Setelah mendapatkan nomer handphone Evan dari Lena, Rika bergegas menelepon Evan di ruangannya walaupun saat itu sudah hampir jam 8 pagi dan semua staf sudah berdatangan ke kantor.
Rika berpikir kalau dia harus cepat-cepat menyelesaikan kesalahpahaman di antara Evan dan Lena hari itu juga. Waktu telepon dengan Evan tersambung, dia kaget karena suara Evan terdengar lesu dan masih ada kekecewaan di hatinya.
"Pagi, Evan. Maaf pagi-pagi gini aku ganggu," ucap Rika mantap.
"Pagi ... maaf ini dengan siapa, ya?" tanya Evan di telepon.
"Saya Rika, Van. Sorry saya dapet nomer kamu dari Lena barusan," jelas Rika.
"Oh kirain siapa, taunya kamu Ka," balas Evan.
"Iya ini Rika. Van ... nanti sore kamu ada acara gak?"
"Kenapa memangnya? Tumben kamu nanya kayak gitu, haha," celetuk Evan.
"Gini, sebenernya aku mau ngajak kamu sama Lena makan di luar. Hmm ... dia mau minta maaf ke kamu soal kejadian di Lembang kemaren," jelas Rika.
"Gimana ya, aku masih kecewa banget sama Lena. Ya udah, nanti sore aku usahain buat ketemu kalian," balas Evan.
"Makasih sebelumnya, ya. Kalo gitu sampe ketemu nanti sore di Venesia Cafe, Van."
"Ok, by the way thanks ya udah mau nemuin gua sama Lena."
"Sama-sama, semoga masalah kalian cepet selesai ya dan bisa temenan lagi kayak dulu." Rika berharap pada Evan dan Lena agar hubungan mereka membaik seperti sebelumnya.
"Salam buat Lena, Ka."
"Iya, nanti disalamin."
Klik. Evan menutup teleponnya dengan Rika tanpa berbasa-basi lebih dulu, tapi Rika senang usahanya untuk mendamaikan mereka berhasil.
Sekarang waktunya memberitahu Lena kalau Evan sudah setuju untuk bertemu dengannya nanti sore di Venesia Cafe.
******
Rika melangkah dengan gontai keluar dari ruangan sambil membawa berkas pekerjaan ke ruangan Lena agar dia tidak dicurigai oleh rekan-rekan seruangannya. Sebetulnya dia bisa membicarakan hal itu pada saat jam istirahat berlangsung, namun Rika tidak dapat menahan keinginannya lagi.
Sementara di ruang tempat Lena bekerja semua mata tertuju kepada teman mereka yang nampak sedih dan galau. Lena tidak bisa fokus ke pekerjaannya karena memikirkan Evan terus-menerus.
Lena tidak tahu apa harus melakukan apa agar dirinya tidak terjatuh ke dalam jebakan cinta Evan, pikiran-pikiran itu mengelilingi kepalanya.
Gua nyesel kenal sama Evan, kalo gua gak pernah ketemu dia gua gak akan sebingung ini. Gimana dong, apa gua tetep harus minta maaf ke dia atau enggak?
Lena tiba-tiba mengingat pertemuannya dengan Rendy beberapa tahun lalu, dia merasa kalau di antara Evan dan Rendy ada suatu kemiripan. Sepertinya Lena lagi-lagi menyamakan mantan pacarnya dengan laki-laki itu.
Lena bertambah sedih dan kacau, dia tidak mampu lagi membendung air matanya. Seketika tangisannya pecah namun Lena berusaha menahannya, kemudian saat Rika masuk ke ruangan itu dia melihat jika sahabatnya sedang berbalik ke arah dinding di belakangnya.
Rika pun segera menghampiri Lena ke mejanya, dia tidak peduli pada Fiona dan Susan yang selalu ingin tahu masalah pribadi orang lain termasuk Lena dan Rika.
Rika tahu betul bagaimana perasaan Lena kala itu, lalu perlahan-lahan dia memegang bahu Lena dengan lembut dan penuh empati terhadap temannya.
"Len ... lo nangis lagi? Kenapa? Cerita sama gua, Len," ucap Rika lembut dan hangat.
"Ka, bisa gak ngobrolnya di ruangan lain? Jangan di sini, ya," pinta Lena lirih.
"Bisa ... tapi hapus dulu air mata lo, biar mereka gak tau kalo lo lagi nangis." Rika benar-benar tidak tega padanya.
Lena pun menghapus air matanya lalu berbalik menghadap Rika yang menatapnya dengan cemas.
"Lo beneran gak apa-apa? Muka lo pucet gitu."
"Gua gaktau ... dada gua sesek, Ka."
"Ya udah kita keluar dulu dari sini, yuk," ajak Rika sambil berdiri dari tempat duduknya tadi.
"Aduh ... kepala gua sakit banget," sahut Lena sambil memegangi kepalanya.
"Lo kenapa?! Bisa berdiri, gak?"
Lena terdiam tidak menjawab pertanyaan Rika, kepalanya terasa semakin sakit, berputar-putar dan tiba-tiba dia jatuh pingsan di depan Rika.
"Astaga Lena!! Kok bisa pingsan, sih?! Fiona! Cepet tolong panggilin satpam ke sini!" teriak Rika pada Fiona.
