Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan Lena dengan Evan di rumah sakit, ia pun memutuskan untuk menjauhi laki-laki itu dan berusaha membuka hatinya kepada Andi.
Sejak itu pula Lena berencana resign dari PT. Scarlett Digital Printing agar mendapatkan suasana pekerjaan baru yang lebih menantang.
Sementara Ivana sedang mempersiapkan pesta pertunangannya dengan Nino, dia adalah anak dari rekan bisnis orangtua Ivana dan Lena.
Rencananya di pertunangan Ivana nanti Lena akan memperkenalkan Andi sebagai teman dekatnya, Andi memang tepat untuk menjadi calon suami Lena.
Saat mempersiapkan acara pertunangan itu, Ivana sedikit ragu apakah ia harus meneruskan hubungannya dengan Nino atau sebaiknya ditunda dahulu selama beberapa bulan ke depan hingga kondisi psikis Lena membaik.
Ivana sudah mengetahui kalau adiknya mengalami depresi yang cukup berat dari Rika, ia ingin mengajak Lena ke psikiater agar bisa cepat pulih dari semua trauma masa lalunya dengan Rendy yang sudah mengkhianati Lena beberapa tahun lalu.
Ivana belum sempat memberitahukan hal tersebut pada kedua orangtuanya dikarenakan kesibukkannya di kantor juga persiapan pesta pertunangan.
Tinggal dua minggu lagi menuju hari H namun sebelum hari itu Ivana harus membawa Lena ke psikiater terlebih dahulu agar semua rasa sakit di hati adiknya sembuh. Ivana ingin melihat Lena bahagia seperti dirinya yang telah menemukan tambatan hati.
******
Minggu ketiga di bulan Agustus 2010.
Ivana bersiap-siap menemui Lena di kantornya, tadi pagi mereka berdua sudah janjian untuk bertemu di Ivory Cafe sore ini. Ivana hendak membicarakan sesuatu yang penting kepada adiknya.
Ia tidak ikut pulang bersama papa mamanya dan beralasan ingin kencan dengan Nino sebelum bertunangan, sedangkan Lena meminta ijin pulang terlambat dari kantor karena harus pergi ke acara ulangtahun Rika.
Kedua bersaudara itu terpaksa berbohong tentang pertemuan mereka di Ivory Cafe, mereka tidak ingin orangtuanya berpikir yang tidak-tidak pada anak-anaknya.
Selama ini mereka hanya tahu jika hubungan kedua anak-anaknya agak renggang dan tidak pernah saling mengobrol satu sama lain, kecuali jika memang perlu barulah Ivana mengobrol dengan adiknya.
Ivana berharap nantinya Lena bisa menerima kenyataan bahwa sebenarnya ia mengalami depresi sehingga harus berkonsultasi ke psikiater.
Andai saja Ivana tahu dari dulu mungkin saat ini sikap Lena tidak berubah total menjadi seorang introvert dan sangat pemurung. Semua itu merupakan kelalaian Ivana karena tidak mampu menjaga adiknya dengan baik, ia menganggap dirinya bukan seorang kakak yang sempurna bagi Lena.
Di sisi lain Lena juga berpikir kalau Ivana tidak sebaik sahabat-sahabatnya dimana mereka selalu memberi perhatian lebih di kala Lena sedang sedih dan membutuhkan tempat curahan hati.
Begitulah akhirnya kedua kakak beradik itu akan bertemu di kafe, menghindari segala macam pertanyaan dari Erik dan Yeni.
Sepuluh menit kemudian Ivana menelepon Lena yang sedang berjalan ke tempat bis antar jemput kantor di dekat pos satpam.
Tuut ... tuut ... tuut ...
Lena tiba-tiba merasa ponsel di tasnya bergetar, lalu ia berhenti sejenak untuk mengambil ponselnya.
Diambilnya ponsel dari dalam tas kemudian ia bergegas menjawab telepon Ivana.
"Ya, Kak."
"Len, aku udah mau berangkat ke kafe nih. Kamu udah di jalan atau masih di kantor?"
"Aku masih di kantor, tapi ini lagi mau masuk ke bis kok."
"Kalo gitu aku duluan ke kafenya ya, kamu mau dipesenin minum?"
"Gak usah, nanti aku pesen sendiri aja. Kak teleponnya udah dulu takut ditinggal sama bis jemputannya. Bye."
"Bye, Len."
Setelah telepon dengan Ivana, Lena pun melangkahkan kakinya kembali menuju bis antar jemput yang masih menunggu beberapa staf serta karyawan lain selain Lena.
Tidak lama kemudian Lena sampai di depan bis tersebut dan langsung masuk ke dalamnya mencari tempat duduk kosong. Seperti biasa ia duduk di kursi depan dekat pintu keluar masuk bis, sedangkan kursi di belakang Lena diisi oleh dua orang dari divisi HRD, Vina dan Yulia.
Lena terbiasa duduk sendiri di depan, ia jarang mengundang teman-teman barunya agar duduk di sebelah Lena. Suasana di kantor baru masih terasa asing baginya, hingga ia menjadi staf paling tertutup di antara mereka semua.
Perempuan itu memejamkan matanya sambil bersandar di kursi melepas lelah setelah berjam-jam lamanya berkutat di depan komputer dan berbagai jenis kain polosan yang harus di periksa terlebih dahulu kualitasnya sebelum dikirim ke Jakarta.
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, kini Lena sudah mulai melupakan Evan dari pikirannya. Begitu pula dengan Evan yang sudah mendapatkan pengganti Lena.
******
Di Ivory Cafe tampak Ivana sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya, nada suara Ivana begitu manja dan mesra terhadap lawan bicaranya itu.
"No, aku kangen banget sama kamu. Aku udah gak sabar pengen cepet-cepet ketemu kamu."
"Iva, sabar ya. Aku juga kangen, kok," balas suara di telepon.
"Kamu udah makan belum? Kalo belum nanti aku bawain makanan ke rumah kamu," tawar Ivana, ia sangat ingin bertemu Nino.
"Gak perlu repot-repot, Va. Ini aku masih lembur di kantor, mungkin pulangnya baru nanti malem."
"Nino sayang ... kamu jangan lembur terus, dong. Kita kan bentar lagi mau tunangan, aku gak mau kamu sampe sakit lho." Ivana mengingatkan Nino, calon tunangannya.
"Kamu tenang aja, lagian aku lembur juga buat kamu sama om Eric."
"Aku tau itu. Semua kerjaan kamu yang handle, padahal ada Adrianna sama Dennis yang bisa bantuin kamu," keluh Ivana.
"Gak apa-apalah, Sayang. Mendingan kukerjain sendiri daripada minta bantuan Dennis atau Adrianna," sahut Nino.
"Nanti kalo kita udah nikah, biar aku yang nge-handle semuanya biar kamu gak lembur melulu." Ivana sepertinya kesal kepada adik-adik Nino.
"Ya jangan dong, Va. Masa aku gak kerja? Kamu cukup bantuin aku aja di sini, supaya ada temen ngobrol."
"Hmm ... sekalian buat anak, ya? He ... he ... he," seloroh Ivana.
"Husshh ... jangan ngomong gitu. Nikah aja belum udah ngelantur kemana-mana."
"Cuma becanda kali, serius amat nanggepinnya." Ivana cemberut.
"Ya udah, enjoy your dinner with your sister okay?"
"Okay. Bye and see you next week, No."
Klik, Ivana mengakhiri teleponnya dengan Nino.
Di kejauhan ada seseorang yang sudah sedari tadi memandangi Ivana dengan penuh iri.
☜☆☞