"Aku hampir lupa, jika pesta ini aku adakan karena berkat gadis ini. Heh kalian! perkenalkan dia adalah calon istriku."
Semua teman-teman Rey bersorak ria, mereka tidak menyangka jika lelaki brengsek ini akan memperkenalkan seorang gadis cantik itu sebagai calon istirnya. Karena yang selama ini semua orang tahu jika Rey adalah seorang lelaki hidung belang sang hanya suka mempermainkan hati banyak wanita, namun tiba-tiba dia memperkenalkan seorang gadis sebagai calon istrinya? itu cukup membuat para lelaki ini merasa heran.
"Rey sejak kapan kau berpikiran untuk menjalin rumah tangga? wah benar-benar tidak bisa ditebak." ucap seorang teman lelaki itu.
Rey tersenyum kecil, dia tidak ingin menjawab pertanyaan yang tidak ada gunanya itu dan memilih untuk pergi saja. Setidaknya untuk malam ini dia akan membiarkan Camelia bersenang-senang, memberinya sebuah minuman lalu melihat gadis ini menari dengan liar di hadapannya. Pikiran Rey begitu dipenuhi hal-hal kotor, hanya saja dia merasa jijik untuk menyentuh gadis cantik ini. Lebih baik bermain dengan para jalang yang ada diluar sana, dari pada dengan gadis yang sudah berani menghina harga dirinya sebagai lelaki.
Kedua orang ini berjalan sampai di tempat pesta itu berlangsung, Camelia tidak bisa melepaskan pegangan erat itu dilengan Rey. Entah mengapa suasana yang dia rasakan saat ini begitu asing, bahkan sedikit membuatnya ketakutan. Setiap wanita dan lelaki yang ada diruangan ini saling berdekatan bahkan menempel bagaikan perangko, mereka bahkan tidak memiliki perasaan malu sedikit pun ketika Camelia menatapnya dengan tajam.
Sampai tak lama dua orang wanita cantik berjalan menghampiri Rey dan juga gadis ini, mereka menarik lengan lelaki yang sedang Camelia pegang erat hingga terlepas. Kemudian menggoda dan menggerayami dada kekar itu dengan tangan-tangan mereka yang sangat cantik, entah mengapa gadis ini merasa malu sendiri melihatnya dan langsung membalikkan badan. Namun Rey memanggilnya untuk membawakan sebuah minuman, Camelia mengangguk dan berjalan menuju meja tempat minuman-minuman itu di tata.
"Rey, siapa gadis kecil kampungan itu? lalu kenapa kau membawanya ke pesta ini sayang? dia membuat pemandangan menjadi tidak menyenangkan." ucap seorang wanita cantik yang sedang menempel disisi kanan Rey.
Lelaki itu tersenyum kecil, tadinya dia memang tidak berniat untuk mengajak Camelia kemari. Namun gadis itu cukup menarik untuk menghiburnya malam ini, iya setidaknya menjadi boneka pajangan.
"Jaga mulutmu jalang! dia itu calon istriku. Bukankah dia terlihat sangat cantik? iya untuk seorang gadis kampung yang aku temukan di sebuah rumah kumuh." ucap lelaki itu dengan smirk khas diwajahnya.
Kedua wanita cantik itu tertawa kecil, bahkan ketika Camelia datang dan membawakan segelas minuman untuk lelaki brengsek itu. Dia tidak tahan dengan suara kebisingan ini, begitu mendengung di telinganya. Namun Camelia tidak bisa menunjukan perasaan tidak suka itu, karena takut dengan Rey. Jadi sebisa mungkin senyuman palsu miliknya harus terus terpangpang indah hingga acara ini berakhir.
"Rey, kau ingin bermain dengan kami? lama sekali kita tidak bersama." bisik wanita berdress pendek itu.
"Pergilah! aku sedang tidak tertarik dengan kalian saat ini." ucap lelaki itu sembari meneguk minuman yang ada ditangannya.
