Chereads / PERNIKAHAN TERSEMBUNYI : ISTRI SIMPANAN SANG CEO / Chapter 8 - BAB 8 - BERTEMU DENGAN TUAN X 2

Chapter 8 - BAB 8 - BERTEMU DENGAN TUAN X 2

Michella kembali ke kursinya, ia tampak shock ketika Ben baru saja membentaknya. Tak lama kemudian Ben meminta maaf pada Michella, ia langsung berlutut di hadapan Michella.

Sambil menggenggam tangan Michella, Ben langsung mengutarakan    permintaan maafnya pada Michella.

"Mic, maafkan aku! Aku tidak bermaksud membentakmu, aku hanya ingin meminta waktumu sebentar." ujar Ben lirih.

"Untuk apa?" tanya Michella lirih.

"Mic, jujur saja pertama kali aku bertemu denganmu rasanya aku begitu penasaran. Aku hanya butuh waktu beberapa menit untuk lebih dekat dengan kamu."

"Jika sudah dekat, kamu ingin apa, Ben? Aku tidak suka membuang-buang waktu" tegas Michella ketus.

"Aku ingin melindungimu dan aku tidak ingin orang lain menyakitimu." Kedua mata Ben berbinar, ia sangat mengharapkan Michella mau mendengarkan apa yang di ucapkannya.

Michella menghela nafas, ia sangat bingung kenapa Ben sampai seserius ini. Ia tidak tau harus berkata apa pada Ben, karena Michella tidak mau menjadi orang yang di manfaatkan oleh Ben.

"Michella, jawab aku! Kenapa kamu diam? Apa kau merasa terganggu dengan ku?."

"Aku tidak mengerti harus menjawab apa, tapi yang jelas, aku sangat takut jika aku tertangkap olehmu dan di penjara untuk kesalahan yang tidak pernah aku perbuat. Apalagi, sebentar lagi adalah hari ulang tahun Ibuku, aku tidak ingin memberi kejutan pahit untuknya." Air mata Michella tiba-tiba menetes di kedua pipinya, Ben segera menyeka air mata yang hendak jatuh di pipi Michella.

"Michella, sudah berkali-kali aku mengatakan padamu. Jika aku menemuimu bukan karena ingin memenjarakan mu, aku hanya ingin lebih dekat denganmu."

"Aku ingin pulang." seru Michella lirih, ia langsung beranjak dari duduknya.

Sementara Ben segera berdiri untuk menyejajarkan diri dengan Michella. "Baiklah, ayo aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak usah! Aku tidak ingin merepotkan anda."

"Sama sekali tidak merepotkan, kamu tidak perlu khawatir." gumam Ben yang langsung meraih tangan Michella dan menuntunnya sampai ke lobby restoran.

Sesampainya di depan lobby, Michella langsung masuk ke dalam mobil milik Ben. Tiba-tiba ia tersadar jika restoran yang ia datangi sangatlah sepi dan hanya mereka berdua saja pengunjung malam ini.

Ben mulai melajukan mobilnya, Ben yang menyadari lamunan Michella. Langsung menyadarkan nya, Michella sedikit tersentak ketika Ben memegang bahunya.

"Mic, ada apa? Kenapa kamu melamun?" tanya Ben lirih.

Michella menoleh ke arah Ben. "Aku hanya bingung, restoran yang kita kunjungi malam ini sangatlah sepi. Tidak ada pengunjung sama sekali selain kita berdua, padahal itu restoran mewah yang biasanya tidak pernah sepi oleh pengunjung."

Ben tersenyum kecil. "Karena aku telah menyewa restoran itu untuk kita berdua."

Michella membelalakan matanya. "Apa? Kau sewa? Tapi untuk apa Ben? Itu sangat membuang-buang uang."

Ben menghela nafas. "Aku hanya ingin privasi kita tidak terganggu oleh orang lain, maafkan aku jika yang aku lakukan ini salah menurutmu." gumam Ben lirih, sementara Michella merasa tersentuh dengan ucapan Ben.

Ia tidak menyangka jika seorang Ben Stone rela menghabiskan waktu dan uangnya hanya untuk dirinya seorang. Padahal jika di pikir-pikir ia hanyalah wanita sederhana yang terlahir dari keluarga yang sederhana pula.

