Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Diaforά

🇮🇩elenakath_26
--
chs / week
--
NOT RATINGS
13.7k
Views
Synopsis
Ini bukan kisah tentang siswi most wanted yang menjadi incaran orang-orang di seluruh sekolahnya. Begitu pula sebaliknya, ini bukan kisah tentang siswa most wanted, playboy, badboy, dan lainnya yang menjadi bulan-bulanan warga sekolah. Ini hanyalah kisah seorang gadis berusia 17 tahun yang bertemu dengan lelaki aneh, yang berhasil mencuri hatinya dalam sekejap. Dan dalam berjalannya waktu, ia menyadari bahwa lelaki yang telah mencuri hatinya itu adalah laki-laki yang dulu pernah ia sebut ciri-cirinya secara tidak sengaja. Namun, dibalik semua itu, banyak sekali Diaforά antara gadis tersebut dengan laki-laki itu, yang membuatnya merasa diambang kebimbangan. Haruskah ia bersamanya? Atau malah sebaliknya?
VIEW MORE

Chapter 1 - SATU

Seorang gadis terlihat sangat malas untuk jauh-jauh dari kasur. Sejak tadi pagi dirinya hanya berguling-guling di kasur kesayangannya. Maklum, di hari libur kenaikan kelas begini, apalagi coba yang harus dilakukan? Holiday sudah, membaca buku malas. Ia hanya keluar untuk makan dan minum, semua aktivitasnya ia lakukan di dalam kamar. Ia membuka ponselnya untuk mengecek notifikasi yang barusan masuk.

Tertulis nama Dania disitu. Disentuhnya layar ponsel yang menunjukkan notifikasi dari Dania, lalu ia membaca suatu pesan disana.

'Lavvv, temenin gue yuk!'

Tangannya lalu bergerak untuk mengetik sesuatu.

'Kemana?'

Tak butuh waktu lama, Dania membalas pesannya.

'Ketemuan sama doi gue.'

Mata gadis itu pun langsung melotot, tak percaya atas apa yang telah dibacanya barusan. Ia menarikan ibu jarinya di atas layar ponselnya lagi.

'Lo beneran punya doi Dan?'

'Kok gw gtw si?!'

'Gmn ceritanya?!'

'Lo utang cerita sm gw pokoknya!'

'Mau ketemuan dmn?'

'WKWKWKWK IYA NANTI GW CERITAIN DEH.

di Mood Cafe, sekarang ya! see you!'

Gadis itu pun meletakkan ponselnya lalu berjalan ke arah lemari besar. Ia membuka lemari itu lalu menimang-nimang baju apa yang harus ia pakai.

'Mungkin celana kulot sama t-shirt bisa kali ya?' batinnya.

Setelah memilih, ia segera mengganti pakaiannya. Lalu ia memoleskan bedak secara tipis diwajahnya. Ia tak terlalu suka memakai make-up, jadi ia hanya menggunakan bedak setipis mungkin supaya terlihat natural. Ia juga enggan untuk memakai lipstick, lip tint, lip balm, atau apalah itu. Baginya hanya memakai bedak pun sudah cukup untuk remaja tujuh belas tahun sepertinya.

Wait, usia tujuh belas tahun tidak terlalu suka memakai make-up? Apakah itu wajar? Menurutnya wajar-wajar saja. Karena kesukaan tiap orang berbeda-beda.

Setelah dirasa siap, ia memakai jaket dan mengambil slingbag-nya lalu melangkah keluar kamar, tak lupa ia membawa dompet, ponsel, dan kunci motornya. Setelah menuruni tangga, ia berpapasan dengan mamanya.

"Lavina, kamu mau kemana? Kok dandan gitu?"

"Iya ma, Lav mau pergi nemenin Dania dulu. Boleh kan?" tanya gadis Lavina sembari menyalami mamanya.

"Kemana? Ngapain?"

"Mood Cafe, katanya mau ketemuan sama temennya, minta ditemenin sama Lav."

"Yaudah pulangnya jangan terlalu sore, ya."

"Iya ma, Lav berangkat dulu, Assalamualaikum."