Kedua mata Rey terus tertuju ke pada Camelia, kira-kira apa yang bisa lelaki ini lakukan untuk membuat gadis itu berguna. Setidaknya menghibur malam yang begitu menyenangkan ini dengan hal yang indah. Camelia terus menutupi tubuhnya yang terekspos, bahkan jika boleh dia ingin mengambil selimut untuk menutupi semuanya. Paha, lengan dan sedikit dadanya terbuka seperti ini. Dia tidak tahan! sangat memalukan.
"Heh kenapa kau menutupi tubuh mulus mu seperti itu? biarkan saja lagi pula tidak akan ada yang berani menyentuhmu." ucap Rey dengan smirk khasnya.
"Aku malu, tubuhku terlalu terbuka seperti ini." ucap Camelia dengan wajah yang memelas.
"Ah begitu, jadi kau tidak biasa berpakaian seperti ini? pantas saja. Tapi aku beritahu padamu, jika kau cocok juga dengan pakaian itu. Cantik seperti boneka." ucap Rey dengan senyum manis diwajahnya.
"Begitukah? terima kasih." ucap gadis itu dengan senyum kecil.
Entah mengapa kata seperti boneka itu seolah tengah meledek Camelia, jika dia adalah barang berharga milik Rey yang bisa dia lihat dan permainkan sesuka hatinya. Mungkin memang begitu, namun apa lagi yang bisa Camelia lakukan? jiwa dan raganya sudah dia jual secara suka rela hanya demi sang ibu yang sangat dia sayangi itu. Walau pun mungkin semua kebaikan ini tidak akan pernah menjadi sebuah kasih sayang yang tulus, namun Camelia ikhlas asalkan ibu dan kakaknya bahagia.
***
Hari semakin larut, pesta dirumah yang besar dan mewah ini semakin meriah saja. Semua orang menikmati jamuan yang diberikan Rey, bahkan lelaki itu tidak hentinya mengeluarkan banyak uang untuk perpoya-poya hanya karena berhasil menipu ibunya sendiri. Mungkin jika wanita paruh baya itu tahu jika sang anak bungsu sedang menipunya dengan cara berpura-pura mencari calon istri, bisa saja Rey langsung dicoret dari kartu keluarga.
"Minumlah, aku ingin melihat kau minum dan menikmati pestanya." ucap Rey sembari memberikan segelas minuman ke depan wajah Camelia.
Gadis itu jelas langsung menggelengkan kepalanya, dia tidak pernah sekali pun minum atau mencoba minuman beralkohol. Karena mencium baunya saja dia sangat tidak tahan, namun lelaki tampan ini terus memaksanya hingga Camelia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan lengan yang gemetar dia meneguk sedikit minuman yang Rey berikan, rasanya sangat pahit dan begitu panas di tenggorokan. Camelia ingin muntah! namun lelaki itu malah mentertawakannya. Lalu terus menerus memberikan gadis itu minuman yang banyak sampai Camelia pun tidak kuat lagi untuk berdiri. Wajah dan matanya merah padam karena menahan pusing.
"Bagaimana rasa alkohol enak bukan?" tanya lelaki itu dengan wajah yang penuh tatapan puas.
Camelia memegang kedua kaki Rey dengan sedikit gemetar, dia tertawa kecil sembari terus menatap wajah yang sangat dia benci seumur hidupnya itu. Jika membunuh tidak dosa, mungkin Camelia sudah melakukan hal itu sejak pertama kali mereka bertemu.
"Apa kau belum puas membuat hidupku menderita? jika tidak, kenapa kau tidak bunuh aku saja hm?" tanya gadis itu dengan tatapan mabuknya.
Rey tertawa kecil, gadis ini cukup menarik perhatiannya juga ketika sedang mabuk. Dia pun jongkok lalu memegang dagu yang begitu lancip nan indah itu bagaikan sebuah mahakarya.
"Kau merasa ini sebuah penderitaan? hey Camelia aku belum melakukan apa-apa kau tahu? jadi bersiaplah wahai boneka cantikku."
Rey tertawa bagaikan iblis, dia memang belum melakukan apapun kepada gadis ini. Tetapi Camelia sudah merasa tidak tahan dan begitu menderita, entah apalagi yang akan dilakukan Rey selanjutnya yang jelas itu pasti sangat mengerikan.