi, biasanya Tae Woo hanya akan datang setelah makan siang.
"Ya, aku sengaja," jawab Tae Woo membuat Hoo Sik menghela nafasnya lega dan membiarkan posisi meja milik Tae Woo terlihat berantakan tanpa dibuat-buat.
"Kau ingin aku apa?" tanya Hoo Sik membuat Tae Woo melirik pada wajah kakak sepupunya sebab dia juga tidak tahu hati ini hatus melakukan apa.
Tubuhnya memang masih belum segar, tapi pria itu hanya bisa menatap Hoo Sik tanpa bicara namun tatapannya terlihat sangat jelas jika dia sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Kau membenciku?" tanya Hoo Sik membuat pria yang ditatap dan diberi pertanyaan hanya bisa diam tidak menjawab. "Aku menelfonmu tadi pagi, kau sedang pulang tertidur, aku bisa tahu kau sedang tidak baik-baik saja."
"Tapi terimakasih," jawab Hoo Sik memperjelas apa yang sebenarnya sejak terjadi diantara keduanya membuat Tae Woo terkekeh kecil. "Seharusnya pembicaraan ini terjadi menjadi semakin manis, tapi kau justru membuatnya menjadi pedas."
"Aku marah padamu karena masalah tadi maalm, kau maish mengingatnya kak?" tanya Tae Woo menaikan satu alisnya, dengan wajah biasa saja Tae Woo bahkan hanya berusaha menarik apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan sepupunya.
Iya, Jung Hoo Sik dan kedekatannya dengan ibunya.
"Tae Woo, kau hanya butuh banyak komunikasi dan percaya padaku. Yakinkan dirimu jika aku tidak akan pernah mengambilnya," jawab Hoo Sik meyakinkan pada Kim Tae Woo jika pria itu tidak akan pernah dan bermaksud merebut itu Tae Woo walaupun dia kebilangan kedua orang tuanya.
"Aku tidak tahu," jawabnya singkat, pria itu bahkan hanya bisa menghela nafasnya tanpa bicara panjang lebar. "Dan sejujurnya kau juga tidak tahu."
"Bagaimana bisa kau tahu, Kak?" tanya balik Tae Woo meminta penjelasan pada Hoo Sik karena pria itu sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan jelas.
"Aku yang pukang ke rumahmu, aku yang melihat ibumu, aku yang tahu bagaimana rasa khawatir dan sayangnya ibumu terhadapmu. Aku tidak mengambilnya, Tae Woo. Ibumu mengkhawatirkanmu, aku hanya sebagai alat dan jembatan bagaimana ibu berusaha mencari infomasi. Itu saja," jelas Hoo Sik tidak lelah sama sekali, pria itu benar-benar menjelaskan hal yang sama tanpa memperkeruh suasana juga.
Sauanhnya yang Tae Woo dapatkan sangat jauh degan apa yang sebenarnya terjadi dianyara dirinya dan juga sepupunya. "Hey," panggil Hoo Sik berusaha menjelaskan lebih baik lagi pada sepupu laki-lakinya jika diantara dirinya dan Tae Woo hanya ada salah paahm sedikir saja.
Ini hanya karena faktor kurangnya komunikasi antara ibu dan anaknya, lalu kesalahan bibinya yang terlalu banyak bicara padanya hanya untuk tahu infomasi Tae Woo tanpa wanita itu menghubungi baik-baik anak laki-lakinya sendiri.
"Kak, diamlah. Kau hanya memperpanjang pusingku saja," ucap Tae Woo berusaha mengalihkan pembucaraan antara dirinya dengan Jung Hoo Sik sebab masalahnya dengan pria itu hanya karena masalah ibunya dan pekerjaannya.
"Oh ya? Kau membuat tapi kau tidak ingin mengakhiri," timpal Hoo Sik membuat Tae Woo menghela nafasnya berat tanpa suara, pria itu menatap malas ke arah sepupunya tanpa bicara, bahkan kali ini Tae Woo benar-benar berusaha menutup semua kemarahan dan kekecewaannya sebab pembicaraanya kali terakhir dengan ibunya.
Tae Woo tersenyum, Hoo Sik tahu betul apa yang sedang Tae Woo pikirkan selain menuduhnya yang tidak-tidak. "Berhenti mengatakan jika aku membuka pakaian ibumu dan menyetubuhinya," tegur Hoo Sik sebab pikiran gila Tae Woo benar-benar selalu mengarah yang kotor-kotor dengan apa yang sebenarnya terjadi jauh berbeda.
"Aku tidak ingin mengatakan seperti itu." Tae Woo menyangkalnya dengan baik kali ini. "Tapi apakah kau memang membuka pakaian ibuku dan bercinta dengannya juga di kamar mandi?" tanya Tae Woo lebih gila membuat Hoo Sik sedikit tertekan kala itu, sayangnya pria tadi, yang baru saja selesai mabuk tadi pagi hanya bisa terkekeh kecil.
