Chereads / Esostrefis Gynaíka / Chapter 17 - Kesalahpahaman

Chapter 17 - Kesalahpahaman

Hari Rabu pagi pukul 06.00 wib.

Kriiinggg ... kriiinggg ...

Alarm ponselnya berbunyi beberapa kali. Lena terbangun seketika, dengan malas dia beranjak dari tempat tidur lalu mematikan alarm.

Dia masih sangat mengantuk karena semalam tidurnya tidak nyenyak. Lena pun melangkah dengan gontai ke kamar mandi sambil mengucek-ngucek matanya.

Lena segera menyikat gigi dan mandi walau dalam keadaan mengantuk, demi bertemu Evan hari ini dia akan melakukan apa saja untuk menyenangkan laki-laki itu. Dari mulai bangun pagi, memaksakan diri mandi dengan air yang sangat dingin, sampai berdandan semaksimal mungkin.

Semua itu permintaan Evan, dia tidak mau mengecewakan 'teman barunya'.

Empat puluh menit kemudian, Lena sudah siap menantikan kedatangan Evan di ruang tengah bersama keluarganya sambil menonton berita pagi di tv.

Tepat pukul 07.00 wib, ponsel Lena berdering. Lena cepat-cepat mengambil ponselnya di atas meja kemudian menjawab telepon dari Evan.

"Halo, Len. Gua di depan rumah lo nih."

"Iya, gua ke depan sekarang."

Klik. Lena menutup teleponnya.

Tak lama, Evan melihat Lena membukakan pintu untuknya. Dia langsung terpesona pada penampilan Lena yang terlihat menawan dan cantik dengan blouse kuning bermotif bunga, celana jeans hitam selutut serta make-up tipisnya.

"Van, ayo masuk. Gua mau ngenalin lo sama ortu gua." Lena menghampiri Evan yang terkagum-kagum dengan kecantikan Lena.

"Vaann ... jangan bengong gitu ah. Cepet masuk," lanjutnya menarik tangan Evan.

"So--sorry, lo cantik banget sih. Gua jadi makin suka sama lo," sahut Evan terus terang.

"Gombal ah." Lena cemberut.

"Ngapain dikenalin segala sama ortu lo? Gua malu tau," ungkap Evan.

"Gak apa-apa, bentar aja," bujuk Lena.

Evan terpaksa mengikuti Lena masuk ke dalam rumahnya untuk berkenalan dengan keluarga Lena. Tiba di ruang tamu, dia dengan percaya diri memperkenalkan laki-laki itu kepada mereka.

"Pa, Ma, kenalin ini teman baru aku, namanya Evan. Dia teman Rika juga, kami satu kantor."

"Pagi, Om, Tante, saya Evan Adrian." Evan bersalaman dengan orangtua Lena.

"Halo, Evan. Mari duduk dulu sebentar, kita ngobrol-ngobrol di sini," ajak mama Lena ramah.

"Iya, Tante."

Evan pun duduk di samping Lena sambil berpandangan satu sama lain.

"Evan, kata Lena kalian mau ke Lembang ya?" tanya Yeni tanpa berbasa-basi.

"Betul, Tante."

"Ya sudah, kalian boleh pergi tapi jangan terlalu malam pulangnya. Salam untuk Rika," tandas mama Lena.

"Titip Lena, Evan. Nanti tolong diantar pulang, ya," tambah Eric.

"Tenang, Pa. Aku bukan anak kecil," timpal Lena agak kesal. "Van, pergi sekarang ya."

"Mari semuanya, kami pergi dulu," tutur Evan sopan.

"Ma, Pa aku pergi dulu ya."

"Iya, Len," sahut Yeni.

"Len, jangan lupa oleh-olehnya," timpal Ivana tiba-tiba.

"Liat nanti, deh. Aku gak janji, Kak."

Sesudah berpamitan kepada mereka, Lena cepat-cepat keluar dari rumah sambil menarik lengan Evan. Tanpa sadar ia menarik lengan itu, seolah-olah Evan adalah kekasihnya.

🌸🌸🌸

Pukul 07.25 wib mereka berdua sampai di rumah Rika. Lena kemudian turun dari motor Evan lalu menelepon Rika.

Tuutt ... tuutt ... tuutt ...

Klik.

"Ka, gua udah nyampe di depan rumah lo nih."

"Oh, udah nyampe ya? Bentar gua keluar dulu."

"Iya, Ka."

Lena pun mengakhiri teleponnya dengan Rika. Dia menunggu temannya membuka pintu rumah serta pagar. Sesaat kemudian Rika pun keluar menemui Evan dan Lena.

"Hai, Len. Pagi bener lo ke sininya."

"Masa? Gua sengaja dateng pagi-pagi biar gak kena macet, udah mau pergi belum?" tanya Lena.

"Belum, kita nyantai aja dulu, sekalian gua kenalin lo sama Albert," jawab Rika yang tersenyum gembira.

"Ayo masuk, Len," ajak Rika sambil menggandeng lengan Lena, sementara Evan memasukkan motornya ke halaman rumah Rika yang luas lalu menutup pintu pagar dibelakangnya.

"Tunggu bentar, itu Evan lagi nutup pintu pager dulu," sahut Lena.

"Ehem ... kalian serasi banget, ya?" Rika menggoda Lena.

"Serasi dari mana, ah. Ada-ada aja lo mah, ngarang," elak Lena, namun isi hatinya tidak sesuai dengan ucapannya barusan.

Evan nampak canggung berkunjung ke rumah Rika yang luas dan asri, sehabis menutup pagar Evan menghampiri Lena serta Rika lalu bersama-sama masuk ke dalam rumah.

"Ayo masuk, Van," ajak Lena.

Evan terdiam ketika diajak masuk oleh Lena, dia ragu untuk melangkahkan kakinya ke dalam ruang tamu.

Setelah akhirnya berada di dalam ruang tamu yang nyaman, Lena melepaskan gandengan tangan Rika lalu menarik lengan Evan yang sejak tadi hanya diam dan diam.

"Sini duduk deket gua," ucap Lena lembut.

"Duh, mesranya. Gak sabar deh pengen liat kalian cepet-cepet jadian," canda Rika.

"Bisa gak jangan becandain gua terus?!" gerutu Lena.

"Sorry, sorry," sahut Rika.

Lena pun mengajak Evan duduk di sampingnya, sedangkan Rika duduk di sebelah Albert di hadapan Lena dan Evan.

Mereka berempat duduk dengan posisi saling berhadapan, kemudian Rika memperkenalkan Lena kepada Albert.

"Bert, kenalin ini Lena. Rekan kerja gua di kantor."

"Hai, Lena. Salam kenal," sapa Albert ramah.

"Hai juga, Albert," balas Lena, mereka beranjak dari sofa lalu saling bersalaman.

Sehabis berkenalan Lena dan Albert kembali duduk di tempatnya masing-masing. Kemudian kali ini giliran Lena yang memperkenalkan Evan kepada Rika.

"Ka, kenalin ini temen gua Evan."

"Halo, Evan. Nice to meet you," sapa Rika, lalu dia menjabat tangan Evan yang diikuti oleh Albert.

"Hi ... Rik, Bert," balas Evan canggung.

Sesudah berkenalan, Lena langsung mengajak sahabatnya untuk cepat-cepat berangkat ke Lembang saat itu juga.

"Ka, kita pergi sekarang ya ke Lembangnya. Takut keburu siang nanti, kalo macet gimana?"

"Kok buru-buru amat, sih? Hmm ... gua tau pasti lo udah gak sabar mau--,"

"Mau apa? Jadi pergi, gak?" tanya Lena cepat-cepat memotong ucapan Rika.

"Jadi, kok. Ya udah kalo gitu gua pamitan sama papa mama dulu, ya," jawab Rika.

"Iya, sekalian pamitin gua juga," balas Lena.

"Beres, Len."

Rika beranjak dari ruang tamu lalu masuk ke dalam ruang tengah menemui kedua orangtuanya untuk berpamitan.

Beberapa menit kemudian Rika muncul di ruang tamu sambil membawa kantung plastik yang berisi beberapa buah snack dan minuman bersoda.

"Udah gua pamitin elo ke papa mama gua, mereka juga bawain makanan sama minuman buat kita," ujar Rika tiba-tiba.

"Baguslah biar gak kelaparan di jalan, he, he, he. Kita perginya naik mobil lo, kan?" tanya Lena memastikan.

"Enggak, gua gak berani bawa mobil ke Lembang. Kita ikut mobil Albert aja, gak masalah kan?" Rika balik bertanya pada Lena.

"Oh gitu. Gak apa-apa, bebas gua mah," jawab Lena datar.

"Ya udah pergi sekarang, deh," sahut Rika.

Akhirnya mereka berempat berangkat juga ke Lembang dengan menggunakan sedan merah milik Albert. Di dalam mobil, Rika dan Lena duduk dengan 'pasangannya' masing-masing.

Perjalanan ke Lembang sangat menyenangkan untuk Rika maupun Lena, hingga tidak terasa ketika mereka sudah sampai di depan rumah makan sunda yang asri dan ramai pengunjung.

"Bert, gua lapar. Kita sarapan di situ ya." Rika menunjuk ke rumah makan sunda tersebut.

Albert mengangguk dan tersenyum mesra pada Rika, Lena iri melihat sikap Albert yang mesra pada sahabatnya itu.

Duh ... mesra banget sih si Albert. Kapan gua punya pacar kayak gitu?

"Len, kenapa bengong?" Evan menepuk bahu Lena.

"Hah? Ngomong apa tadi? Gua nggak denger, maaf," sahut Lena terkejut.

"Gua nanya kenapa lo bengong barusan? Mau sarapan, gak?" Evan menggeleng-gelengkan kepala.

"Mau dong," balas Lena sambil menggandeng tangan Evan.

Dia tidak ingin berlama-lama di dalam mobil melihat drama percintaan antara Rika dan Albert. Lena bergegas turun bersama Evan meninggalkan pasangan itu di sana.

Di rumah makan, Lena yang tadinya hendak sarapan tiba-tiba menangis. Dia berlari ke sebuah meja kosong yang terletak di sudut ruangan, Evan pun kaget dibuatnya.

Laki-laki itu menyusul Lena ke sana dan duduk di sampingnya.

"Lo kenapa tiba-tiba nangis? Cerita sama gua," ucap Evan lembut dan tulus.

Evan memeluk Lena dan menyandarkan kepalanya di bahu Evan, namun tangisannya semakin kencang. Dia tidak dapat berkata apa-apa selain menangis.

Evan yang bingung dengan sikap Lena, meninggalkan dia sendirian di sana. Lantas Evan pergi membeli minuman untuk Lena, setelahnya dia kembali ke tempat semula.

"Minum, nih ... biar lo sedikit tenang." Evan menyodorkan segelas teh hangat pada Lena.

Sambil sesenggukkan dia meminum teh itu. Ketika sudah agak tenang, Lena mulai berbicara.

"Sebenernya apa yang mau lo omongin sama gua? Kemarin katanya mau ngomong sesuatu di sini." Lena menatap Evan dalam-dalam.

"Gua ... gua cinta sama lo," ungkap Evan spontan.

"Cinta? Sejak kapan cinta sama gua? Dan apa maksudnya waktu sms kemarin malam manggil sayang segala?!" Tiba-tiba Lena menjadi marah.

"Karena gua memang sayang dan cinta sama lo, tapi lo malah bohong tadi waktu di rumah." Wajah Evan terlihat kecewa.

"Bohong soal apa? Gua nggak ngerti," balas Lena.

"Lo bilang sama ortu lo kalau kita cuma temen kerja. Kenapa enggak jujur sama mereka?!" teriaknya Evan.

"Maksudnya?" Lena tidak tahu arah pembicaraan mereka ke mana.

"Jujur sama mereka kalau gua lagi penjajakan sama lo," jelas Evan lirih.

"Gua gak tau kalau lo lagi pendekatan sama gua ... maaf. Gua pikir lo cuma main-main kayak mantan-mantan gua." Lena menunduk sedih.

"Lagipula dari kemarin manggil sayang, pegang-pegang tangan gua, apa namanya itu?! Jujur selama gua dideketin cowok belum pernah diperlakukan kayak gitu!" lanjutnya tiba-tiba membentak Evan.

"Gua gak mainin lo, gua bener-bener cinta! Kenapa mikir kayak gitu?! Picik banget!" Evan balik membentak.

"Terserah! Pokoknya gua gak percaya sama lo. Semua cowok sama aja, cuma mainin perasaan gua!" hardik Lena.

Rasa kesal, marah, kecewa, dan jengkel jadi satu di dalam hati Lena. Dia tidak dapat berpikir jernih saat itu. Lantas bagaimana dengan nasib Evan serta hubungan mereka selanjutnya?

Sementara Evan benar-benar terkejut dan  heran pada sikap Lena yang labil, dia tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan Lena kalau dirinya sungguh mencintai perempuan tersebut.

Kesalahpahaman telah terjadi di antara Evan dan Lena.

*****