Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 47 - 47. Fikri : Malam kenangan Bersama

Chapter 47 - 47. Fikri : Malam kenangan Bersama

Samarinda. Pukul 13.00 Siang.

Aku tak menyangka kalau istri Pak Amran menampar pipi Reva. Dengan panik aku segera membawanya kekamar. Reva sudah lemah. Hanya untuk berjalan saja dia tidak mampu. Alhasil aku menggendongnya. Tubuhnya terasa gemetar ketakutan.

Aku menurunkan tubuh Reva diatas tempat tidur. Dia menangis sesenggukan lalu dengan perlahan dia terbangun duduk dipinggiran ranjang.

Aku membuka khimarnya. Aku menatap pipinya yang memerah bekas tamparan tadi.

"Ayo ganti bajumu dulu Rev."

Dia menggeleng. Yang dia lakukan hanya memilih tidur dan merubah posisi menyamping.

"Reva.."

"Afrah lelah. Afrah lelah dengan semua ini."

Aku terdiam. Aku masih melihatnya seenggukan. Lalu aku duduk di pinggiran ranjang.

"Tolong ganti baju dulu. Setidaknya kamu tertidur dalam keadaan nyaman."

"Apa Mas mulai perduli padaku sekarang?"

"Reva.."

"Afrah ingin sendiri." isaknya lirih. "Ingin sekali rasanya aku dipeluk oleh suami yang aku cintai. Tapi sayangnya saat ini dia menganggapku orang lain. Aku hanya bisa apa?"

"Kenyataan kamu memang orang lain yang berubah secara-"

"Tolong biarkan Afrah sendiri Mas. Afrah lelah."

Aku hanya mendengus kesal. Alhasil akupun pergi dari sana meninggalkannya.

๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€

Komplek Perumahan Villa Cendana. Pukul 13.00 siang.

Aku baru saja pulang dari mesjid dikomplek perumahan ini setelah sholat Zuhur berjamaah. Disebelahku ada Ayah dan Kak Arvino. Mereka tengah berbincang mengenai bisnis real estate yang saat ini sedang di kembangkan.

Aku hanya diam mendengarkannya. Tapi tidak dengan pikiran dan hatiku. Nama Reva terus saja mengangguku sejak kejadian tadi. Dia benar-benar banyak diam setelah kejadian itu. Berbicara padaku hanya seperlunya saja. Terakhir aku meninggalkannya sebelum ke mesjid, dia memilih merenung sambil berdzikir.

"Fik?"

Aku menoleh kesamping. Ayah menegurku. Aku berusaha untuk tetap tenang meskipun aku sadar sedikit banyaknya pikiran keluargaku saat ini dipenuhi banyak pertanyaan.

"Iya Yah?"

"Afrah bagaimana. Dia baik-baik saja?"

"Dia Reva. Bukan Afrah." ucapku datar.

"Kamu yakin dia Reva?" sambung Kak Arvino kepadaku.

Aku mengangguk. "Sudah banyak bukti-bukti yang aku temukan."

"Apa benar dia kuliah di kota ini? Em maksudku, seingatku 10 tahun yang lalu aku merasa tidak pernah memiliki mahasiswi bercadar." tanya Kak Arvino.

Sedikit banyaknya Kak Arvino sudah tahu kalau istriku itu alumni universitas dikota ini setelah aku memberitahunya, satu hari setelah acara lamaran dirumah Reva 2 bulan yang lalu.

"Kata Ayah mertuaku putrinya itu bercadar setelah mengalami kecelakaan. Dia berhijrah dan memakaikan sampai sekarang."

"Sampai kapan kamu akan terus membawa masalalumu itu Fik?" tanya Kak Arvino akhirnya.

Aku menghentikan langkahku. Ayah dan Kak Arvino pun ikut menghentikan langkahnya. Sesaat, aku menatap Kakakku itu dalam seperkian detik. Menatap kedua matanya yang terdapat kornea Devika disana.

"Aku tidak tahu. Itu urusanku. Bukan urusanmu. Kalau saja Devika tidak mendaftarkan diri ke Bank Mata Indonesia, mungkin Kakak tidak akan

mendapatkan donor kornea untuk

bisa melihat dan menikah dengan Aiza."

Aku tersenyum sinis. "Ah iya, tentu saja dengan semua persiapan resepsinya. Aku yakin Kakak tidak akan lupa mengenai hal itu, bukankah seharusnya persiapan resepsi itu awalnya milikku bersama Devika?