Yang diperintah malah diam seribu bahasa, tidak bergeming sedikitpun. Susan juga sama terkejutnya dengan Fiona melihat Lena mendadak pingsan di depan mereka.
"Lo semua kok pada diem?!! Ayo cepet panggil satpam! Gua gak kuat bopong dia sendirian!" pekik Rika.
"Tenang, Ka. Lo jangan panik gitu ... biar gua aja yang panggilin satpamnya," timpal Anna.
"Iya, An. Tolong gua ... atau mendingan lo minta tolong ke si Andi aja, sekalian buat nemenin Lena di rumah sakit," tukas Rika.
"Oke deh, gua ke ruangan desainer dulu ya. Lo tunggu di sini aja," balas Anna cepat.
"Buruan, gua takut Lena kenapa-napa." Rika semakin cemas, takut juga panik melihat kondisi Lena.
Anna sebagai sahabat Lena dan Rika pun cepat-cepat keluar dari ruangan untuk meminta tolong pada Andi di ruang desainer, meski sesungguhnya ada rasa cemburu di hati Anna karena laki-laki yang disukainya diminta Rika untuk menemani Lena di rumah sakit.
Sesampainya di depan ruangan Andi, Anna pun segera masuk menemuinya dan langsung memanggil Andi dengan suara lantang.
"Di ... Andi ...."
Spontan saja semua staf desain di situ terkejut karena Anna memanggil-manggil teman mereka tanpa menghiraukan orang-orang di sekelilingnya.
"Lho si Anna, tho? Kenapa manggil-manggil si Andi kayak gitu?" Fredy bertanya dalam logat jawa yang kental kepada Gunadi yang duduk persis di samping kirinya.
"Gua juga gak tau, Fred. Mungkin dia lagi kangen sama Andi kali," seloroh Gunadi.
Andi terlihat sibuk dan berkutat di depan komputernya sehingga dia tidak menggubris teriakan Anna tadi, padahal Anna sedang menuju ke tempatnya sekarang.
"Di! Lo ngapain aja dari tadi? Gua panggil-panggil gak jawab," ujar Anna sambil menepuk bahu Andi.
"Ya ampun An, ngagetin gua aja lo. Ada apa manggil gua ke sini? Tumben lo nyamperin gua, biasanya si Rika yang suka masuk ke sini kan?" tanya Andi heran.
"Udah belom ngomongnya? Lo ditungguin Rika tuh di ruangan gua, Lena pingsan," terang Rika.
"Apa?! P--p--pingsan? Kenapa gak ngomong dari tadi?"
"Udah jangan banyak tanya, buruan ke sana sekarang juga nanti Rika marah, lho," jawab Anna.
"Bentar, gua matiin komputernya dulu," balas Andi yang ikut panik seperti Rika.
Andi pun segera mematikan komputernya kemudian pergi ke ruang akunting bersama Anna. Wajahnya saat itu nampak khawatir juga bingung.
Andi bingung kenapa perempuan yang sejak lama dicintainya bisa pingsan, padahal dulu Lena tidak pernah sakit atau pun pingsan sama sekali.
"An, Lena kok bisa pingsan? Emangnya dia sakit apa?" Andi merasa ada yang salah pada tubuh Lena.
"Tanya aja sama Rika, dia yang tau kejadiannya gimana. Gua tadi lagi bikin laporan keuangan kantor ... terus mendadak Lena pingsan," ungkap Anna.
Andi menghela napas dalam-dalam mendengar ucapan Anna, dia mempercepat langkahnya agar cepat sampai di ruang akunting.
Tidak lama kemudian mereka berdua berhamburan masuk ke ruangan tersebut dan langsung mendekati Rika juga Lena yang masih belum sadar dari pingsannya.
"Ka ... cepet bawa dia ke rs," perintah Andi.
"Gua emang mau bawa Lena ke rumah sakit, lo ikut gua ke RS. Kartika Asih ya, Di. An, lo telepon bu Santi kasihtau kalo Lena sakit sekalian minta ijin keluar nganterin ke rumah sakit," sahut Rika panjang kepada Anna dan Andi.
"Beres, Ka. Berarti gua juga ikut sama kalian, ya," balas Anna.
"Ya ikutlah, lo kan temen deketnya Lena. Kalo bukan temen deket gak akan gua ajak kali," sindir Rika ke Fiona dan Susan.
Susan pun mengerti jika sindiran Rika tadi ditujukan untuknya dan untuk Fiona, hatinya jengkel karena disindir oleh staf dari departemen lain yang mana staf itu merupakan kesayangan Bu Santi, pemimpin mereka di CV. Scarlett Digital Printing.
"Sini, gua bopong Lena ke mobilnya Anna," pungkas Andi tiba-tiba, dia berusaha mengendalikan suasana di dalam ruangan karena tahu kalau Rika sebentar lagi akan bertengkar dengan Susan.
"Bawa ke mobil gua aja," pinta Rika.
"Jangan ... lo panik gitu tar malah ikutan pingsan lagi. Udah, Lena biar dianter sama Anna ke rumah sakitnya, kita nyusul aja."
Andi memang sangat mengenal Rika seperti ia mengenal Lena, selama ini Rika sudah menjadi teman curhat yang baik untuknya. Andi pun sudah lama mencintai Lena, namun Lena tidak pernah menyadarinya.
🌸🌸🌸