Kantin di lembaga pendidikan itu berada di lantai bawah tanah, semua orang yang ada di gedung bisa makan di sini.
Semenjak Gu Tingwei dan Tangtang keluar dari lift sambil bergandengan tangan, semua perhatian orang-orang yang ada di kantin berpusat pada keduanya.
Gu Tingwei dan Tangtang adalah dua anak kecil dengan fitur wajah yang sangat menawan. Mereka berdiri berdampingan dengan serasi bagaikan bintang iklan! Membuat orang-orang tidak bisa memalingkan tatapan mereka.
Apalagi Tangtang terlihat begitu imut dan lembut. Gadis kecil itu terhuyung-huyung seperti anak penguin, matanya dipenuhi dengan rasa penasaran terhadap dunia luar, membuat orang yang melihat ingin sekali memeluknya.
"Jangan-jangan, mereka adalah bintang iklan dari perusahaan yang ada di lantai delapan belas itu? Imut sekali!"
"Mungkin saja! Anak orang biasa mana mungkin serupawan ini?! Mereka berdua bagaikan boneka."
"Aaa... Dia membuatku menginginkan seorang anak perempuan!"
Kalimat-kalimat yang mengutarakan kekaguman kepada Tangtang dan Gu Tingwei muncul dari berbagai sisi.
Ada beberapa wanita muda yang mencoba untuk menyapa dan bersikap ramah kepada mereka, tapi semuanya dibuat mundur oleh tatapan dingin Gu Tingwei.
Sebelum masuk ke kantin, Gu Tingwei sudah memperingatkan Tangtang, "Tangtang, nanti di kantin akan ada banyak orang, kamu tidak boleh melepaskan tangan Kakak ya! Tidak boleh jalan sendiri, mengerti?"
Tangtang menganggukkan kepalanya dengan patuh. Melihat hal itu, Gu Tingwei dengan senang hati membawanya berjalan menuju counter makanan untuk memilih menu.
Menu makanan Gu Tingwei tidak pernah berubah. Saat pekerja dapur melihat Gu Tingwei datang, ia bertanya dengan senyuman ramah, "Anak tampan, seperti biasa?"
Semangkuk nasi, sepiring sayur, dan semangkuk sup.
Gu Tingwei menganggukkan kepala lalu mengeluarkan kartu kantin untuk membayar makanannya.
Tangtang sangat penasaran sehingga menjinjitkan kaki pendeknya, menempel di kaca, berusaha untuk melihat menu apa yang disajikan hari ini. Sayangnya, kakinya terlalu pendek sehingga makanan tidak terlihat...
Gu Tingwei mengangkat Tangtang dengan kedua tangannya dan memperlihatkan menu hari ini. "Tangtang mau makan apa?"
Sejak Tangtang naik ke daratan, Mo Heng selalu menyembunyikannya di rumah. Gadis itu pun tidak pernah diajak pergi keluar selain ke rumah Mo Qishan. Alhasil, ia tidak pernah melihat makanan sebanyak ini. Mulut kecilnya seketika dibanjiri dengan air liur yang tanpa sengaja menetes ke tangan Gu Tingwei.
Gu Tingwei melirik tangannya yang terkena tetesan air liur Tangtang dan sangat terkejut. Pasalnya, ia sama sekali tidak merasa jijik. Setelah itu, ia kembali melihat ke Tangtang sambil berkata, "Tangtang ingin makan apa? Bisa tunjukkan ke Kakak?"
Jari-jari Tangtang segera menempel di kaca counter makanan. Dengan bersemangat, ia menunjuk makanan yang diinginkannya. "Kakak..."
"Ayam goreng?" Gu Tingwei menolehkan kepalanya ke pekerja dapur dan memesan, "Bu, tolong ayam goreng satu."
"Ikan, ikan, ikan…" Tangtang melihat ikan asam manis, ia pun teringat menu yang ia makan di rumah Mo Qishan. Jarang-jarang ia bisa mengucapkan nama makanan itu, ia segera menunjuknya dan memberikan isyarat kepada Gu Tingwei.
Gu Tingwei hanya diam.
Pekerja dapur mengingatkan, "Croaker kuning ini punya banyak duri, tidak cocok dimakan anak sekecil ini."
Mendengar ia tidak bisa makan menu itu, mulut Tangtang segera mengempis. Ia melihat ikan asam manis dengan tatapan menyedihkan, wajah kecewanya sungguh membuat orang tidak tega.
"Tidak apa-apa, aku akan mengangkat durinya sebelum dia makan, bu. Tolong satu ekor!"
Saat mendengar Gu Tingwei memesan ikan asam manis yang diinginkannya, Tangtang pun tertawa sambil menggoyangkan badannya, membuat Gu Tingwei hampir melepaskan pelukannya.
Melihat menu pilihan Tangtang, Gu Tingwei sadar gadis kecil itu tidak memilih sayur sama sekali.
Ketika berhadapan dengan makanan enak, Tangtang sepertinya langsung lupa dengan kata-kata Mo Heng. Semua makanan yang terlihat enak ingin dipesannya.
"Perut kecil Tangtang bisa memuat makanan sebanyak ini? Lain kali saja kita coba makanan daging yang lain lagi, oke?"
Tangtang sedikit kecewa mendengar kata-kata Gu Tingwei. Tapi ia menganggukkan kepalanya dan tetap merasa sangat senang.
Mata Tangtang berkilauan saat melihat nampan penuh makanan yang diserahkan oleh pekerja dapur.
"Bu, tolong ambilkan beberapa piring sayuran..."
Tangtang mendengar Gu Tingwei memesan sayur. Kepalanya menggeleng-geleng sekuat tenaga karena ingin menolak, "Tidak, mau, sa, yul…"