"Weiwei, coba ajari Tangtang mengenal kata-kata dan gambar yang ada di kartu…"
"Weiwei, 1 tambah 1 berapa… coba tanyakan pada Tangtang…"
"Weiwei… Ajarkan kepada Tangtang cara menggambar apel…"
Anak yang berusia lebih besar biasanya tidak memiliki kesabaran terhadap anak yang lebih kecil darinya, apalagi anak jenius seperti Gu Tingwei.
Guru Zhou kira, Gu Tingwei akan sangat tidak suka.
Sesuka apapun dengan Tangtang, Gu Tingwei juga pasti tidak akan tahan jika mengetahui bahwa keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis gadis itu berantakan.
Jangankan anak kecil, orang tua sendiri saja terkadang hilang kesabaran saat mengajari anaknya mengerjakan PR.
Namun realitanya… Gu Tingwei sangat sabar menghadapi Tangtang.
Contohnya, saat mengajarkan soal matematika dasar seperti 1 tambah 1. Gu Tingwei mengulurkan satu tangan, mengeluarkan dua jarinya, lalu bertanya kepada Tangtang, "Satu jari, ditambah satu jari, jadinya berapa jari?"
Tangtang duduk tegap di mejanya, dengan pengucapan kata yang masih tidak jelas ia menjawab, "Satu jali!"
Gu Tingwei terdiam.
Karena cara itu tidak berhasil, Gu Tingwei menggunakan cara lain. Ia mengangkat satu jari di tangan kirinya dan bertanya, "Ini ada berapa jari?"
Tangtang meniru Gu Tingwei mengulurkan satu jari di tangan kirinya sambil menjawab, "Satu jali."
"Bagus sekali." Gu Tingwei memberikan pujian kemudian tangan kanannya mengulurkan satu jari lagi, "Ini ada berapa jari?"
Tangtang mengikuti gerakan Gu Tingwei dan menjawab lagi, "Satu jali."
'Bagus sekali, sejauh ini semuanya masih terkendali.'
Merasa puas, Gu Tingwei mendekatkan kedua tangannya, jarinya mengait seperti telinga kelinci. Sekali lagi ia bertanya kepada Tangtang, "Jariku sudah menyatu, jadi sekarang ada berapa jari?"
Tangtang melihat ke tangan Gu Tingwei, kemudian tangannya sendiri. Ia meniru apa yang dilihatnya, tangan kecilnya saling menempel dan kedua jarinya mengait seperti telinga kelinci. Adegan ini tampak imut sekali!
Gu Tingwei menutup hidung serta mulutnya sambil membatin, 'Aaa!!! Matilah!!!'
'Mati?' Punggung Tangtang seolah membeku, ia tidak berani bergerak.
Gu Tingwei kembali bertanya, "Ayo Tangtang jawab, ini ada berapa jari?"
Tangtang melihat jari kecilnya sendiri, dengan hati-hati ia menjawab, "Satu jali…"
Gu Tingwei terdiam. 'Aku yang kalah.'
Gu Tingwei melirik Guru Zhou untuk meminta bantuan, tapi Guru itu tetap duduk sambil melihat kuku jarinya yang baru saja ditata. Kalau di dalam ruang kelas ini ada secangkir kopi, Gu Tingwei pasti mengira Guru Zhou adalah Yu Jiaojiao yang sedang minum kopi di cafe.
Melihat Guru Zhou sepertinya tidak memiliki niat untuk membantunya, Gu Tingwei mengambil napas dalam-dalam dan mengulurkan jarinya sekali lagi. "Tangtang tidak salah, ini memang satu jari. Tapi jika masing-masing jari ini kita satukan, maka akan menjadi dua jari."
"Ooo…." Tangtang yang pintar akhirnya mengerti, ternyata Gu Tingwei ingin ia menjawab seperti itu.
Setelah itu, saat Gu Tingwei menyatukan dua jari dan bertanya lagi, Tangtang dengan yakin menjawab, "Dua jali!"
Gu Tingwei menghela napas lega, ia merasakan kegembiraan yang tidak pernah dirasakannya selama ini. Hal itu bahkan terasa jauh lebih menyenangkan daripada saat ia berhasil memecahkan soal yang rumit.
Merasa berhasil, Gu Tingwei mengangkat tangannya dan mengelus kepala Tangtang. "Tangtang hebat sekali, soal serumit ini pun sudah bisa jawab!"
Mendengar pujian Gu Tingwei, Tangtang segera mengangkat kepalanya dengan bangga. Mata bulatnya memancarkan sinar yang menyilaukan. 'Hmm, kami putri duyung memang sangat pintar!'
Sebenarnya Tangtang memang pintar.
Setelah mencoba beberapa kali, Gu Tingwei menyadari bahwa cara yang ia gunakan tadi salah.
Seharusnya ia tidak boleh langsung memberikan pertanyaan kepada Tangtang. Ia harus mengajarkan cara mendapatkan jawaban terlebih dahulu, baru mempertanyakannya kembali.
Gu Tingwei hanya perlu mengatakan atau menunjukkan caranya satu kali saja kepada Tangtang, maka gadis kecil itu akan mengingatnya dengan tepat. Apalagi menyuruhnya meniru, pasti Tangtang akan berhasil dengan sangat cepat.
Tangtang sangat berbeda dari semua anak kecil yang pernah Gu Tingwei temui. Gadis itu bagaikan sebuah papan tulis yang putih dan bersih, kekosongan yang indah. Saat Gu Tingwei memberikan satu goresan, maka goresan itu akan tetap seperti yang ia gambarkan di awal, tidak akan ada goresan lainnya.
Tangtang juga mirip sebuah spons yang kekurangan air. Saat Gu Tingwei memberikan setetes air, maka ia akan langsung menyerapnya.
Hal ini membuat Gu Tingwei sangat senang. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Gu Tingwei tidak ingin cepat-cepat pulang dan pergi ke laboratorium kesukaannya.