"Resepsiku batal setelah kecelakaan Devika sehingga Bunda mengalihkannya pada Kakak daripada membatalkannya pada pihak wedding organizer." tambahku lagi.

"Kenapa kamu mengungkitnya Fik?! Lagian yang melakukannya itu Kakak kandungmu, bukan orang lain." sela Ayah protes.

Aku menatap Ayah yang kini marah padaku. Aku hanya tersenyum miris. "Setidaknya itu peringatan buat Kakak agar tidak mengurusi hidupku Yah. Fikri pergi."

"Fikri! Adik macam apa kamu!" Teriak Kakakku dengan marah.

"Arvino. Tenangkan dirimu Nak."

Aku mengabaikannya dan meninggalkan Ayah dan Kakakku itu dengan segala amarahnya. Dia pikir mudah untuk menjalani kehidupan setelahnya ketika ditinggal pergi orang yang kita cintai?

Ck, bagaimana dengan dirinya sendiri dimasalalu yang pada akhirnya mengejar cinta Aiza meskipun kami berbeda situasi?

Kakak iparku si Aiza itu dulunya memiliki harga diri yang tinggi. Aiza juga tidak mudah di rayu sehingga membuat Kak Arvino yang dulunya Dosen playboy satu kampus akhirnya terlihat bodoh karena sudah dibutakan oleh cintanya.

๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€

"Tenang Afrah, tenang."

"Afrah takut Bun. Afrah takut."

"Apa yang kamu takutkan Nak?"

"Kebencian dan kehilangan.."

"Ya Allah Nak, jangan berpikir seperti itu."

"Afrah takut keluarga ini membenci Afrah dan Afrah takut kalau Mas Fikri akan meninggalkan Afrah. Afrah sangat mencintainya Bun. Dia surganya Afrah, kalau dia pergi.. dia.. dia.."

"Ssshh.. istighfar Nak, istighfar.."

"Mbak, mbak Aiza. Apa benar aku ini Reva? Apa benar kata Mas Fikri dulu kita teman satu kuliah?"

"Em, dulu Reva memang teman satu kuliah denganku."

"Bisa Mbak ceritakan semuanya padaku? Aku benar-benar bingung. Aku tidak mengingatnya sama sekali Mbak. Demi Allah aku tidak mengingat semuanya setelah kecelakaan itu."

"Aiza, tolong kamu bantu Afrah ya. Ceritakan sedikit kejadian masalalu kalian itu."

"Em, iya Bun. Jadi begini Afrah.."

"Dulu Reva itu satu kost denganku saat kuliah. Kamar kami saling bersebelahan. Kami berteman. Tidak hanya berdua, tapi bertiga."

"Siapa satunya Mbak?"

"Fikri. Fikri Azka?"

"Mas Fikri?"

"Em iya. Aku, Reva, dan Fikri. Kami berteman satu kampus meskipun berbeda semester. Aku bertemu Reva saat dia sudah menginjak semester 3. Sedangkan saat itu aku masih semester 1 tahun ajaran baru."

"Lalu?"

"Reva dan Fikri, yang aku tahu mereka itu saling dekat. Tapi tidak memiliki hubungan apapun."

"Jika memang Reva itu aku, bagaimana dulunya aku Mbak? Penampilanku, sifatku, dan lainnya?"

"Jika memang kamu itu Reva, kamu adalah temanku yang baik, ramah, dan suka menolong aku Afrah."

"Selain itu?"

"Dulu kamu seorang teman yang sering antisipasiin aku tentang cewek-cewek yang deketin Mas Arvino. Kita sudah seperti sahabat."

"Kalau mengingat masalalu kita itu lucu ya. Diam-diam aku suka sama Mas Arvino, begitupun denganmu yang menyukai Fikri."

"Jadi.. apakah Reva memang suka sama Mas Fikri? Jika aku benar-benar Reva, apakah aku menyukai Mas Fikri sejak masa kuliah?"

"Iya Afrah. Reva itu suka sama Fikri sudah lama. Tapi Reva orang yang selalu mengalah. Reva suka nahan cemburu kalau Fikri membahas tentang almarhum Devika."

"Oalah, jadi Reva itu dulu suka sama bayi besar Bunda itu ya Nak Aiza? Ya Allah, Bunda tidak menyangka. Padahal Fikri dulu culun, pakai kacamata tebal, ih pokoknya penampilannya sedikit norak. Ah tapi gitu-gitu putra Bunda cerdas loh."

"Hahaha Iya Bun. Aku juga mikirnya gitu. Aku juga tidak menyangka kenapa Reva bisa suka sama Fikri."

"Ya namanya cinta mau gimana lagi toh Aiza? Kamu sendiri gimana? Padahal Arvino itu dulunya playboy, suka gonta ganti cewek. Bunda sampai kesel sama dia. Dan Bunda tidak menyangka kamu malah jatuh cinta padanya."

"Terkadang cinta itu buta Bun. Jodoh itu rahasia Allah. Kita tidak pernah tahu seperti apa sifat dan rupa jodoh kita dimasa mendatang. Hanya Allah yang Maha Tahu."

"Iya Nak Aiza. Kamu benar."

"Afrah, Aiza. Putri-putri Bunda, sini Bunda peluk. Bunda sayang sama kalian. Mantu-mantu Bunda yang cantik dan solehah. Tetap sabar dalam menghadapi rumah tangga ya kalian ya. Jangan sampai kandas. Atau Bunda akan sedih."

"Aiza sayang sama Bunda. Insya Allah itu tidak akan terjadi Bun."

"Bunda juga sayang sama kamu Nak Aiza, dan Bunda juga sayang sama menantu Bunda yang cantik ini, Afrah Amirah. Mau itu kamu Reva, Afrah, semua sama saja. Bunda akan tetap sayang kamu dan menerima kamu. Jadi jangan sedih lagi ya Nak."

"Terima kasih Bunda. Maafkan Afrah jika Afrah memang Reva. Afrah harap Bunda mau menerima Afrah."

"Tentu saja Bunda terima kamu sayang. Sudah ya, jangan sedih lagi. Jangan pikirin orang tua almarhumah Devika. Nanti Bunda yang akan bicara baik-baik sama dia."

Aku tertegun mendengar semuanya. Langkahku terhenti didepan pintu kamar setelah aku pulang meninggalkan Ayah dan Kak Arvino tadi.

Aku melihat Bunda, Reva dan Aiza dikamarku. Mungkin Bunda begitu cemas sama keadaan Reva sehingga mendatanginya.

Dengan langkah berat aku memundurkan langkahku dan tidak jadi memasuki kamarku. Aku syok. Benar-benar syok.

Aku tidak menyangka kalau dulu Reva menyukaiku sejak masa kuliah.

Aku juga tidak pernah tahu kalau selama itu dia menahan cemburunya pada almarhum Devika. Tak hanya itu, aku juga tidak pernah tahu bagaimana hatinya saat aku memberinya kabar bahwa aku akan menikahi Devika.

Sekarang aku sadar, kenapa setelah lulus kuliah Reva tidak pernah menghubungiku lagi. Aku sadar dia perlahan menjauhiku saat itu.

Rupanya dia sudah cemburu sehingga memutuskan persahabatan kami.

๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€

Malam harinya, Pukul 22.00 Malam

Aku menutup proposal dari Pak Amran yang beliau berikan padaku mengenai bisnis perusahaan D'Media corp untuk investor Jepang nanti.

5 hari lagi aku akan berangkat ke Jepang untuk menemuinya.ย  Aku mengecek jam didinding, pukul 22.00 Malam. Semua orang sudah berada dikamar masing-masing setelah makan malam berakhir.

Seketika aku memikirkan Reva. Semenjak kejadian tadi pagi dia enggan bergabung bersama keluargaku. Tak hanya itu, untuk makan malam saja bibi asisten rumah tangga ini yang mengantarkannya kedalam kamarku.

Rasa lelah membuatku ingin kekamar saat ini juga sekaligus melihat keadaan Reva. Aku menuju kamarku dan begitu membuka pintunya, aku melihat pintu balkon terbuka. Angin malam berhembus pelan mengenai tirai kamarku. Aku memasuki kamarku kemudian mengunci pintunya.ย 

Dengan langkah pelan aku menuju balkon. Aku terdiam melihat Reva yang sudah berganti pakaian tidur berlengan panjang. Dia masih mengenakan hijab yang tidak sepanjang khimar seperti biasanya. Ditangannya ada sebuah tasbih digital. Reva memang istri yang suka berdzikir.

"Kamu tidak tidur?"ย 

Dia menoleh kearahku. Aku pun mendekatinya dan berdiri saling berhadapan.

"Afrah belum mengantuk. Mas saja yang tidur duluan."

"Kenapa kamu tidak tidur? Apakah kamu masih syok mengetahui semuanya dari Aiza tentang semua masalalu yang dia ceritakan padamu?" ucapku tanpa basa-basi.

Afrah terdiam. Kedua mata kami saling bertatapan. Tanpa diduga dia memajukan satu langkah kearahku.

"Jika memang Afrah adalah Reva. Apakah Mas mau memaafkanku?"ย 

Reva mengenggam punggung tanganku. Suaranya begitu lirih. Sorotan tatapannya dipenuhi harapan dan kesedihan.

"Kata Mbak Aiza, Reva menyukai Mas sejak dulu. Itu artinya, rasa cinta sudah bersemi dihatinya sejak lama sebelum kecelakaan itu terjadi."

Aku terdiam. Dan lagi, Reva memajukan langkahnya sampai jarak diantara kami sisa sedikit. Namun aku memundurkan langkahku. Aku menatapnya penuh luka.ย 

"Tapi kamu tahu kan sejak dulu aku tidak pernah menyukaimu Rev? Kamu sadar kan hanya Devika yang aku sukai? Kenapa Rev, kenapa? Kenapa kamu mengemudikan mobil Devika sehingga terjadi kecelakaan? Apakah saat itu kamu sedang patah hati lalu semuanya terjadi begitu saja?"

"Mas, Afrah-'"

"Ya, aku tahu. kamu akan bilang kamu sudah lupa dan tidak mengingatnya lagi. Tapi sekarang kamu sudah tahu, siapa yang aku cintai sejak dulu."

"Jadi Mas tidak mencintaiku?"

Aku terdiam. Cinta. Aku tidak tahu itu. Saat ini semuanya membuatku kelam.

"Jadi itukah alasan Mas selama ini kenapa Mas menghindariku setelah menikah?"

Aku memilih memalingkah wajahku kesamping. Aku enggan menatapnya apalagi melihat sorotan kesedihan di kedua matanya.ย 

"Sekarang Afrah sadar kenapa Mas Fikri sering menghindariku setelah menikah. Termasuk ketika Mas tidak pernah sekalipun meminta hak nya padaku. Afrah pikir..."

Reva terdiam. Dia terlihat menghapus air mata dipipinya.ย 

"Afrah pikir mungkin karena Afrah tidak menarik. Atau Afrah terlihat tidak cantik. Setiap hari, setiap waktu, Afrah memandang wajah Afrah sendiri didepan cermin. Dalam hati Afrah bertanya-tanya, apakah Afrah tidak cantik? apakah wajah Afrah kusam, apakah tubuh Afrah terlihat gemuk? hanya karena berat badan yang naik 1 kg saja Afrah rela melakukan diet."

"Tapi sekarang Afrah sadar, Afrah benar-benar sadar. Mas menghindariku karena menganggapku Reva. Seorang sahabat yang sudah dicap sebagai pembunuh dan penyebab kecelakaan Devika."

Akupun akhirnya beralih menatapnya. "Ya, kamu benar. Sangat-sangat benar Rev." dengan santai aku berpindah posisi kebelakang tubuhnya, tak hanya itu, aku mendekati bibirku ke bagian telinganya.ย 

"Tepat hari ini, 30 hari setelah kita menikah. 1 Maret 2019. Puzzle itu akhirnya sudah terkumpul. Sekarang aku berpikir mau aku apakan puzzle itu Reva Sintia." bisikku pelan padanya.

Afrah membalikkan badanya. Dia menatapku terkejut. "Mau Mas itu apa?! Apa yang harus Afrah lakukan agar Mas bisa memaafkan masalalu?"

"Apakah kamu mulai lelah Rev?"

"Tidak." Reva menggeleng dengan cepat. Dan cukup aku akui kalau dia wanita yang kuat.ย 

"Afrah tidak lelah. Afrah cuma gemas sama Mas yang tidak bisa move on. Bahkan yang baca cerita kita saat ini juga ikutan gemas sama Mas!"

Aku hanya tersenyum sinis lalu bersedekap. "Kamu sungguh yakin kalau aku ingin meaafkanmu dan melupakan semuanya?"

"A-apa maksud Mas?"

"Izinkan aku, menikahi Fara."

"A-apa? Ni-nikah?"

"Kenapa? kamu keberatan? tenang saja Rev, aku akan berlaku adil. Aku mampu secara finansial. Aku bisa menikahi 2 sampai 3 istri. Lagian... Bukankah sejak dulu aku dan Fara di jodohkan?"

Dia terlihat syok, air mata sudah mengalir dengan deras dipipinya. Aku mengabaikannya dan melenggang masuk kedalam kamar.ย 

Brak! suara pintu balkon tertutup dengan nyaring, Reva menghentakkan kakinya dilantai dengan kasar akibat amarahnya.

"Apa arti pernikahan kita bagi Mas?! Apa?!"

Tiba-tiba Reva menghadang jalanku. Dia menatapku emosi. Aku sadar akan hal itu.

"Pernikahan kita?" aku tersenyum angkuh. "Tentu saja untuk memecahkan misteri dan teka-teki Rev. Bukankah Ayahmu pernah bilang kalau aku tidak boleh bertanya apapun yang sekiranya privasi mengenai dirimu karena aku bukan siapa-siapa bagimu?"

"Mas!-"

"Kamu pasti tahu maksudku Rev. Supaya aku bisa leluasa bermain puzzle tentu saja aku harus memilikinya dulu kan? Kamu pikir penjual puzzle akan bersedia puzzlenya dimainkan bila tidak membelinya terlebih dahulu?"

"Pernikahan itu ibadah terlama Mas. Kenapa dengan mudahnya Mas menganggap semua ini permainan? Apakah Mas tidak takut Allah akan murka?!"

Tanpa diduga, Reva kembali mengenggam tanganku. Nafasnya tersenggal-senggal, wajahnya memerah. Kedua matanya sudah sembap. Lalu tatapannya berubah menjadi sayu seolah-olah dia sudah terlihat lelah denganku.

"Tolong jawab dengan jujur. Apakah sedang ada terjadi diantara kalian? Mas dan Fara?"

Aku terdiam. Ntah kenapa aku paling lemah dengan tatapannya saat ini.

"Apakah Mas menyukai Fara? Jika iya kenapa sejak awal tidak menikahi dia saja? Mas bisa saja memecahkan teka-teki itu dengan bertanya baik-baik padaku. Dengan senang hati aku akan menjawabnya. Tapi kenapa Mas lalukan disaat Mas menjadi imam surgaku? Kenapa...?"

Lalu Reva memelukku. Dia menyenderkan dahinya pada dada bidangku. Pertanyaannya barusan menyentil hatiku.ย 

"Kenapa Mas melakukan semua ini disaat rasa cinta yang halal ini tumbuh dihati Afrah? Afrah bisa saja bersabar disaat Mas terus saja menghindariku dan menganggapku Reva. Tapi jika cinta Mas terbagi apakah Afrah sanggup? Afrah tidak bisa, Afrah tidak bisa. Kumohon jangan menduakanku."

Suara Afrah yang memohon damn menangis membuat hatiku dilema. Ada apa denganku? Kenapa aku susah sekali mengikhlaskan masalalu? Kenapa nama Devika sulit hilang dibenakku? Kenapa aku juga sulit menerima Reva yang sekarang? Tidak. Aku tidak boleh kalah sama situasi.

"Keputusanku sudah bulat Rev. Jangan sampai kamu membuatku emosi dan mengucapkan 5 kata yang dibenci Allah."

Aku menjauhinya. Hatiku sedang emosi. Rasanya aku ingin pergi menyendiri saja. Lalu tanpa diduga, Reva mencegah niatku. Dia malah menarik pergelangan tanganku sampai akhirnya dia kembali memelukku.

"Aku kalah." Bisiknya pelan. "Dan aku juga menyerah."

Reva mendongakkan wajahnya menatapku. Tangannya terulur menyentuh pipiku dengan lembut. "Allah membenci yang namanya perpisahan. itu adalah salah satu tugas Syaitan yang ingin memisahkan seorang suami dan istri."

Reva pun berjinjit mencium pipiku. Wajahnya sudah sembab oleh air mata. Bahkan suaranya terdengar lirih. "Kata Bunda Afrah, disaat seseorang sedang menjadi api, kita harus mencoba menjadi air untuk memadamkan api tersebut agar tidak semakin membesar."

Reva menyentuh kedua pipiku dengan lembut. Lalu dia tersenyum. Tersenyum dengan manis seolah-olah dia sudah lelah dengan semua ini.