Michella dapat menarik kesimpulan, jika sebenarnya Ben memiliki niat baik untuk dirinya. Sampai-sampai Ben rela untuk melakukan semuanya demi dirinya.

Setelah berkendara 30 menit, akhirnya mereka berdua tiba di apartemen sederhana milik Michella. Sebenarnya Ben sangat prihatin melihat keadaan Michella yang harus tinggal di apartemen biasa seperti ini.

Ben segera turun dari dalam mobil, setelah itu bergegas membukakan pintu mobil untuk Michella. Michella segera turun dari dalam mobil, ia langsung berterima kasih pada Ben karena sudah mengantarnya sampai lobby apartemen.

"Terima kasih, Ben! Untuk semua yang kau berikan padaku, aku minta maaf jika sudah berburuk sangka denganmu."

Ben tersenyum. "Tidak apa-apa, Mic. Aku juga berterima kasih karena kau sudah mau memenuhi undanganku, untuk makan malam bersamaku. Jujur, aku sangat senang dan bahagia. Semoga tidur ku nanti nyenyak, karena sudah mendapatkan jawaban dari mu. Karena selama ini kau selalu menghindar dariku."

Michella tersipu malu. "Ah, kamu bisa saja! Yasudah aku masuk dulu ya, kamu hati-hati di jalan. Bye." ujar Michella yang langsung beranjak dari hadapan Ben.

Ben tersenyum melihat tingkah Michella yang sangat lucu, ia tidak menyangka jika Michella akhirnya mau memberinya kesempatan untuk lebih dekat dengannya.

"Terima kasih, Tuhan. Karena kau telah mendengar do'aku, Michella kini mau memberiku kesempatan untuk lebih dekat dengannya." gumam Ben dalam hati.

Ben menghela nafas, ia langsung bergegas pergi dari lobby apartemen Michella. Perasaannya sangatlah senang, malam ini ia tidak mau membagi kesenangannya dengan Amora. Maka dari itu Ben memutuskan untuk pergi ke rumah sang kakek, karena sudah 2 minggu ini Ben tidak mengunjungi sang kakek.

Sesampainya di rumah sang kakek, Ben langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah sang kakek. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam rumah dan menemui sang kakek di ruang kerjanya.

"Ben, kau datang malam ini? dari mana saja kau seharian ini? Amora menelepon ku satu jam yang lalu karena ponselmu tidak dapat di hubungi." ujar sang kakek lirih sambil menghisap cerutu miliknya.

Ben menghela nafas, ia sangat malas ketika sudah mendengar nama Amora. "Seperti biasa! Aku sibuk bekerja dan sorenya aku hanya pergi menikmati hari ku sambil minum kopi di cafe. Normal bukan? Lagi pula Kakek tidak perlu terlalu sibuk mengurusi Amora. Ia bukan urusan Kakek, lagian aku sangat kesal dengan Amora! Ia selalu saja melibatkan Kakek dalam masalahnya."

Sang kakek meletakkan cerutu miliknya di atas asbak, ia langsung menasehati Ben untuk tidak berkata kasar pada Amora.

"Ben, Amora itu istrimu! Kau tidak boleh berkata seperti itu. Apa kau tidak bisa bersikap lembut sedikitpun padanya? Aku sangat kasihan pada Amora, karena selama ini ia selalu saja mendapatkan tekanan darimu" mendengar ucapan sang kakek seperti itu, membuat Ben tercengang.

"Apa Kakek bilang? Asal Kakek tau, aku tidak pernah membuat Amora tertekan. Bahkan untuk urusan pribadinya aku bebaskan, ia masih saja pergi kumpul bersama teman-temannya. Apakah itu yang di namakan tertekan?" tegas Ben pada sang kakek.

Sang kakek menghela nafas. "Ben, baik atau buruknya Amora itu. Dia tetap istri kamu, kamu tidak boleh bersikap seperti itu pada Amora! Memberinya kebebasan juga tidak membuatnya bahagia. Dia pasti juga ingin perhatian kecil dari mu. Sudah lah, kau jangan terobsesi dengan janji konyolmu itu. Kau tidak mungkin menemukan wanita yang orang tuanya sudah menjadi korban kecelakaan yang kau lakukan." seru sang kakek.

Ben mendengus pelan, ia tidak ingin memberitahu sang kakek terlebih dahulu jika ia sudah menemukan wanita yang di carinya.