Setelahnya, Lavina mengeluarkan motornya dari garasi, lalu menyalakannya dan melenggang pergi. Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di kafe itu dari rumahnya. Mood Cafe adalah tempat yang sering didatangi olehnya dan Dania untuk mengerjakan tugas sekolah, selain karena suasana kafe yang nyaman, ada Wi-Fi juga yang bisa mereka gunakan untuk streaming YouTube. Setelah sampai, ia memarkirkan motornya dan langsung melenggang masuk ke dalam kafe. Ia mengamati seluruh penjuru kafe untuk menemukan Dania.

Disaat yang bersamaan Dania melambaikan tangannya, ia duduk sendirian. Itu tandanya orang yang akan bertemu dengannya belum sampai. Untunglah.

Lavina melangkahkan kakinya menuju meja yang sudah diduduki Dania.

"Belom dateng orangnya?" tanya Lavina setelah duduk disamping Dania sembari melepas jaketnya.

"Belom nih, bentar lagi katanya."

"Sejak kapan sih lo ada doi kayak gini? Perasaan Lo ga pernah bilang apa-apa ke gue," ucap Lavina berdecak sembari melirik sinis pada Dania.

Sembari meringis Dania menjawab, "gue baru-baru ini kok deketnya. Niatnya juga mau cerita ke lo, tapi menurut gue mending sekalian ketemu dulu sama orangnya."

"Pokoknya lo utang cerita sama gue!" ucap Lavina sembari memegang kedua bahu Dania. Sedangkan Dania hanya mengangguk saja.

"Mana sih? Kok gak dateng-dateng? Tau gitu gue ga usah buru-buru." Lavina menggerutu sembari menopang kepalanya menggunakan tangan kiri.

"Sabar dulu dong cuy! Lo ga sabaran amat jadi orang."

"Dih, gue tu ga suka kalo disuruh nunggu. Nunggu itu ga enak tau!"

Tanpa mereka sadari, dua orang lelaki sudah berada di samping mereka dengan posisi berdiri. Salah satu cowok berbadan tinggi dengan setelan kaus dan kemeja kotak-kotak biru yang tak dikancing berdehem, membuat Lavina dan Dania terkejut seketika.

"Boleh duduk?"

"Eh, b-boleh," jawab Dania terbata-bata saking gugupnya. Lavina yang melihat Dania seperti itu menjadi yakin bahwa cowok tersebut adalah doinya. Ternyata lelaki itu tak sendirian, ia juga membawa seorang temannya. Lavina hanya melihat sekilas kedua lelaki yang ada di depannya.

'ganteng sih, nemu dimana nih Dania cowo ganteng begini?' batinnya sembari melirik ke arah Dania.

Dania dan lelaki yang diketahui bernama Saka setelah dirinya memperkenalkan diri itu akhirnya pun mengobrol. Mereka seolah tak menyadari keberadaan kedua makhluk hidup lainnya yang ada di samping mereka. Lavina hanya diam sembari mengecek ponselnya. Tidak ada satupun notifikasi yang masuk. Ia hanya menghembuskan napasnya pelan lalu meletakkan kembali ponselnya ke dalam tasnya.

Beginikah nasib jomblo? Berharap ada yang chat, namun kenyataannya tidak ada sama sekali notifikasi yang masuk. Sekalinya ada, itu hanya notifikasi dari group chat.

Lavina menatap jari yang tengah di ketuk-ketukkan diatas meja. Itu adalah jari telunjuk milik teman Saka, namanya Kai. Kai juga tadi sempat memperkenalkan dirinya pada Dania dan juga Lavina. Lavina mencoba untuk menatap wajah lelaki bernama Kai itu. Kai tengah mengamati langit-langit kafe, sembari sesekali mengamati keadaan sekitar. Lavina terhenyak sebentar akan pesona dari laki-laki yang ada dihadapannya. Auranya menyiratkan bahwa dia adalah laki-laki yang mempunyai dua kepribadian.

Alis tebal, hidung mancung, rahang kokoh, matanya yang besar-namun jika tersenyum atau tertawa akan menyipit, kulitnya yang putih dan bersih. Semua hal itu sukses membuat Lavina tak berkedip menatap wajah Kai. Disaat yang bersamaan, Kai menatap manik mata Lavina. Mereka berdua beradu tatap, namun Lavina memutuskan kontak mata mereka duluan.

"Nama kamu siapa?" Kai bertanya pada Lavina, suara itu sukses membuat jantung Lavina hampir lompat dari tempatnya.

Suaranya itu loh, deep banget!

"Lavina."

"Nama yang bagus."

"Makasih."

"Sama-sama." Kai tersenyum. Senyumannya sangat manis, membuat Lavina seakan meleleh ditempatnya.

Ia lalu menunduk, ia tak bisa lama-lama melihat wajah Kai. Bisa-bisa ia diabetes melihat manisnya wajah Kai saat ini. Namun, hatinya seolah menyuruhnya untuk menatap wajah Kai lagi. Saat Lavina memberanikan diri untuk menatap Kai, tanpa diduga Kai juga sedang menatap Lavina. Ia seperti tengah memikirkan sesuatu dalam tatapannya itu. Lavina yang terkejut hanya bisa berusaha stay cool. Tanpa disadari Lavina, Kai tersenyum kembali.

"Saka, lo asik berdua aja, gue sama Lavina ga di anggep nih?" tanya Kai pada Saka.

"Ya lo ngobrol juga kek sama dia! Jangan diem aja lo! Biasanya juga lo pecicilan." Kai hanya menghembuskan napasnya pelan, sementara Lavina hanya memperhatikan kedua lelaki yang ada di hadapannya. Sejurus kemudian, Dania mencolek lengan Lavina, membuatnya menoleh pada Dania.

"Sorry gue lupa daratan," ucap Dania dengan cengiran wajah tanpa dosanya. Lavina hanya memutar bola matanya malas, lalu terkejut dengan suara dari Kai.

"Yuk," ajak Kai seraya berdiri dari kursinya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Lavina menatap Kai bingung. "Kemana?"

"Keluar, disini sumpek. Jadi nyamuk terus. Cari angin aja, yuk," ajak Kai lagi. Setelah melirik sekilas pada Dania, Lavina memutuskan untuk bangkit dari kursinya dan menerima ajakan Kai. Ia meletakkan ponsel dan sling bag-nya diatas kursi lalu mengikuti langkah Kai yang sudah jalan mendahuluinya. Ia hanya melangkah di belakang Kai, malas menyamai langkahnya karena pasti akan terasa canggung. Mereka keluar dari kafe menuju area terbuka yang berada di samping kafe. Terdapat pemandangan hijau dari tempat mereka berdiri.

"Kamu kesini nemenin temen kamu?" Kai membuka suaranya. Memulai pembicaraan supaya suasana pekat tidak nyaman yang ada di sekitarnya dan Lavina memudar.

"Iya," jawab Lavina singkat tanpa menoleh pada Kai.

"Ooh, sama kalo gitu," jawab Kai santai. Lalu ia mengubah pandangannya menghadap ke atas.

"Langitnya bagus, awannya kayak kembang kol," ucapnya.

Lavina hanya mengikuti arah pandang Kai, lalu tersenyum simpul. "Iya. Itu namanya awan cumulus. Bentuknya emang kaya kembang kol."

"Kamu tau macam-macam awan?" tanya Kai tiba-tiba dengan menoleh ke arah Lavina. Lavina pun menoleh kearahnya sembari mengangguk.

"Awan ada banyak ya?"

"Banyak."

"Kalo awan yang tinggi banget terus menghasilkan hujan, jadi kayak badai gitu namanya awan cumulonimbus kan?"

"Iya."

"Terus selain itu ada apa lagi?" tanya Kai masih penasaran. Akhirnya Lavina menjelaskan jenis-jenis Awan yang ia ketahui dari bidang olimpiade yang dipelajarinya.

Tunggu, ini kenapa jadi seperti guru yang sedang memberi materi pada muridnya ya? Tapi biarlah, hitung-hitung untuk kembali mengingat materi yang pernah Lavina pelajari.

Setelah selesai menjelaskan, Kai hanya manggut-manggut. Matanya berbinar-binar seakan baru menemukan sesuatu hal yang sangat menyenangkan baginya. Dan itu terlihat sangat lucu di mata Lavina.

"Oke, makasih ya udah jelasin aku macam-macam awan."

"Sama-sama."

"Yaudah, masuk yuk. Nanti Saka sama temen kamu nyariin." Lavina mengangguk lalu berjalan berdampingan dengan Kai menuju meja yang Saka dan Dania tempati. Ia sudah merasa tidak se-canggung tadi ketika sudah mengobrol dengan Kai. Pembawaan Kai dalam mengobrol sangat menyenangkan, membuat orang tidak bosan dan nyaman berada di dekatnya.

"Kalian darimana?" tanya Saka sesampainya Kai dan Lavina di tempat mereka.

"Keluar bentar, menikmati indahnya pemandangan. Daripada disini, eneg gue," jawab Kai santai tapi menyindir.

"Ya sorry, lo tau sendiri deh," ucap Saka malu-malu. Kai hanya memutar bola matanya malas.

Sementara Lavina yang tengah mengambil sling bag dan memasukkan ponselnya di colek oleh Dania. Membuat Lavina memekik karena geli.

"Dan!" seru Lavina geram. Sahabatnya itu suka sekali menggodanya.

"Hihi, sorry Lav. Jangan marah," ucap Dania sembari terkekeh sedangkan Lavina hanya mendelik jengkel. Saka dan Kai yang terkejut karena pekikan dari suara Lavina hanya bisa mengamati dengan bingung.

"Kamu gak papa?" tanya Kai.

"Gak kok, gak papa," jawab Lavina seadanya dengan wajah kesal.

"Kalian tadi kesini naik apa?" tanya Kai pada Lavina dan Dania.

"Gue pake ojek online sih, kalo Lavina paling pake motor. Iya kan, Lav?" Lavina hanya mengangguk untuk membenarkan perkataan Dania.

"Kamu berani juga ya naik motor?"

Lavina mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa harus ga berani?"

Kai terkekeh sebentar. "Ya gak papa. Itu buktinya temen kamu aja ngojek, kok kamu ga ngojek juga?"

"Ya, kalo bisa bawa motor sendiri, kenapa harus ngojek? Lebih hemat pengeluaran juga. Lagian Dania mah belum berani naik motor sendiri." Lavina menyenggol lengan Dania menggunakan sikunya untuk mengejek Dania sembari tersenyum miring. Sedangkan Dania hanya mendelik kesal ke arah Lavina.

"Cool!" ucap Kai sembari mengacungkan dua jempolnya. Lavina hanya tersenyum, lalu suara Saka menarik perhatiannya membuatnya menoleh pada Saka.

"Mau aku anter gak?" Saka bertanya pada Dania. Terlihat jelas Dania yang terkejut atas penawaran Saka, seperti ingin menerima tawarannya namun masih malu-malu.

"Lo mau nelantarin gue?" Kai berdecak sebal pada Saka.

"Lo kan bisa pulang sendiri."

"Cih, yaudah." Belum lama setelah menutup mulutnya, Kai kembali bersuara, "eh, gimana kalo aku anter kamu, Luv?"

Lavina yang mendengar Kai memanggilnya dengan sebutan 'Luv' agak bergidik. Yang benar saja? Dia sengaja atau bercanda sih?

"Gak usah, takut ngerepotin. Aku bisa pulang sendiri," tolak Lavina secara halus.

Namun bukannya mengiyakan kata-kata Lavina Kai malah mengangguk-anggukkan kepala, kemudian berkata, "oke, sini kunci motor kamu." Kai menyambar kunci motor yang sedang dipegang oleh Lavina, membuat Lavina terheran-heran dengan kelakuan cowok satu ini.

"Eh, balikin! Aku udah bilang aku bisa pulang sendiri!" Lavina mencoba menggapai kunci motornya yang tengah dipegang tinggi-tinggi oleh Kai. Sementara Saka dan Dania hanya diam mengamati kedua manusia yang tengah bertengkar kecil di depan mereka. Saka dan Dania sama-sama menggerakkan kedua mata mereka untuk bertemu satu sama lain, lalu tersenyum penuh arti.