"Apa kau ayahku, Jung Hoo Sik?" tanya kembali Kim Tae Woo membuat Hoo Sik hanya bisa memutar bola matamya malas. "Umurku denganmu hanya berbeda beberapa tahun, bajigan! Bagaimana seorang bayi menyetubuhi wanita dewasa dasar bodoh!" kesal Hoo Sik membuat Tae Woo terkekeh kecil tanpa bicara.
"Aku hanya sedang mabuk, Kak. Kau pergi saja," usir Tae Woo mendorong Hoo Sik dari mejanya dan mengusir pria itu untuk cepat-cepat keluar dari ruangannya tanpa mengatakan apapun atau bahkan memlerlambatnya.
"Maksudmu?" Tae Woo menganggukkan kepalanya pelan, pria itu menujuk jarinya naik ke atas lalu menurunkannya semakin ke wajah menujukan jika dia akan melakukan sesuatu untuk menurunkan sesuatu secara drastis. "Jangan gila, Kim Tae Woo." Pria itu terkekeh begitu mendapat peringatan tajam dari sepupunya.
"Memangnya kenapa?" tanya Tae Woo seakan-akan dia tidak tahu sama sekali mengenai jawaban apa yang sebenarnya sedang berusaha dia pikirkan. "Kau akan mendapat masalah semakin besar," jawab Hoo Sik memberi peringatan secara halus walaupun pada akhirnya Tae Woo hanya terkekeh.
"Oh, kalau itu aku tahu," jawabnya santai. "Aku hanya sedang memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa menyusul ibumu, Kak Hoo Sik. Sepertinya paman dan bibiku sedang senang di sana, kau tertekan hidup bersamaku dan ibuku. Bukankah akan lebih adil jika aku ikut paman dan bibi bagaimana kau ikut pada ibuku?" Jung Hoo Sik, pria itu sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan dan sedikit halusinasi berlebihan dari Tae Woo.
Pris itu bahkan semakin liar, dia tidak bisa mengondisikan bicaranya membuat Hoo Sik sedikit terbebani. "Katakan padaku kau sedang baik-baik saja," desak Hoo Sik pada jawaban yang sama dimana Tae Woo hanya terkekeh memperlihatkan wajah tegas dan warasnya. "Aku baik-baik saja," jawab Tae Woo dengan suara orang biasa saja dan tidak mabuk sedikitpun, pria itu hanya menaikan satu alisnya pelan memberi ketegasan pada sepupunya.
"Lalu apa kau sadar dengan apa yang kau katakan?" tanya balik, lagi. Tae Woo menghela nafasnya berat, pria itu terlihat sangat sehat dan baik-baik saja dengan apa yang baru saja terjadi. "Aku sadar, seratus persen juga." Hoo Sik menganggukkan kepalanya pelan.
"Lalu ada masalah apa lagi ini?" Hoo Sik meminta penjelasan dimana mood Tae Woo sedang sangat sensitif hari ini. "Ini masalah bibimu." Hoo Sik hampir tersedak ludahnya sendiri begitu mendengar Tae Woo memanggil ibunya dengan sebutan bibi Hoo Sik.
"Dia ibumu, Tae Woo," tehur Hoo sik benar-benar kewalahan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi diantara Tae Woo dengan ibunya, sekaligus bibi Jung Hoo Sik sebenarnya. "Aku lupa."
"Seingatku, dia ibumu." Malas meladeni Tae Woo, pria itu hanya bisa mengalihkan perasaan marahnya dengan diam dan membuang wajahnya malas menjelaskan lebih jelas lagi. "Bangsat!" Tae Woo terkekeh melihat Hoo Sik mengumpat sangat kesal.
"Aku hanya tahu jika dilahirkan melalui rahimnya sangat menyakitkan daripada harus menjadi anak dari kakaknya," jelas Tae Woo lagi-lagi membuat Hoo Sik hanya bisa menyerah dan tersinggung tampa suara. Pria itu memilih meninggalkan ruang kerja Tae Woo tanpa bicara.
"Tutup pintu ruanganku dengan erat, jangan masuk ke ruangan ini sampai keadaanmu baik-baik saja Kak. Aku hampir gila juga!!" Tae Woo berteriak, dia memerintah Hoo Sik untuk menutup pintu ruanganya dengan cepat.
Hoo Sik sengaja keluar, pria itu berjalan menuju ruangannya dengan wajah tidak baik-baik saja.
"Ada apa Jung?" tanya pria satu tahun lahir yang sama dengan Hoo Sik. "Datanglah ke ruanganmu, Nam Gi." Setelah mengatakannya Hoo Sik terlihat langsung menuju ruangannya tanpa ingin menjawab.
"Oh, apa ini soal bibi dan adik sepupunya lagi?"