"Aku akan mengikhlaskannya. Menikahlah dengan Fara. Jika cara ini akan menyelamatkan hubungan diantara kita, maka lakukan. Mungkinย Afrah akan hancur secara perlahan, tapi semua yang Afrah saat ini lakukan demi Mas. Apakah Mas bisa memenuhi tiga persyaratan dari Afrah?"

"Apa yang ingin kamu minta?"

"Berjanjilah setelah ini Mas akan bertaubat. Minta ampun sama Allah agar Mas tidak mendzolimi hati dan perasaan Afrah. Jangan sampai Mas berbuat dosa dan berakhir dengan penyesalan. Ana Uhibukka Fillah, Afrah mencintai Mas karena Allah dan Afrah tidak ingin kita terpisahkan disurga."

Ya aku sadar. Aku sudah mendzolimi hati dan perasaanya meskipun aku mendapatkan semua kebenaran misteri teka-teki ini.

"Yang kedua?"

"Tolong lupakan masalalu. Lupakan Devika. Ikhlaskan kepergiannya. Bila aku memang Reva dan suatu saat ingatan itu kembali, kumohon maafkan aku."

"Aku janji." ucapku mengangguk. "Lalu apa yang ketiga?"

Reva menatapku penuh cinta. Raut wajah frustasinya begitu terlihat. Dia melakukan semua ini untuk menyelamatkan rumah tangga ini.ย 

"Malam ini, tepat satu bulan pernikahan kita. Selama 30 hari, kita saling bertanya-tanya dan menerka-nerka. Setelah malam ini, esok hari akan tiba dan semuanya akan berubah. Berubah karena kesibukan Mas yang ke Jepang atau.. kesibukan Mas bersama-"

Afrah menudukkan wajahnya. Dia memeluk begitu erat. "Maaf Afrah tidak kuat hanya untuk menyebut nama wanita itu."

Lalu Afrah kembali mendongakkan wajahnya yang begitu dekat denganku. Aku terdiam. Aku menatap kedua matanya yang kini tatapannya begitu serius denganku. Aku merasa saat ini dibalik amarah dan emosiku yang terjadi beberapa menit yang lalu hilang begitu saja seolah-olah aku jatuh dalam pesonanya

"Afrah ingin malam ini menjadi malam kita bersama setelah semua yang terjadi diantara kita. Malam terpanjang. Hanya ada Afrah dan Fikri Azka. Tidak ada siapapun. Tidak ada Reva Sintia ataupun Devika."

"Reva-"

"Tolong, untuk malam ini saja."

Afrah berjinjit mencium keningku.

"Pandang istrimu sebagai Afrah Amirah. Pandang istrimu sebagai Afrah yang selalu mengkhawatirkan Fikrinya, Afrah yang selalu menatap Fikrinya penuh cinta. Dan Afrah yang selalu memeluk Fikrinya ketika tertidur."

DEG.

Jantungku berdegup sangat kencang. Kata-katanya barusan membuat hatiku tersentil. Ntah dorongan dari mana dengan perlahan aku malah menarik pinggulnya.

Tak hanya itu, aku malah menggendong tubuhnya keatas tempat tidur. Aku membuka hijabnya dan nampaklah rambut hitamnya yang panjang.

Aku menyentuh sisi pipinya. Air mata mengalir di pipinya. Jarinya yang lentik itu kini menyentuh bibirku dan mengusapnya dengan lembut.

"Untuk malam ini saja. Kita ciptakan kenangan indah kita bersama." bisik Reva dengan pelan.

Aku tak banyak berkata ketika detik berikutnya aku mencium keningnya, kedua matanya, hingga semuanya terjadi begitu saja sebagaimana mestinya Aku melakukan hubungan suami istri bersama Reva yang di ridhoi Allah.

๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€

Tarik napas, hembuskan. Tarikkkk napasssss hembuskannn..

Makasih sudah bertahan sampai disini. Masya Allah. Kusayang kalian!

Ada saatnya nanti, bom akan meledak.

Siapkan hati kalian. ๐Ÿ˜œ๐Ÿ˜„

Acung Disni yang baper

Yang kesel

Yang menangis

Yang nyesek

Yang pengen ambil teplon buat nabok Fikri.

Atau yg gemas sama authornya kenapa bikin alur kayak gini ๐Ÿ˜‚

With Love ๐Ÿ’‹

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii