Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 39 - 39. Fikri : Aku Kalah

Chapter 39 - 39. Fikri : Aku Kalah

D'Media Corp. Pukul 08.00 Pagi.

Jakarta Utara.

Aku sadar aku sudah mengabaikan Afrah selama 2 hari 2 malam. Selain karena aku menghindarinya, aku juga sibuk karena masalah diperusahaanku.

Kabar perusahaanku mengalami masalah seperti ini membuat media begitu cepat memberitakannya. Tidak hanya dikoran,sosial media dan berita headline news di televisi, tapi sudah sampai di telinga Ayahnya Devika sebagai presdir.

Lalu Fara datang menolongku.

Fara memang wanita yang baik. Karena itu dia membawa salah satu rekannya yang menjadi investor untuk membantu kerugian yang aku alami bernama Pak Rafa.

Para investor yang sudah bekerjasama denganku kembali menarik investasi mereka. Alasan mereka karena akan merugikan banyak hal setelah kejadian itu.

Masyarakat sudah banyak memberi komentar negatif sehingga tayangan para pengiklan tidak ingin mempercayakan bisnisnya distasiun siaran milikku. Kalau sudah seperti itu aku bisa apa?

Lalu Fara mendatangiku tepat dipagi hari pukul 05.15 menit. Katanya rekan investor itu akan melakukan perjalanan bisnis keluar negeri sehingga hanya sempat memiliki waktu di jam tersebut.

Itu adalah kesempatan yang bagus. Aku tidak ingin menghilangkannya apalagi tidak mengambilnya. Tak hanya itu, dengan baiknya beliau memberikanku sekotak makanan.

Ya Allah, aku tak habis pikir. Apakah segitu menyedihkan diriku di mata Fara karena sudah lembur 2 hari 2 malam serta makan tidak teratur?

Bisa jadi kemungkinan besar Fara menyeritakan semuanya tentang kondisiku kepada Pak Rafa sehingga beliau prihatin dan memberiku sekotak makanan.

Kata beliau istrinya itu pemilik kateringan yang sukses. Dengan baik hati istrinya itu menitipkan makanan hanya untukku. Alhamdulillah, aku berdoa semoga istri Pak Rafa itu diberi banyak rezeki dan sukses dalam bisnis kateringannya.

Aku memijit keningku yang begitu pusing. Belum lagi kulit tanganku yang memerah dan gatal. Ah Afrah memang benar, aku ini alergi makan udang. Jika Afrah tahu, dia pasti akan marah dan mengomeliku. Tentu saja omelan dia itu omelan sayang.

Dia tidak ingin aku kenapa-kenapa. Dia tidak ingin aku sampai sakit. Dan dia tidak ingin aku mengalami masalah.

Tapi nyatanya tanpa sadar aku sudah memporak-porandakan hati dan perasaannya. Bahkan akupun sadar kedatangannya kemari 30 menit yang lalu karena dia merindukanku dan memastikan aku baik-baik saja.

Fara dan Pak Rafa sudah pergi 10 menit yang lalu. Akhirnya aku segera berdiri dari dudukku sambil menyunggingkan senyum. Ntah kenapa aku begitu merindukan Afrah saat ini juga. Rasanya aku ingin memeluknya sekarang.

Aku terkejut. Dalam hati aku bertanya-tanya. Kemana dia? Bukankah dia tadi ada diruanganku?

Aku berusaha mencari di kamar istrirahatku yang ada diruanganku ini. Tapi aku tidak menemukannya. Aku mencoba menghubunginya tapi tidak diangkat.

Dengan panik aku keluar ruangan dan memasuki pintu lift. Lift membawaku kelantai lobby. Ntah kenapa aku begitu resah kalau Afrah tidak ada.

Lift sudah tiba dilantai loby dan lagi-lagi hatiku kecewa karena Afrah tidak ada. Dia itu kemana sih?

"Pak Fikri?"

Aku menoleh kebelakang, salah satu pekerja wanita memanggilku.

"Ya?"

"Cari Ibu Afrah ya?"

Aku mengangguk. "Apakah kamu melihatnya?"

"Iya Pak. Dilantai 5 studio 3. Kebetulan tadi saya lihat dia bersama  Ustadz Ahmad."

"Ustadz Ahmad? Ngapain?"

"Ya mana saya tahu Pak."

Aku tak banyak bicara. Ngapain Afrah sama Ustadz Ahmad? Ah bukankah dia Ustadz yang sedang mengisi ceramah kajian sunah pagi ini?

Aku masuki lift dan menggeram kesal. Ntah kenapa aku begitu marah kalau Afrah bersama pria lain. Apalagi pria itu tampan dan berasal dari Arab. Jangan sampai Afrah tidak menundukkan pandangannya. Awas saja.

🥀🥀🥀🥀

D'Media Corp. Pukul 10.00 Pagi.

Jakarta Utara.

Sampai sekarang Afrah tidak menerima panggilanku. Sampai sekarang dia tidak membalas pesan singkatku. Bahkan sampai sekarang pun tiba-tiba nomor ponselnya tidak aktif.

Dalam hati aku bertanya-tanya. Apa yang dia lakukan saat ini? Kemana dia? Apakah dia dirumah? Apakah dia sudah makan atau belum? Dia pakai baju apa saat ini rumah? Yang berbahan tipis atau-"

Astaghfirullah.

Dengan cepat aku membenturkan kepalaku dimeja kerja dengan pelan. Kenapa tiba-tiba aku terlihat bodoh dengan pikiran sekarang dia pakai baju apa?

Aku menggeleng cepat. Ya Allah.. ada-ada saja.

"Pak?"

Aku mengangkat wajahku dan mendapati Rezki berdiri didepanku. Aku berdeham dan kembali bersikap profesional didepannya setelah sebelumnya seperti orang bodoh karena kepikiran Afrah.

"Ya?"

"Bapak baik-baik saja kan? Kenapa kayak orang aneh?"

"Sekali lagi kamu berbicara seperti itu  saya tendang kamu dari perusahaan."

"Daripada Bapak yang ditendang istri?"

Aku mendengus kesal. Rezki memang gitu. Suka melantur dengan omongannya yang menyebalkan meskipun cara kerjanya kuacungi jempol.

"Istri saya tidak mungkin begitu. Jadi jangan sok tahu."

"Masa Pak? Beh, tadi dia lagi sama Ustadz Ahmad loh Pak. Tidak tahu deh apa yang dibicarakan. Saya lihat Ustadz Ahmad senyum-senyum gitu sama istri Bapak."

"Senyum itu ibadah. Bicara itu difilter dulu."

"Kayaknya otak Bapak deh yang musti difilter."

Dengan santai Rezki menyerahkan berkas penting mengenai investor atas nama Pak Rafa kepadaku.

"Tidak perlu sok ngatur."

"Saya bukan sok ngatur Pak. Lah memang iya, masa saya bohong? Otak Bapak tidak capek ya sudah 2 hari 2 malam kerja kerja dan kerja sampai kurang istrirahat?"

Aku berusaha mengabaikannya meskipun apa yang dikatakannya memang benar.

"Istirahatkan otak dan pikiran Bapak. Cepat pulang deh kerumah. Kasihan atuh istri Bapak. Tidak dibelai. Ntar ngambek loh Pak."

"Kamu ngusir saya? Saya bos kamu loh." ucapku dingin.

"Mending diusir Bos daripada istri. Bos mah bisa dicari Pak. Kalau istri? Apalagi kalau istrinya baik. Bisa potek nanti."

"Sudah sana pergi!"

Dan Rezki hanya tertawa setelah menerima berkas yang aku tanda tangani. Lalu dia pergi dan menutup pintu. Setelah itu hanya keheningan yang menyapa didiriku.

Lagi-lagi aku terdiam. Kenapa aku merasa omongan Rezki itu ada benarnya? Kenapa juga nama Ustadz Ahmad membuatku was-was?

Aku menyenderkan punggungku disandarkan kursi kerjaku. Aku memejamkan kedua mataku. Bayangan Afrah yang cantik. Bayangan wajahnya yang manis. Bayangan kulitnya yang putih. Bahkan bayangan dia memelukku begitu erat lagi-lagi memenuhi isi otakku.

Aku membuka kedua mataku. Aku menoleh kearah jendela karena sudah di basahi oleh tetesan hujan. Lalu aku mengecek jam dipergelangan tanganku.

Pukul 10.00 pagi. Diluar sedang dingin dan hujan. Paling enak tidur didalam selimut yang hangat. Bayangan sosok Afrah semakin kuat menyiksa pikiranku yang tidak-tidak.

Aku pun berdiri dari dudukku dan segera meraih kunci mobil.

Ya ya ya, aku tahu kalian pasti bilang kalau aku jangan menyiksa diri. Ya kalian benar. Sekarang aku akan pulang karena pekerjaanku sudah selesai.

Aku akan meminta hakku pada Afrah saat ini juga karena akhirnya aku lemah.

Kalau perlu aku kurung dia supaya si Ustadz arab itu tidak ketemu lagi sama Afrah, si cantik yang akhirnya membuatku kalah.

Apakah sekarang kalian puas?

🥀🥀🥀🥀

🤣🤣🤣🤣

Makasih tetap stay disini. Semoga kalian betah sama alurnya.

Sehat selalu ya buat kalian.

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii.