Apartemen Casanova. Pukul 21.00 malam. Jakarta Utara.
Aku berjalan mondar-mandir dengan gelisah dan tidak tenang. Sudah terhitung dua hari dua malam Mas Fikri tidak tidur dirumah. Katanya dia sibuk. Diperusahaannya sedang ada masalah. Aku tahu itu. Tapi tidakkah dia terpikir untuk pulang kerumah?
Ada aku yang siap mendengarkan semua keluh kesahnya.
Ada aku yang siap membantunya jika dia meminta tolong padaku.
Bahkan ada aku yang siap menjadi sandarannya ketika dia lelah dengan semua pekerjaannya.
Aku meletakan ponselku diatas meja. Sudah kesekian kalinya aku menghubungi Mas Fikri tapi dia tidak menerima panggilan dariku.
Lalu aku terduduk dikursi depan meja riasku. Aku menatap wajahku yang sudah bersih, putih, glowing dan cerah.
Alhamdulillah perawatan yang aku lakukan di Beuaty Skin beberapa hari yang lalu berhasil dengan baik. Tatapanku beralih ke botol parfum yang baru saja aku beli beraroma wangi soft.
Aku sudah memakainya. Tapi tetap saja, Mas Fikri terlihat biasa-biasa saja. Ada apa dengannya? Lalu ada apa denganku? Apakah ada yang salah denganku?
Aku memaksakan senyumku dipantulan cermin depan mataku. Akhirnya aku berdiri. Aku kembali meraih ponselku dan menghubungi Mas Fikri.
"Halo Asalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam. Mas, Ya Allah Mas Fikri. Mas Fikri sekarang gimana? Mas Fikri lagi apa? Sudah makan? Makan pakai apa? Masih sibuk? Mas lagi sama siapa?"
Hening. Tidak ada jawaban. Dan aku semakin cemas bahkan akupun sadar pertanyaanku begitu banyak saking kepikirannya. Jujur saja, aku paling tidak bisa tenang tanpa mengetahui kondisi Mas Fikri terlebih dahulu.
"Mas?"
"Aku baik-baik saja Afrah. Percayalah."
"Mas sudah makan?"
"Belum."
"Kenapa? Nanti Mas bisa sakit. Kalau Mas lapar gimana? Nanti Mas tidak konsentrasi dalam bekerja. Afrah khawatir."
"Apa perlu Afrah kesana malam ini antar makanan? Afrah bisa membuatkannya malam ini untuk-"
"Tidak perlu Afrah. Ini sudah malam. Lebih baik kamu tidur."
"Tapi-"
"Diruanganku ada makanan. Jadi kamu tidak perlu khawatir."
"Apakah Mas memesannya?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Em aku.."
Aku mendengar Mas Fikri berdeham meskipun sempat terjeda ucapannya beberapa detik.
"Mas?"
"Temanku yang membuatkannya. Kamu dirumah saja ya. Saat ini aku sedang lembur."
"Tapi Mas-"
"Aku tutup dulu. Ada Rezki masuk keruanganku membawa berkas. Asalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Dan panggilan berakhir. Aku sangat merindukannya. Bahkan aku sangat mencintainya. Saking cintanya ntah kenapa aku takut kalau Mas akan membohongiku.
Sekarang aku bertanya-tanya. Teman siapa yang dia maksud dan sudah membuatkan makanan? Apakah dia laki-laki atau perempuan?"
"Ya Allah, lindungilah Mas Fikri. Lindungilah rumah tangga kami dari keburukan." lirihku dengan perasaan sesak.
Dan kalau boleh jujur. Nama Fara tiba-tiba saja terlintas dipikiranku namun aku berusaha mengabaikannya karena takut menjadi fitnah dan seudzon kepadanya.
🥀🥀🥀🥀
D'Media Corp. Pukul 05.30 pagi. Jakarta Utara
Pagi menjelang. Meskipun ini masih terlalu pagi untuk pergi keluar rumah. Hawa dingin menyelimuti diriku tapi dibalik itu semua, udara di jam sekarang memang begitu segar. Jalanan belum terlalu macet sampai akhirnya aku tiba di D'Media Corp dengan lancar menggunakan layanan taksi online.
Aku memasuki pintu lift yang kebetulan terbuka. Dengan cepat aku memasukinya ketika didalam sana ada dua orang pria. Pria muda yang seumuran denganku memakai pakaian gamis dan sorban dikepalanya.
Aku menunduk dengan sopan dan mereka memberiku jarak untukku agar aku berada dibagian belakang sementara mereka berdiri didepanku.
Aku sempat melihat salah satu dari mereka selama beberapa detik. Dia adalah pria berwajah tampan yang memiliki hidung mancung dan keturunan arab. Lalu pria satunya lagi adalah pria muda seperti umur belasan tahun dan sama sepertiku warganegara Indonesia.
"Jam berapa syutingnya? Apakah aku terlambat?"
"Tidak Pak Ustadz. Kajian Sunah di studio 3 akan dimulai 30 menit lagi."
"Alhamdulillah, syukurlah. Aku pikir terlambat."
Aku terdiam mendengar semua ucapan mereka. Rupanya pria bergamis itu adalah seorang ustadz dan mungkin pria muda disebelahnya adalah manajernya.
Pintu lift terbuka. Akhirnya mereka keluar dan meninggalkanku yang masih membutuhkan 4 lantai lagi untuk keruangan Mas Fikri.
🥀🥀🥀🥀
"Mas Fikri Kenapa? Kok tangannya merah-merah?"
"Aku baik-baik saja. Percayalah."
"Mas alergi?"
"Sepertinya begitu."
"Kalau begitu ini dimakan ya. Aku tahu sepertinya Mas Fikri belum sarapan."
Aku mencengkram kuat kenop pintu begitu tiba diruangan Mas Fikri. Suara wanita dan sepagi ini? Siapa dia? Aku tidak menyangka mendapati hal ini begitu tiba didepan ruangan Mas Fikri.
Tanpa banyak bicara dengan bersikap sopan meskipun hatiku sesak akupun mengetuk pintunya dengan pelan.
"Asalamualaikum?"
"Wa'alaikum-"
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Diruangan ini ada Mas Fikri dan wanita lain. Dia adalah Fara. Fara duduk disofa berhadapan dengan Mas Fikri.
Hatiku perih. Lagi-lagi Fara. Lagi-lagi Fara. Inginku rasanya bertanya pada Fara mengapa dia terlihat mendekati suamiku?
Mengapa dia membawakan kotak makanan yang berisi masakan untuk suamiku?
Apakah dia tidak sadar bahwa ada aku ada sebagai istrinya?
"Wa'alaikumussalam. Afrah, kenapa pagi-pagi kesini?" tanya Mas Fikri padaku.
Dia pun akhirnya berdiri dan berjalan kearahku kemudian saling berhadapan denganku. Memangnya kenapa aku kesini? Salah kah? Tentu tidak kan?
Aku mencengkram kuat goddybag yang aku pegang. "Sebelumnya Afrah sudah menghubungi Mas Fikri untuk kemari. Tapi tidak direspon."
"Oh maafkan aku Afrah. Aku-"
"Fikri. Ah ini dia ponselmu."
Tiba-tiba Fara mendatangi kami. Dengan jelas aku melihat Fara mengeluarkan ponselnya dari saku gamisnya.
Ya Allah.. apa-apaan ini?
Kenapa ponsel Mas Fikri ada bersama Fara?
Bukankah ponsel itu salah satu benda pribadi yang tidak boleh dipegang oleh sembarang orang?
"Asalamualaikum. Maaf terlambat. Tadi aku ke toilet sebentar."
"Wa'alaikumussalam." ucap Mas Fikri yang kini menatap ke arah pintu.
Aku pun ikut menoleh kearah pintu. Seorang pria berstelan jas formal dan terlihat seperti pembisnis.
"Jadi bagaimana dengan rencana kita tadi?" tanya pria itu yang kini duduk disofa.
"Aku rasa dengan rencana kita tadi perusahaan Mas.. em maksudku perusahaan Fikri akan terbantu."
Aku mengerutkan dahiku. Dan lagi, kenapa sih Fara itu memanggil Mas Fikri dengan sebutan kata 'Mas?'
Apalagi kalau sedang berdua. Aku mendengus kesal, disaat begini saja dia memanggil nama Fikri.
Mas Fikri pun nyatanya sudah ikut duduk disana beberapa detik yang lalu. Bahkan dia mengabaikanku. Aku mencoba sabar lagi dengan mengalah dan meletakan goddybag berisi kotak masakanku diatas meja kerja Mas Fikri.
Dengan tidak bersemangat akupun memilih masuk keruangan pribadi Mas Fikri. Sesampainya disana aku menatap seisi ruangan. Ada sofa empuk, meja kecil, dan tempat tidur berukuran single bed.
Ada dua pakaian diatas tempat tidur. Kemeja lengan panjang berwarna merah dan celana panjang kain milik Mas Fikri. Itu semua adalah pakaian kerja Mas Fikri yang sepertinya sudah kotor.
Aku hanya menghela napas. Dengan inisiatif aku mendekati tempat tidur dan melipat pakaian kotor itu dengan rapi untuk kubawa pulang.
Dan.. aku tertegun.
Hatiku sesak.
Hatiku perih.
Aku terluka.
Dan aku hancur.
Dengan gemetar aku memegang sebuah gelang. Gelang seorang wanita. Air mata menetes di pipiku. Ada gelang seorang wanita disini. Dikamar ini.
Gelang rantai emas putih dengan hiasan berbetuk hati yang terpotong setengah. Gelang ini warnanya terlihat memudar. Ini gelang lama dan merupakan gelang couple.
Mas Fikri tidak pernah memberikan pasangan gelang ini kepadaku. Mas Fikri juga tahu kalau aku tidak suka memakai gelang karena aku wanita bercadar yang mengenakan handsock tangan daripada aksesoris.
Lalu gelang ini milik siapa?
Akhirnya aku mengantonginya. Hatiku perih seperti ada ribuan pisau menghujam jantungku.
Apakah ini alasan Mas Fikri menghindariku?
Apakah ini alasan Mas Fikri tidak pulang kerumah?
Apakah ada wanita lain yang memasuki kamar ini dan..
Astaghfirullah.
Ya Allah..
Ya Allah, hatiku sakit. Dadaku sesak.
Aku menggeleng cepat. Kepalaku tak mampu untuk memikirkannya karena aku cemburu. Tanpa banyak bicara aku pun keluar ruangan. Aku melihat kearah sofa dan mereka masih sangat sibuk berbincang mengenai bisnis perusahaan.
Aku sudah memegang kenop pintu ruangan bersiap untuk keluar. Aku berharap sedikit saja Mas Fikri menoleh kearahku.
Tapi harapanku pupus. Lalu aku melihat Fara tertawa kecil sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya. Tanpa diduga dipergelangan tangannya ada gelang yang sama yang aku lihat dikamar Mas Fikri tadi. Dan aku yakin itu adalah salah satu gelang pasangan yang aku kantongi ini.
Ya Allah. Apakah keduanya sedang bersama tadi malam?
Aku sudah tidak bisa menahan rasa sakit dihatiku dan air mata mengalir dengan deras dibalik cadarku. Akhirnya aku pun pergi dengan hati yang terluka.
Ntah sampai kapan aku bisa bertahan.
Hanya Allah Yang Tahu.
🥀🥀🥀🥀
😭 🤧😖
Kalian masih kuat kan?
Makasih sudah baca.
Moga banyak sabar ikutin alur ini.
Sehat selalu buat kalian ya. Hatinya tetap dijaga. Kalau perih di elus biar agak tenang 🤣
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii