Dan akhirnya Ben menemukan sosial media milik Michella, yang mana di sana terdapat foto-foto sejak Michella kecil hingga ia beranjak dewasa.
"Cantik sekali Michella" gumam Ben.
"Siapa yang cantik, Ben" ujar Amora yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangannya.
Ben menghela nafas panjang. "Amora bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk? Aku tidak suka caramu seperti itu" ujar Ben kesal.
"Ben, kenapa kau selalu keras padaku? padahal aku ini istrimu, bagaimana bisa kau bersikap begitu dingin dengan istrimu sendiri" sergah Amora kesal.
Ben menghela nafas panjang dan langsung beranjak dari duduknya. "Dengar ya Amora, pernikahan ini bukanlah kehendak ku. Jadi kamu jangan berharap kalau aku akan memperlakukanmu dengan baik" tegas Ben pada Amora.
Karena kesal mendengar ucapan Ben, Amora langsung pergi meninggalkan Ben, sementara Ben hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan Amora yang benar-benar jauh dan sempurna sebagai seorang istri. Karena Amora sudah banyak bermain api di belakang Ben, hanya saja Ben tidak mau terang-terangan memergoki Amora. Ben sudah mengatur strategi untuk membongkar semua kejahatan yang di lakukan Amora terhadapnya dan juga keluarganya.
"Kalau bukan karena Kakek, aku tidak sudi menikahi wanita macam Amora" gerutu Ben kesal.
Ben kembali duduk dan fokus untuk mencari tentang Michella, karena kali ini ia akan terfokus pada Michella. Michella lah yang berhak mendapatkan hatinya bahkan memiliki seluruh jiwa dan raganya. Tak lama kemudian ponsel Ben kembali berdering, di lihatnya nama sang kakek yang tertera di layar ponsel.
Ben menghela nafas, karena ketika sang kakek menghubunginya itu tandanya Amora sudah mengatakan jika mereka sedang bertengkar. Hal ini juga yang membuat Ben merasa muak dengan kehidupan yang ia jalani bersama Amora.
"Halo Kakek" ujar Ben lirih.
"Ben, apa kau sedang sibuk?" tanya sang kakek.
"Sedikit, apa Amora sudah mengadu pada Kakek jika kami berdua baru saja bertengkar?"
Sang kakek menghela nafas. "Ben, apa kau tidak bisa bersikap sedikit lembut pada istrimu? kasiahan Amora" seru sang kakek.
Jika sang kakek sudah bersikap seperti ini, Ben tidak kuasa untuk menentangnya, Ben hanya bisa bersikap mengalah dan seolah-olah dirinya yang salah. Hal ini ia lakukan demi menjaga kesehatan sang kakek.
"Maafkan aku, Kakek. Aku tidak bermaksud untuk membentak Amora "
"Baiklah, Kakek mengerti. Lain kali kau harus lebih bisa untuk mengontrol emosimu, karena bagaimanapun Amora adalah istrimu yang juga harus kau perlakukan dengan lembut"
"Baiklah Kakek, aku akan mencoba melakukannya" gumam Ben lirih.
Sang kakek langsung memutus panggilan teleponnya, sementara Ben hanya bisa menghela nafas. Ia merasa terkekang hidup di bawah bayang-bayang sang kakek, ingin rasanya ia keluar dari zona seperti ini. Padahal untuk bisa mencapai ke tahap sukses seperti ini ia membutuhkan perjuangan yang keras.
Namun sang kakek tetap saja menganggapnya seperti anak kecil yang tidak bisa mandiri tanpa keluarga yang membesarkannya. Ben memutuskan untuk mematikan komputernya dan bergegas mandi untuk menghilangkan penat yang masih bergelayut di tubuhnya.
Sementara itu di lain tempat, Michella masih termenung memikirkan kejadian tadi siang, ia takut jika hal itu membuat hati Ben sakit hati dan menculiknya. Atau bisa juga Michella di jebloskan ke dalam penjara karena sudah membuat pencemaran nama baik.
"Astaga, aku merasa tidak tenang. Semua ini memang Kate lah penyebabnya, aku benar-benar pusing di buatnya" gumam Michella.
Michella langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, pikirannya makin kacau. Bahkan Kate memanggil dirinya, Michella tidak mendengarnya. Sampai-sampai Kate masuk begitu saja ke dalam kamar Michella dan hal itu membuat Michella tersentak kaget dan langsung berteriak pada Kate.
"Kate! kau ini tidak sopan" sergah Michella.
"Maafkan aku, Michella. Tapi aku sudah memanggilmu sejak tadi, aku takut terjadi yang buruk padamu. Makanya aku mencoba untuk mengeceknya. Ayo Michella keluarlah, aku sudah masak untuk makan malam"
Michella menghela nafas. "Baiklah" Michella langsung beranjak dari tidurnya dan bergegas menuju ruang makan bersama Kate.
"Lihatlah Mic, aku memesan steak dan juga banyak burger untukmu" ujar Kate antusias.
"Kau seharusnya tidak perlu membuang-buang uang seperti ini Kate"
"Ini sama sekali tidak membuang uang, anggap saja ini sebagai malam perayaan dan rasa terima kasihku padamu yang sudah mau membantuku" Kate begitu bersemangat.
Michella menghela nafas. "Kau terlalu berlebihan Kate, padahal kau sudah banyak mengeluarkan uang untukku"
"Kau tidak usah khawatir Mic, uang itu adalah honormu karena telah membantuku, ayo kita makan. Ini segelas cola untukmu. Kita bersulang terlebih dahulu untuk merayakan keberhasilanmu Mic" ujar Kate antusias sambil menyodorkan botol cola ke arah Michella, sementara Michella langsung meraih botol tersebut dan menyatukan botolnya dan botol milik Kate hingga tercipta sebuah bunyi dari botol tersebut karena saling bergesekan.
"Terima kasih Kate, kau memang sahabat ku yang baik" seru Michella sambil menggigit burger miliknya.
Mereka berdua sangat menikmati makan malamnya, sampai-sampai mereka kekenyangan karena menghabiskan semua makanan yang di beli oleh Kate. Dalam peraturan hidup yang mereka buat, mereka berdua di larang untuk tidak menghabiskan makanan yang telah di beli.
Karena hal itu mereka jadikan sebagai rasa syukur karena mereka lebih beruntung dari pada mereka yang masih kekurangan dalam hal makan.