Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 35 - 35. Fikri : Sebuah Kode?

Chapter 35 - 35. Fikri : Sebuah Kode?

Hari semakin cepat berlalu. Waktu pun sudah berganti menuju pukul 16.00 sore. Pekerjaanku sudah selesai. Aku sudah berjanji dengan Afrah untuk membawanya kesuatu tempat.

Mobil yang aku kemudikan sudah berada di jalan raya yang sedang padat. Sambil mengemudi, sesekali aku melirik kearah Afrah yang banyak diam. Aku melihat tangannya yang saling bertaut. Sesekali meremas ujung Khimarnya.

"Kamu baik-baik saja?"

Afrah menoleh kearahku meskipun tatapanku saat ini lebih memilih melihat kedepan sambil fokus menyetir mobilku.

"Em Afrah baik-baik saja Mas."

"Kamu terlihat sedang gelisah dan menutupi sesuatu. Apakah aku benar?"

Hening sesaat. Aku tahu Afrah terlihat tidak baik-baik saja. Tapi aku tidak ingin menanyakannya. Aku ingin membiarkan dia terbuka kepadaku. Aku ingin dia jujur apa adanya.

"Mas.."

"Hm?"

"Apakah Afrah cantik?"

Mobil yang aku kendarai memasuki sebuah parkiran pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Aku mematikan mesin mobilku dan tak lupa melepas safety belt yang aku kenakan.

Aku menoleh kearah Afrah. "Ya kamu cantik. Memangnya ada apa?"

"Apakah Mas tidak berbohong?"

Dengan perlahan Afrah membuka cadarnya. Dia sedikit memajukan tubuhnya. Lalu jantungku berdebar. Aku selalu saja seperti ini kalau Afrah begitu dekat denganku.

"Demi Allah aku tidak berbohong." ucapku pelan. Aku menatap kedepan dan berusaha untuk tetap tenang meskipun aku sedikit tidak fokus oleh wajahnya yang cantik.

Sebuah sentuhan lembut di pipiku membuatku pada akhirnya menoleh kearahnya. Afrah meraba pipiku.

"Tatap Afrah Mas. Apakah benar Afrah cantik?"

Aku terdiam. Ya Allah.. bibirnya. Setiap aku menatap Afrah aku selalu saja terfokus sama bibirnya.

"Iya sayang kamu cantik. Apakah kamu tidak percaya denganku?"

"Apakah wajah Afrah kusam? Berminyak?"

"Tidak keduanya. Ayo kita keluar dari mobil. Sebelum magrib. Ini sudah hampir jam 5 sore." ucapku berusaha mengalihkan pertanyaannya.

Lalu kami pun memasuki pusat perbelanjaan saling bergandengan tangan.

🥀🥀🥀

Malam pun tiba. Kami sudah dirumah beberapa jam kemudian setelah kepulanganku dari pusat perbelanjaan bersama Afrah. Saat ini jam menunjukan pukul 21.00 malam setelah sholat isya dan makan malam bersama Afrah.

Aku menatap sebuah ponsel yang baru saja aku beli untuk Afrah. Awalnya dia menolak. Tapi bagiku ini rezeki dari Allah buat Afrah. Tidak masalah bagiku karena aku ingin menyenangkan hatinya.

Sebuah ponsel keluaran terbaru

merek apel gigit yang di bandrol harga fantastis. Aku tidak mempermasalahkan harganya. Apalagi sedikit banyaknya biar istriku itu tidak gaptek.

Deringan ponsel membuatku teralihkan. Nama Daniel terpampang dilayar. Aku pun segera menerima panggilan tersebut dengan berjalan kearah balkon kamar.

"Asalamualaikum Ya Daniel. Ada apa?"

"Wa'alaikumussalam. Hai bagaimana kabarmu. Apakah calon keponakanku sudah ada?"

Daniel bertanya dengan songongnya padaku. Dia memang begitu. Suka bercanda dengan mulut yang tidak di filter.

"Belum ada. Bagaimana denganmu? Apakah sudah ada calon adik ipar buatku?"

Aku tersenyum sinis. lihat saja, bisa di pastikan kalau Daniel benar-benar tidak bisa melawan pembicaraanku kali ini.

"Jangan menyindirku cupu."

"Aku tidak cupu. Oke?"

Daniel tertawa dan itu membuatku kesal. Setelah kepulangan Daniel ke Negara Swiss sebulan yang lalu membuatku pada akhirnya kembali berkomunikasi jarak jauh dengannya meskipun kami mengalami perbedaan 5 jam antara Jakarta dan Swiss.

"Ya ya ya aku tahu. Kamu sudah menikah dengan Afrah. Oh iya bagaimana dengannya?"

Seketika senyuman sinis terukir diwajahku. Bayangan kejadian tadi siang di ruangan kerjaku berputar di benakku.

"Tidak ada reaksi apapun setelah dia melihat foto Devika."

"Apa?"

"Aku sengaja kembali meletakkan bingkai foto almarhum Devika di meja kerjaku. Aku tahu kalau Afrah akan mendatangiku tadi siang ke kantor."

"Lalu? Apakah dia terlihat.. em mungkin sedih?"

Aku terdiam sejenak. Aku berusaha mengingat kembali kejadian tadi siang.

"Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Dia hanya diam. Tidak ada marah. Tidak ada emosi. Aku tahu dia akan melihat bingkai foto itu. Aku ingin melihat rekaksinya setelah menatap foto Devika. Setidaknya rasa bersalahnya dia.."

"Fik.."

"Ya?"

"Bisakah kamu lupakan saja masalalumu yang kelam itu? Afrah masa depanmu. Jangan sampai Allah murka denganmu. Kamu harus ingat, Afrah amanah buatmu. Afrah juga-"

Seketika aku terkejut. Sebuah pelukan tiba-tiba terasa di punggung tubuhku. Aku melirik kesamping. Dengan manjanya Afrah mencium lenganku.

"Mas tidak tidur?"

Dan lagi. Aku masih saja terdiam. Aku dilanda rasa panik. Apakah Afrah mendengar semuanya? Tak hanya itu saja, aroma tubuh Afrah begitu wangi. sungguh, pria normal sepertiku tentu saja merasakan sebuah hasrat hawa nafsu.

"Mas ini sudah malam. Ayo istrirahat. Besok saja lanjut urusan pekerjaan."

Aku hanya mengangguk. Tanpa memberitahu apapun aku mematikan ponselku begitu saja dan mengabaikan Daniel. Aku mengantongi ponselku dan membalikan badan.

Ya Allah.. bidadari cantik. Lihatlah malam ini bagaimana Afrah berhias didepanku dan memakai pakaian tidur yang tipis. Tapi aku berusaha untuk fokus. Akhirnya aku menarik pergelangan tangannya memasuki kamar kami.

"Ponselmu sudah aku setting. Mulai besok kamu bisa memakainya."

"Tapi Afrah masih belum mengerti. Nanti ajarin Afrah ya?"

"Iya. Tenang saja."

Dengan perlahan aku mengecup puncak kepala Afrah. Aku berusaha menahan diri untuk tidak tergoda dengan Afrah. Ah salah. Maksudku Reva. Rasanya aku tidak sanggup menjalankan ibadah hubungan suami istri dengan seorang wanita yang tidak aku cintai. Akhirnya aku pun berbaring diatas tempat tidur.

"Ayo tidur. Sudah malam. Bukankah kamu menyuruhku untuk istirahat?"

Afrah terdiam. Dia terlihat ragu sampai akhirnya dia menarik selimut untuk menutupi sebatas perutnya.

"Mas?"

"Ya?"

"Em.. Kita.."

Aku tahu Afrah akan bertanya tentang apa. Dia sudah berusaha menarik perhatian denganku malam ini. Tentu saja dia ingin membahas soal hubungan suami istri itukan?

"Kita apa?"

"Em.. tidak apa-apa Mas. Afrah cuma.. em ngantuk."

"Tidurlah." Aku mencium kening Afrah. "Selamat malam sayang."

"I-iya selamat malam juga Mas."

Rasanya aku tidak sanggup hanya untuk berada di satu ranjang yang sama dengan istri secantik Afrah. Akhirnya aku berbalik dengan memunggungi Afrah. Aku memejamkan mataku. Berharap hawa kantuk segera melanda agar pikiran-pikiran yang mengarah kesana segera hilang dengan sendirinya.

Lalu aku terkejut. Afrah memelukku dari belakang. Sekarang jantungku semakin berdebar-debar saja.

"Mas.."

"Afrah tidurlah. Besok aku ada rapat."

"Maafin Afrah Mas. Baiklah, kita akan tidur."

"Itu akan lebih baik. Tidur ya. Atau kamu akan di gigit hantu."

Afrah tertawa geli. Helaan nafasnya menerpa tengkuk leherku. Ya Allah kuatkan hamba Ya Allah..

"Afrah tidak takut hantu. Afrah takut sama Allah."

"Iya. Kamu benar. Ayo tidur. "

"Iya Mas.. iya.. Afrah sayang sama Mas."

"Aku juga menyayangimu."

"Mas.."

"Apalagi Afrah."

Aku berusaha menahan sabar. Aku tidak masalah jika Afrah banyak berbicara. Tapi pesona dan godaan ini yang membuatku hampir tidak tahan.

Tanpa diduga Afrah semakin mengeratkan pelukannya pada punggung tubuhku.

"Afrah punya teman. Usia pernikahannya sama seperti kita. Dan sekarang dia sudah hamil."

🥀🥀🥀

Asalamualaikum. Haaai malam.

Alhamdulillah author kembali update. Makasih sudah menunggu ya 🌸

Lagi sibuk revisi naskah yg insya Allah mau terbit.

🙂

Maaf sekali lagi ya 🙏

Sehat selalu buat kalian.

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii

,