Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 41 - 41. Fikri : Sabar

Chapter 41 - 41. Fikri : Sabar

Apartemen Casanova. Pukul 11.00 siang.

Hujan baru saja berhenti 30 menit yang lalu bersamaan dengan sinteron azab di televisi yang sempat aku tonton. Aku hanya tersenyum masam meskipun tadi sempat bergidik ngeri saat menontonnya. Tapi aku tahu, dibalik itu semua Afrah itu menyindirku. Biarkan saja dia.

Kalian pikir aku merasa bersalah? Tentu saja tidak.

Bagaimana dengan dia yang sudah berpura-pura selama ini dan tidak menyadari masalalunya kalau sebenarnya dia itu Reva?

Aku memasuki kamarku dan menemukannya sedang tidur dengan pulas. Dengan perlahan aku melepaskan pakaianku dan menggantinya dengan kaos santai.

Aku menaiki tempat tidur dan segera memeluknya dari belakang. Aku hanya bisa bersabar. Rupanya dia benar-benar tidur. Ah sayang sekali, padahal tadi aku ingin merencanakan niatku padanya.

Aku terdiam. Bayangan tentang Ustad Ahmad bersama Afrah membuatku kesal sejak tadi meskipun aku memendamnya. Kadang aku bingung dengan diriku sendiri.

Disatu sisi aku berupaya mengungkapkan misteri tentang Afrah kalau dia itu Reva. Disisilain, ntah kenapa aku tidak suka melihat istriku bersama Ustad Ahmad meskipun aku belum mengetahui ada apa dengan pertemuan mereka dikantor.

Tanpa diduga Afrah membalikan badannya menghadapku. Untuk kesekian kalinya aku menatap wajahnya yang  sangat cantik apalagi saat sedang tertidur. Afrah membuka kedua matanya begitu saja.

"Mas?"

Aku menatap kedua matanya yang masih sayup-sayup karena mengantuk.

"Hm?"

"Tumben disini?"

Aku mengerutkan dahiku. "Memangnya kenapa? Ini kan kamar kita."

"Oh."

Lalu Afrah membalikan badannya dan kembali memunggungiku. Bahkan dia sedikit bergeser seolah-olah menjauhiku.

Wah, lagi ngambek dia.

Aku hanya tersenyum tipis. Lalu aku kembali memeluknya lagi. "Ngambek ya? Kamu baik-baik saja kan?" bisikku padanya.

"B aja Mas."

"Kalau ngambek nanti cantiknya hilang."

"Memangnya Mas perduli kalau Afrah cantik atau tidaknya? Biasanya juga cuek."

Aku mencium puncak kepalanya. Bahkan aku menghirup aroma wangi pada rambutnya. Dengan perlahan aku menggenggam telapak tangannya. Jari-jari kami saling bertaut.

"Sekarang tidak cuek lagi kan? Maaf ya kemarin-kemarin aku sibuk. Bukankah sekarang aku sudah disini dan bersamamu?"

"Hm."

"Masalah di perusahaan belum selesai. Jadi pikiranku sedikit ruwet."

"Hm."

"Tolong maafin aku ya?"

"Hm."

"Kok hm terus sih?" ucapku karena sedikit jengah. "Ini aku sudah minta maaf loh sama kamu. Aku sadar aku salah."

"Alhamdulillah deh Mas sadar. Lagian Afrah pikir tadinya kamar Mas sekarang pindah. Pindah ke kantor. Bukan disini lagi."

Aku tertawa geli. Afrah kalau lagi jutek ya begitu. Menggemaskan. Mungkin sedikit mengobrol ringan dan membujuk hatinya supaya tidak marah lagi adalah cara yang baik sebelum aku meminta hakku padaku.

"Oh iya, tadi kamu masak apa?"

"Afrah tidak masak."

Tanpa diduga Afrah melepaskan tautan tangan kami. Aku hendak menggenggamnya. Tapi dia menolak lagi.

"Kok kamu tidak masak? Kalau aku lapar gimana?"

"Pesen dicateringan teman Mas saja sana. Ah atau minta dibuatkan sama Fara. Bukankah sudah beberapa kali ini dia terlihat dekat sama Mas?"

"Afrah-"

Lalu Afrah bangun dari tidurnya. Dia berjalan kearah keluar. Seketika aku panik. Aku pun segera mencegah kepergiannya.

"Tunggu sebentar."

"Apa lagi sih Mas?"

"Kamu kok dari tadi kayak kesal gitu sama aku? Kamu begitu mengingatkan Mas sama suatu hal."

"Apa?"

"Barusan ada tayangan sinetron di televisi. Baru saja mulai."

"Terus?"

"Sinetronnya rame. Judulnya Azab akibat istri yang melalaikan suaminya."

Seketika wajahnya terlihat pucat. Aku bersedekap dan menatapnya dengan serius. Tanpa banyak bicara aku malah menarik dia kedalam pelukanku.

"Kalau kamu tidak mau itu terjadi. Jangan menghindar."

Wajah Afrah merona merah. Tapi dia menghindar lagi. Lalu aku menahannya.

"Mas, Afrah..."

"Ya?"

"Jangan mendekatiku."

"Aku tidak perduli." Aku membawa tangan Afrah untuk melingkar di leherku. Sementara tanganku berada di pinggulnya.

"Aku kangen sama kamu setelah dua hari ini sibuk lembur di kantor."

"Tapi Afrah mau keminimarket."

"Memangnya mau beli apa sih?"

"Beli pembalut Mas. Afrah lagi datang bulan."

Lalu aku terdiam. Ya ampun. Seketika hatiku kecewa.

"Mas?"

Aku berdeham. Akhirnya aku memundurkan langkahku dan sedikit salah tingkah sambil menggaruk leherku yang tidak gatal.

"Kalau begitu ayo aku antar. Jangan keluar sendirian."

Afrah hanya mengangguk dan bersiap-siap berganti pakaian. Tapi tidak dengan diriku yang hanya bisa pasrah. Akhirnya aku harus menahan diri lagi. Ntah mungkin seminggu atau lebih.

Tapi yah mau gimana lagi? Ini sih kata orang namanya gagal mau bikin adonan.

🥀🥀🥀🥀

Fikri kok bisa songong gitu ya pikirannya

🤣🤣

Makasih sudah baca.

Makasih sudah nunggu part ini kembali update.

Kita slow aja dulu ya kan walaupun alurnya sudah part 41.

Setelah itu..

siapkan hati kalian dan

mari kita BOOM bersama 😏

🤣😆

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii