Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 36 - 36. Afrah : Berusaha Berpikir Positif

Chapter 36 - 36. Afrah : Berusaha Berpikir Positif

Klinik Kecantikan Beauty Skin.

Jakarta Utara, Pukul 10.00 Pagi.

Aku melangkahkan kakiku menuju sebuah klinik kecantikan dikota Jakarta. Setelah mendapat izin dari Mas Fikri, aku tidak ingin membuang waktu yang ada sebelum Zuhur tiba.

Aku mengedarkan keseluruhan penjuru ruangan yang didominasi serba putih. Ada beberapa meja bagian pelayanan dan ada satu meja bagian informasi pendaftaran.

Tanpa ragu aku mendekati meja bagian pendaftaran begitu melihat salah satu karyawan diklinik kecantikan sini yang begitu manis berkulit putih dengan hijab biru muda tersenyum kearahku.

"Selamat datang diklinik kecantikan Beuaty Skin kami Kak. Ada yang bisa saya bantu?"

Aku mengangguk. "Saya ingin berkonsultasi dengan Dokter kecantikan disini. Apakah bisa?"

"Tentu." Dia mengangguk. "Maaf Kak, apakah sebelumnya Kakak member disini?"

Aku menggeleng. "Kebetulan saya baru pertama kali datang kesini."

Dengan senyuman ramahnya dia mengangguk. "Registrasi dulu ya Kak. Boleh lihat kartu tanda pengenalnya?"

Aku mengangguk dan segera mengeluarkan kartu tanda pengenalku kemudian memberikannya. Setelah itu aku menunggu sejenak sembari dia mendaftarkan namaku dikomputer miliknya.

Sembari menunggu, aku memperhatikan disekitarku. Banyak sekali pengunjung dan konsumen yang berlalu lalang diklinik kecantikan ini. Beberapa diantaranya berwajah cantik. Berkulit putih. Ada juga berjerawat bahkan ada juga wajah mereka yang terlihat memerah.

Aku terdiam. Aku kesini tujuanku hanya satu. Aku ingin memeriksa kondisi kulit dan wajahku. Selama hampir sebulan setelah menikah dengan Mas Fikri dia terlihat menghindar saat menatapku.

Awalnya aku hanya menganggap itu adalah hal yang biasa. Tapi lama-lama aku merasa miris. Setiap aku mengobrol suatu hal dengannya, dia tidak pernah menatapku lama. Dia hanya menatapku seperlunya lalu kembali menatap kelain.

Lalu aku berinisiatif keklinik kecantikan ini. Siapa tahu ada sesuatu diwajahku yang kurang menarik dimata Mas Fikri sehingga dia berlaku demikian.

"Ini Kak kartu tanda pengenalnya. Dan ini kartu member Klinik Kecantikan Beauty Skin milik Kakak ya. Kalau Kakak berkunjung kesini lagi Kakak bisa membawa kartu member ini."

Aku mengangguk. "Ah iya terima kasih."

"Nah ini ada beberapa prosedur perawatan disini Kak. Ada facial, treatment wajah, konsultasi dengan Dokter langsung dan lain-lain. Kakak bisa lihat kemudian centang pilihannya sesuai keperluan Kakak saat ini."

Aku melihat selembar kertas prosedur yang diberikan kepadaku beserta harga-harga yang tertera disana. Aku langsung memberi centang sesuai keperluanku kemudian memberikannya.

Setelah itu aku tinggal menunggu giliran untuk dipanggil keruang Dokter kecantikan.

🥀🥀🥀🥀

FruiteMart, Pukul 11.00 siang. Jakarta Utara.

Aku mendorong troli yang sudah berisi beberapa Snack, Pampers, biskuit bayi, susu formula dan mainan robot yang sudah aku pilih.

Saat ini aku berada disalah satu minimarket yang ada dikota Jakarta untuk membeli semua keperluan itu untuk kesuatu tempat.

Aku mendorong troli itu ke area kasir dan segera membayarnya. Selagi menunggu, aku mengecek ponselku. Sebuah smartphone terbaru yang dibelikan oleh Mas Fikri. Tentu saja sedikit banyaknya aku sudah belajar cara memakainya agar tidak gaptek.

Aku tersenyum tipis dan meraba wallpaper ponselku. Foto Mas Fikri yang sedang memakan biskuit berbentuk Teddy Bear terlihat di tangannya.

Mas Fikri itu suka dibuatkan biskuit setelah aku berhasil belajar membuatnya. Mas Fikri benar-benar bayi besar yang manja.

"Totalnya Rp. 258.000,- Kak."

Aku segera mengalihkan tatapanku pada kasir tersebut kemudian membayarnya secara tunai.

Setelah itu aku memesan layanan taksi online. Taksi online ini membawaku ke salah satu rumah yang sudah sering aku kunjungi. Yaitu tempat Faisal dan Fahmi, anak angkat Mas Fikri yang memang aku juga menyayanginya seperti anakku sendiri.

Jakarta selalu saja macet, sehingga membutuhkan waktu kurang lebih selama 60 menit saat aku tiba di kawasan Perumahan Lestari Residen tempat kediaman Faisal dan Tantenya.

"Ini Pak. Makasih ya."

"Sama-sama Mbak."

Taksi online sudah pergi setelah aku membayar ongkosnya. Aku menenteng tas canvas yang berisi semua belanjaanku.

Seketika aku menghentikan langkahku. Aku melihat mobil Mas Fikri terpakir dihalaman rumah sederhana ini.

Aku mengecek jam di pergelangan tanganku. Saat ini jam menunjukkan pukul 12.00 siang. Waktu menuju sholat Zuhur dan jam istirahat para pekerja.

Aku berusaha untuk bersikap biasa karena mungkin Mas Fikri sedang merindukan Faisal dan si kecil Fahmi sehingga memutuskan untuk kemari.

"Ini pilihan yang sulit Fik. Aku tidak mungkin bisa melakukannya."

"Aku tahu. Tapi setidaknya pikiran saja lagi."

"Bagaimana dengan Afrah?"

Aku menghentikan langkahku begitu tiba diteras rumah. Bukankah itu suara Mas Fikri? Mas lagi berbicara dengan siapa? Lalu siapa wanita itu? Aku yakin dan tidak salah dengar kalau samar-samar itu adalah suara wanita.

"Faisal! Kembalikan mainan itu atau Fahmi akan merengek."

"Tidak mau. Yey ayo Tante tangkap aku."

Suara tangisan Fahmi terdengar. Lalu Faisal tiba-tiba keluar begitu saja dan menemukanku diteras rumahnya.

"Mama Afrah?"

Lalu Faisal kembali masuk kedalam rumah. Sementara suara tangisan Fahmi masih saja terdengar.

"Papa! Ada Mama Afrah diluar."

Seketika aku hanya bisa terdiam. Mas Fikri keluar dari rumah dan mendapatiku masih berdiri diteras ini sejak tadi. Tapi Mas Fikri sudah membawa Fahmi dalam gendongannya yang masih sesenggukan.

"Sini Mas biar Fahmi aku gendong. Dia-"

Lalu aku terkejut. Seorang wanita keluar dan berdiri disamping Mas Fikri. Bahkan aku syok kalau dia adalah Fara. Mirisnya lagi dia memanggil Mas Fikri itu dengan sebutan kata "Mas"

"Afrah? Ya Allah, aku kangen sama kamu Afrah! Maaf ya kedatanganku ke Indonesia tidak mengabarimu."

Fara tidak jadi menggendong Fahmi. Dia malah memelukku. Aku bingung harus meresponnya bagaimana setelah mendengar perkataan tadi. Hatiku cemburu. Aku menatap Mas Fikri yang tidak menatapku sama sekali. Dia malah beralih mencium pipi gempal Fahmi.

"Afrah? Kok kamu diam sih?"

Fara melepaskan pelukanku kemudian memegang kedua bahuku. Aku beralih menatapnya.

"Oh maaf. Kamu.. em kamu sehat-sehat saja kan Far? Kok tidak kabarin aku kalau kamu pulang ke Indonesia?"

"Aku.." Fara terlihat salah tingkah. "Sorry aku lupa. Em aku.." Dan lagi Fara sedikit memberi jarak padaku sambil mengecek jam di pergelangan tangannya seolah-olah dia berbasi-basi menghindariku.

"Aku harus balik kerumah nih. Mama pasti nunggu aku. Kebetulan aku baru saja pulang dari Bandara lalu menuju kemari dan membawa oleh-oleh buat Faisal dan Fahmi. Em aku pergi dulu ya Af. Asalamualaikum."

Fara kembali menatap Mas Fikri. "Em Fik, aku balik dulu ya. Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Wa'alaikumussalam."

Aku hanya terdiam menatap kepergian Fara. Tadi dia memanggil kata Mas Lalu memanggil nama Fikri. Ada apa dengannya?

"Eh ada Mbak Afrah. Ayo masuk Mbak." Tawar Tante Faisal bernama Mbak Rani.

Aku menoleh kearah Mbak Rani. Aku hanya mengangguk canggung lalu dia beralih mengambil Fahmi dari gendongan Mas Fikri. Suara adzan Zuhur berkumandang. Mas Fikri mendekatiku.

"Aku sholat dulu dimesjid sini. Kamu sholat didalam ya."

Aku hanya mengangguk. Lalu Mas Fikri pergi meninggalkanku. Ntah kenapa hatiku terasa teriris dan perih.

Seharusnya begitu sampai disini aku akan merasakan kesenangan dan kebahagiaan hanya untuk bermain dengan Faisal dan menimang sikecil Fahmi. Sudah sebulan ini aku paling suka menimang sikecil Fahmi yang berusia 9 bulan. Dia begitu lucu sampai-sampai aku membayangkan kalau dia benar-benar anak kandungku.

Tapi aku tersenyum miris. Jangankan anak kandung, ntah kenapa hingga sekarang Mas Fikri tidak pernah meminta haknya padaku. Dan sekarang hanyalah rasa penasaran, kekecewaan dan cemburu yang aku rasakan.

Terlalu banyak rasa penasaran yang aku kumpulkan selama ini sampai-sampai aku masih belum berani bertanya sama Mas Fikri. Bagaimana aku ingin menanyakannya sementara ada saja halangan saat aku ingin berbicara serius padanya?

Pertama soal foto wanita yang aku lihat seminggu yang lalu diruangan kerja Mas Fikri. Siapa wanita itu? Aku merasa familiar sosok wanita difoto itu. Seperti pernah melihatnya ntah dimana.

Kedua tentang Mas yang sering menghindariku. Aku yakin Mas Fikri itu baik-baik saja dan normal. Atau mungkin dia memang sedang sibuk sehingga kurang banyak bicara dalam waktu yang lama denganku?

Dan yang ketiga, soal percakapan tadi siang antara Mas Fikri Fara. Ada apa dengan mereka? Apakah ada sesuatu yang sedang disembunyikan padaku?

Ah tidak. Tidak mungkin.

Aku yakin. Mas Fikri itu sosok suami yang jujur kok.

🥀🥀🥀🥀

Restoran Seafood Family, Pukul 20.00 malam. Jakarta Utara.

Malam ini adalah malam akhir pekan. Aku dan Mas Fikri sedang diner di restoran seafood meskipun sempat berdebat beberapa jam yang lalu.

Itu terjadi karena aku begitu khawatir bila Mas Fikri menyantap udang. Udang adalah makanan pantangan untuk Mas Fikri karena bisa membuatnya alergi sementara aku tidak.

"Mas.."

"Ya?"

"Tolong jangan makan udang bisa? Afrah khawatir kalau Mas akan alergi dan sakit."

"Hanya sesekali Afrah. Ayolah."

Aku menggeleng. Tanda tidak setuju. "Jangan Mas. Mas bisa alergi. Bagaimana dengan pekerjaan Mas bila Mas sakit?"

"Bagaimana kalau setengah saja?"

"Tidak."

"Seperempat?"

"Tidak."

"Sepertiga?"

"Tidak."

"Atau-"

"Bagian kulitnya saja."

Mas Fikri menatapku tak percaya. "Apakah kamu bercanda Af? Tentu saja tidak akan enak kalau hanya memakan kulitnya."

"Tapi Mas-"

Ucapanku tertunda begitu pelayan restoran mengantarkan pesanan kami. Sepiring udang rebus berukuran besar dengan hiasan salad dipinggiran piringnya ditambah cocolan sambal serta menu ikan bakar kesukaanku terhidang diatas meja.

Tak hanya itu saja. Ada nasi, minuman dan lainnya yang juga ikut terhidang.

Aku hanya bisa menghela napas panjang. Mas Fikri sudah menikmati udangnya dengan lahap. Tapi tidak denganku yang tiba-tiba berusaha menahan diri untuk makan banyak.

"Kamu tidak makan?"

Aku menggeleng. "Em, aku minum saja Mas."

"Kenapa?"

Aku tersenyum tipis. "Lagi pengen minum saja. Em, Ikan bakarnya nanti dibawa pulang saja. Tidak masalahkan?"

"Terserahmu saja. Tapi nanti makan ya. Awas tidak. Aku tidak ingin kamu sampai sakit maag kalau tidak makan."

Aku hanya mengangguk dan kembali terdiam. Sebenarnya aku lapar. Tapi aku berusaha menahan diri agar tidak terlalu banyak makan saat dimalam hari.

Aku sedang program diet. Berat badanku sebelum menikah 48kg. Lalu tadi siang aku cek berat badanku naik 1 kg menjadi 49kg.

Aku takut Mas Fikri akan berpaling kalau tiba-tiba tubuhku menjadi gemuk. Apalagi saat aku melihat Fara tadi siang dia begitu cantik dan ideal setelah kepulangannya dari Swiss.

Semua kulakukan demi Mas Fikri agar aku tetap cantik dimatanya. Aku berusaha berpikir positif. Mungkin Mas Fikri sering menghindariku karena berat badanku naik 1kg sehingga tubuhku kurang menarik.

Aku juga berpikir positif, mungkin Mas Fikri enggan menatapku terlalu lama karena wajahku sedikit kusam dan berminyak meskipun Dokter kecantikan tadi siang mengatakan kalau wajahku ini tidak memiliki masalah. Apalagi kusam dan berminyak.

"Em Mas.."

"Ya?"

"Setelah ini bisa ketoko parfum yang ada dipusat perbelanjaan?"

"Kamu mau beli parfum?" tanya Mas Fikri disela kunyahannya

"Iya Mas. Apakah bisa?"

"Tentu. Aku akan menghabiskan dulu makanan ini."

Aku mengangguk dan kembali terdiam. Mungkin aku butuh parfum supaya tubuhku tetap wangi sehingga Mas Fikri tidak menghindariku terus-menerus meskipun sebenarnya aroma tubuhku ini tidak ada masalah.

Ya. Aku yakin itu.

Aku selalu berpikir positif tentang Mas Fikri meskipun aku berusaha melawan rasa nyeri dan putus asa dalam hatiku.

🥀🥀🥀🥀

Alhamdulillah update 😆

Makasih sudah dg sabar nunggu author kembali udpate.

Oh iya, hati kalian gimana malam ini? Elus dada ya kalau nyeri. Harus sabar. Kalau gak sabar hentikan. Tapi nanti kalian bisa penasaran.. 😅

Sehat selalu buat kalian ya.

Makasih sudah baca.

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii