Keesokan paginya di kantor Lena, Rika datang pagi-pagi sekali ke kantor untuk mendengarkan cerita Lena tentang masalahnya dengan Evan kemarin.
Rika tidak bermaksud untuk usil dan mencampuri urusan pribadi Lena, dia cuma penasaran kenapa sahabatnya kemarin mendadak pulang tanpa sepengetahuan dia sambil menangis pula.
Rika bergegas masuk ke Ruang Marketing lalu menyimpan tas dan ponselnya di atas meja. Semalam ketika dia menelepon Lena lagi, dia hanya mendapat jawaban bahwa Lena akan menceritakan semua pada Rika pagi ini.
Maka jam setengah tujuh pagi Rika sudah sampai ke kantor. Waktu security bertanya padanya alasan dia sudah masuk kerja sepagi itu, Rika berkata jika dia ada pekerjaan yang harus diselesaikan segera sebelum jam 9 pagi nanti.
Security itu pun percaya ucapan Rika. Dua puluh menit kemudian sesudah Rika berada di kantor, Lena muncul dengan wajah sembap di depan Ruang Marketing, ruang kerja Rika.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu dia langsung masuk ke ruangan menemui Rika. Setelah berada di dalam, dia menutup pintu dan menguncinya karena tidak ingin ada orang yang mendengarkan percakapan mereka nanti.
"Ka, sorry pintunya gua kunci. Gua gak mau ada orang yang denger obrolan kita, takut jadi gosip," ujar Lena tiba-tiba pada Rika.
"Eh, lo udah dateng, Len. Tadi lo bilang apa? Gua gak denger soalnya lagi sms-an sama Albert."
"Gak apa-apa. Pintunya dikunci ya, biar lebih leluasa ngobrol sama lo," balas Lena.
"Kunci aja, elo kan mau cerita masalah pribadi," sahut Rika.
Sesudah mengunci pintu, Lena menghampiri Rika di mejanya. Dia duduk di hadapan Rika dengan lesu dan tidak semangat.
"Ka, kemaren waktu di Lembang Evan nyatain perasaannya ke gua."
"Oya? Bagus deh akhirnya cinta lo berbalas, harusnya lo seneng bukan nangis dan marah-marah kayak kemaren," pungkas Rika tanpa melihat ke wajah Lena.
"Terus diterima gak? Kalian udah jadian?" lanjut Rika.
"Gua tolak, karena dia gak bener-bener suka sama gua!" Lena tiba-tiba berteriak sambil menangis.
"Len! Lo kenapa? Apa gua salah ngomong?" Rika terkejut melihat sahabatnya seperti itu.
"Gua minta maaf karena kemaren pergi gitu aja dari rumah makan Sindang Sari, ninggalin lo semua. Gua terpaksa pulang karena jengkel banget dan gak tau mesti ngapain." Lena menundukkan wajahnya.
"Ada apa sih? Kenapa lo kayak gini? Bukannya selama ini lo mengharap cintanya Evan?" tanya Rika heran.
"Iya memang gua suka sama Evan dan berharap dia bales perasaan gua, tapi waktu dia nyatain cinta kemaren ... gua merasa kalo dia gak serius," ungkap Lena lirih.
"Gak serius gimana? Gua gak ngerti maksud lo, bingung." Rika menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jujur, sebenernya gua takut dikecewain lagi sama cowok. Lo tau sebelum dia bilang cinta sama gua, dia pernah pegang tangan gua ... mesra banget. Dia juga manggil sayang ke gua." Dada Lena terasa sesak saat mengucapkan hal tersebut pada Rika.
"Jadi cuma gara-gara dia pegang-pegang tangan lo dan manggil sayang, lo pikir dia gak serius?!" seru Rika.
"Ya! Dan gua gak suka diperlakukan kayak gitu, karena dulu mantan gua sebelum jadian gak pernah manggil sayang dan megang tangan semesra itu," tandas Lena.
"Dan akhirnya putus juga, sakit hati banget gua. Makanya gua gak mau berharap banyak sama Evan." Lena menutup wajahnya yang terasa panas, seakan-akan tangisannya akan meledak.
"Lo jangan samain Evan dengan mantan lo. Tau gak, kemaren waktu pertama kali ketemu dan ngeliat dia gua rasa Evan cowok yang baik dan tulus." Rika berusaha membuat Lena sadar jika dia sudah salah menilai Evan.
"Dia juga marah ke gua gara-gara gua ngenalin ke keluarga gua sebagai temen kerja, bukan temen deket yang lagi penjajakan." Lena berbicara lagi tanpa menghiraukan ucapan Rika.
"Hmm ... jadi intinya kalian sama-sama salah paham. Evan pengen diakui sebagai temen deket lo, tapi lo ngakunya temen kerja. Kalo gitu yang salah duluan tuh elo, nanti sore lo harus minta maaf sama Evan." Rika menasihati Lena.
"Gua gak akan minta maaf sama dia, buat apa? Gua gak salah, Ka!"
"Elo yang salah! Gua bukan mau ikut campur sama urusan pribadi lo, tapi lo gak bisa men-judge orang dari luarnya aja," tandas Rika.
"Jadi gua harus minta maaf duluan, gitu?" tanya Lena tidak percaya.
"Sebaiknya begitu, sebelum dia menjauh dari lo. Kemaren waktu dia pamitan sama gua di rumah, gua liat raut mukanya kecewa dan kesel banget." Rika memberitahu Lena.
"Kalo memang gak cinta dan care sama lo, pasti dia gak akan mau diajak ke Lembang, nge-date, dinner, dan ngejemput lo di kantor. Satu lagi gua tau kemaren lo nangis juga dari Evan," tambah Rika panjang lebar.
"Oke! Gua bakal minta maaf nanti sore, tapi lo mau bantuin gua, kan?" rengek Lena pada Rika.
"Bantuin apa? Gua udah males bantuin lo buat deket sama Evan, ujung- ujungnya malah jadi kayak gini," keluh Rika.
"Please ... gua minta tolong lo teleponin dia, dong. Bilang gua mau minta maaf soal kejadian kemaren." Lena berharap Rika mau membantunya sekali lagi.
"Ya udah, gua bantuin. Mana nomer hpnya?" Rika meminta nomor ponsel Evan pada Lena.
Lena segera memberikan nomor ponsel Evan pada Rika, meski hatinya berkata bahwa tindakannya itu tidak tepat. Dia terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak berani minta maaf langsung pada Evan.
******