Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 43 - 43. Fikri : Cinta tidak bisa di paksakan

Chapter 43 - 43. Fikri : Cinta tidak bisa di paksakan

D'Media Corp. Pukul 07.00 pagi.

Brak! Suara pintu terbuka lebar. Aku melihat kearah pintu ketika Rezki tergopoh-gopoh mendatangiku. Aku hanya mendengus kesal.

"Pak! Ya Allah, kenapa ruangan ini berantakan?"

Aku hanya diam menatap Rezki yang mulai mengambil satu per satu lembar demi lembar berkas yang berserakan di lantai. Tak hanya itu, ada pecahan kaca yang berasal dari gelas aku abaikan begitu saja disana.

Aku menatap Rezki dengan tatapan datar. Bagaimana aku bisa berkonsentrasi dalam bekerja ketika semalam aku mengetahui kalau Afrah itu ternyata Reva?

Setelah kepergiannya menuju dapur dan minum segelas air, ntah kenapa hatiku terdorong untuk melihat koleksi novel-novel milik Afrah. Padahal itu hanya sebuah keisengan tak berguna sembari mengabaikan rasa gugup untuk meminta hakku pada Afrah.

Tapi apa yang aku dapatkan tadi malam? Ck, dengan jelas aku melihat sebuah novel dengan halaman pertama bernama Reva Sintia. Apakah dia sedang memainkan dramanya untuk berpura-pura tidak mengetahui apapun jika selama ini ingatannya sudah kembali?

Deringan ponsel kembali berbunyi diatas meja. Aku mengabaikannya sejak tadi. Aku tahu itu Afrah. Hatiku sudah benar-benar kecewa. Bahkan-

"Pak saya jangan dikacangin dong."

Aku menatap Rezki dengan kesal. "Kenapa?"

"Lah kok tanya saya? Bapak tuh yang kenapa? Pagi-pagi ruangan Bapak berantakan. Memangnya tidak ada OB ya yang beresin ruangan Bapak jam 06.00 tadi?"

"Kamu saja yang beresin."

"Saya asisten Bapak loh. Bukan OB. Ijazah saya S1. Saya juga pintar. Anti galau. Masa disuruh jadi OB Bapak? Yang benar saja Pak."

"Yang bilang kamu OB siapa?"

"Kok Bapak ngegas? Galau jangan dibawa disini Coy."

"Rezki!"

Rezki hanya tertawa geli. Semua lembar berkas sudah dia kumpulkan dengan baik. Kedatangan Rezki semakin membuatku pening saja.

"Santai Pak. Jangan marah-marah. Nanti ditinggal istri."

"Jangan sok tahu kamu."

"Sudahlah Pak. Daripada ngurusin saya sok tahu atau tidaknya mending Bapak siap-siap ketemu sama Pak Samuel. Dia sudah sehat. Sebentar lagi beliau akan kesini."

Rezki itu memang menyebalkan dari cara bicaranya. Tapi percayalah bahwa dia sangat profesional dalam bekerja. Makanya aku mempertahankannya selagi dia tidak berniat membuatku gila.

Pintu terbuka. Pak Samuel selaku bagian Manager Program akhirnya datang menemuiku.

"Asalamualaikum Pak. Maafkan saya-"

"Wa'alaikumussalam. Kenapa kamu lalai dalam bekerja Samuel?!"

Dia terlihat menunduk ketakutan padaku. Bahkan aku sengaja memotong pembicaraannya.

"Maafkan saya Pak. Sudah sebulan perusahaan kita kedatangan mahasiswa dari universitas kota Jakarta untuk melaksanakan program kuliah kerja nyata. Salah satu dari mereka ditempatkan dibagian editing video. Namun karena saya lalai tidak memantaunya waktu itu membuat mahasiswi tersebut tidak memotong adegan kekerasan yang sedang ditampil-"

Brak! "Angkat kaki dari sini! Kamu saya pecat!" Bentakku padanya sambil menggebrak meja.

"Ta-tapi Pak. Saya-"

"Manager sepertimu hanya membuatku rugi. Gara-gara kamu para investor tidak mempercayai  perusahaan ini lagi!"

"Pak saya-"

"Jangan pernah menghadap saya. Silahkan undur diri."

Tanpa aku tatap pun aku sudah yakin kalau Pak Samuel sudah pucat pasi. Lalu dia pun pergi meninggalkan ruanganku dengan wajah penuh penyesalannya. Tapi semua itu tidak seberapa dengan kerugian yang aku alami semuanya.

Aku tak banyak berkata-kata lagi. Akhirnya aku keluar begitu saja dan meninggalkan ruangan penuh amarah. Aku tidak ingin mengalami kerugian lagi sehingga membuatku harus turun tangan dengan sendirinya untuk melihat langsung kinerja bawahanku saat ini juga.

🥀🥀🥀🥀

Aku melangkahkan kakiku menuju lantai 17. Tempat dimana ruangan Divisi Sales dan Marketing D'Media Corp berada. Seperti biasanya, dengan aura kharismatik yang sudah biasa aku lakukan saat menjadi CEO disini membuat para pekerja hormat kepadaku. Dibelakangku ada Rezki yang dengan setia mengikuti kemanapun aku pergi dalam menjalankan tugasnya.

Semuanya terlihat sibuk pagi ini dikubikel masing-masing. Aku memantau mereka yang begitu serius saat bekerja.

Salah satu wanita yang menjadi marketing servis D'Media Corp tersenyum ramah denganku yang hanya aku timpali dengan tersenyum juga kearahnya.

Lalu tanpa sengaja aku melihat ada seorang wanita yang sibuk memakai bedak dan lipstik di kubikelnya.

Disebelahnya ada temannya yang tiba-tiba menyenggol bahunya seolah-olah memberitahu kedatanganku saat ini.

Dia pun terkejut dan merasa malu karena tertangkap basah sedang tidak bekerja. Aku hanya menghela napas dan pergi meninggalkan area ini.

Bahkan setelah itu aku juga menuju lantai 20. Tempat studio 3 bagian berita pagi terkini. Saat ini berita pagi sedang on air. Salah satu pria bertubuh tinggi dan berjas formal sedang membawakan berita dengan lancar. Dibelakangnya terdapat background berwarna hijau agar saat ditayangkan di telivisi menampilkan efek animasi gedung-gedung tinggi bertingkat.

"Jam berapa meeting hari ini?" tanyaku pada Rezki.

"Satu jam lagi Pak."

"Berkas-berkas penting untuk Pak Amran sudah kamu siapkan?"

"Sudah Pak. Malam ini insya Allah kita berangkat ke Samarinda."

"Oke."

Untuk sesaat, aku harus mengesampingkan urusan pribadiku mengenai Reva karena urusan pekerjaanku sedang kacau dan butuh diselesaikan.

🥀🥀🥀🥀

Apartemen Casanova, Pukul 17.00 sore.

Aku menatap Daniel yang kini sedang duduk dihadapanku dengan raut wajahnya yang terkejut. Saat ini kami sedang berada di sofa ruang tamu apartmentku.

Sedangkan Afrah, ah salah. Maksudku Reva. Dia masih ditempat orang tuanya sejak kemarin dan membuatku sangat enggan untuk dirinya berada disini.

"Kamu yakin dengan semua itu Fik?"

"Aku sudah yakin kalau Afrah itu Reva. Semua bukti sudah jelas Daniel. Puzzle itu sudah terkumpul dengan sempurna." ucapku sinis.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?"

Aku memilih berdiri dan berjalan kearah balkon untuk menikmati udara sore hari menjelang senja. Suara derap langkah kaki Daniel pun terdengar mendatangiku dan berdiri disampingku.

"Aku tidak tahu."

"Bukankah kamu pernah bilang waktu itu pilihannya ada dua? Menyimpan puzzle itu atau.."

Aku menatapnya sejenak. Lalu beralih menatap kedepan. Ntah kenapa rasa kecewaku masih saja bersarang di hatiku.

"Atau kamu akan menghancurkannya." ucap Daniel akhirnya.

"Kupikir kamu sudah lupa dengan ucapanku waktu itu."

"Sebenarnya apa tujuan kamu menikah Fik? Karena ibadah atau balas dendamu padanya?

"Aku-"

"Asalamualaikum Mas."

Aku menoleh kebelakang. Aku terkejut ketika tanpa diduga Afrah akan pulang hari ini. Aku beralih menatap Daniel sampai dia pun sadar diri dan segera pamit pulang.

Aku menghela napas. Rasanya aku begitu lelah dengan semua ini. Rasanya aku tidak sanggup untuk bisa mencintai Reva. Dia sahabatku. Tidak mungkin aku menaruh hati padanya.

Daniel sudah pergi. Tanpa diduga Afrah langsung memelukku dengan erat setelah dia melepaskan cadarnya. Tapi sayangnya aku tidak berniat membalas pelukannya. Dia menangis dalam pelukanku.

"Lepaskan aku Reva."

Reva terisak. "Mas. Aku-"

"Tolong biarkan aku sendiri. Aku butuh istirahat."

"Mas lelah? Baiklah Afrah akan memijit pundak Mas. Afrah-"

"Untuk apa kamu melakukannya?"

"Aku-"

"Jangan jelaskan apapun lagi Rev. Kamu lupa kalau kita hanya sebatas sahabat sejak dulu?"

"Mas-"

"Kamu lupa kalau aku tidak pernah menyukaimu? Apalagi mencintaimu?"

"Tapi Mas. Afrah ingin-"

Tanpa diduga aku melepaskan diri dari pelukan Reva dan meninggalkan yang saat ini menangis. Namun semua itu tidak seberapa setelah apa yang dia lakukan dimasalalu.

Dia sudah membuat semua orang menangis akibat kepergian Devika. Termasuk diriku ketika dulunya aku dan Devika sudah saling mencintai dua hari sebelumnya pernikahan itu terjadi.

Reva merenggut semuanya. Seolah-olah dia sudah memenangkan semua ini dan mengganti posisi Devika.

🥀🥀🥀🥀

Sabar ya sabar. Elus dada aja kalian sama sikap Fikri.

😔

Insya Allah ada saatnya nanti dia  minta di tabok sama kalian. Tenang aja. Tenangggggg 😂

Makasih sudah baca. Sehat selalu buat kalian.

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii