Mobil polisi mendekat ke arah mereka. Kemudian dua orang polisi keluar dan melangkah menuju posisi Lavina dan Kaizo. Kaizo maju selangkah ke hadapan Lavina yang saat ini tubuhnya gemetar. Lavina memegangi ujung kaos Kaizo sembari sesekali mengintip ke arah polisi itu.
"Dek! Kalian tau kenapa kami menghampiri kalian?" tanya salah seorang polisi dengan perut buncit dan baju yang ketat.
"Iya pak. Saya tahu." Kaizo menjawab pertanyaan polisi tersebut dengan tenang dan tegas.
"Kalau sudah tahu, kenapa masih melanggar?" tanya seorang polisi yang bertubuh kekar.
"Saya tadi tidak melihat kalau ada tanda dilarang parkir, Pak. Soalnya saya lupa kasih helm ke pacar saya. Daripada kena tilang, makanya saya berhenti dulu di pinggir jalan. Eh, ternyata sama aja kena tilang."
Lavina terkejut sekaligus bingung mendengar penuturan dari Kaizo. Jadi, Kaizo menganggapnya teman atau pacar sih?
"Itu pacar kamu?" tanya polisi bertubuh kekar.
"Iya, Pak. Kenapa tanya-tanya? Dia calon istri saya malahan. Bapak suka sama dia?" tanya Kaizo nyeleneh.
"Enak saja kamu, saya sudah punya istri! Saya cuma tanya saja. Kok calon istri? Bukannya pacar kamu itu masih SMA? Kamu sendiri sudah kerja atau masih sekolah?" Polisi itu melihat ke arah Lavina dan Kaizo bergantian.
"Saya kuliah semester lima, Pak."
"Berani juga ya kamu, ngajak anak SMA pacaran."
"Kenapa harus ga berani, Pak? Kalau sudah cinta, ya harus di perjuangkan. Saya cinta sama pacar saya, masa saya nyerah gitu aja cuma gara-gara perbedaan umur?"
Entah sadar atau tidak, kalimat yang dilontarkan oleh Kaizo barusan memberi efek yang sangat dalam kepada Lavina. Lavina merasa seperti ada kembang api yang meletup-letup di dalam dadanya. Ia ingin sekali memukul Kaizo karena sudah secara tidak langsung menggombali dirinya.
Polisi tersebut hanya menggelengkan kepala mereka, kemudian polisi berperut buncit itu berjalan menuju mobil mereka lalu mengambil kertas tilang untuk menilang Kaizo. Kaizo diminta untuk mendekat ke mobil tersebut dan dimintai keterangan.
Sementara Lavina hanya menunggu mereka di samping motor. Lavina berusaha menenangkan degup jantungnya yang semakin kencang. Ia menghirup dan membuang napasnya secara teratur supaya degup jantungnya kembali normal.
Sekitar lima menit lamanya, Kaizo kembali mendekat pada Lavina. Ia memegang bahu kiri Lavina menggunakan tangan kanannya. Kemudian Lavina menoleh.
"Jadi gimana nih, Luv? Masih mau jalan atau mau pulang aja?" tanya Kaizo santai seperti barusan dia tidak habis berbicara yang tidak-tidak.
Lavina melihat arloji yang ada di pergelangan tangannya. "Em, kayaknya pulang aja deh, Kak. Udah sore banget. Aku izin sama orang tua aku sampe jam lima doang."
Kaizo mengangguk. "Oke, aku anter."
"Kakak gak papa kita gak jadi jalan?" tanya Lavina sedikit khawatir.
"Gak papa Luv. Lagian hari ini juga apes, nih kena tilang polisi." Kaizo menjawab dengan tersenyum dan menunjukkan surat tilang yang ia bawa tadi.
"Maaf, ya, Kak. Gara-gara aku lupa pake helm kakak jadi kena tilang gini." Lavina menatap Kaizo dengan tatapan memelas dan merasa bersalah. Ia sangat tidak enak hati karena sudah menjadi penyebab Kaizo mendapatkan surat tilang.
"Kok gara-gara kamu sih?" Kaizo memegang kedua bahu Lavina, membuat Lavina menatap manik mata Kaizo.
"Kamu nggak salah. Yang salah aku, lupa ngasih kamu helm dan main parkir sembarangan gitu aja," lanjutnya.
Lavina masih dengan raut wajahnya yang sedih dan kacau. Membuat Kaizo merasa ingin membawa Lavina kedalam pelukannya. Tapi hal tersebut ia urungkan, mengingat dirinya dan Lavina belum sedekat itu. Ia takut jikalau dirinya melakukan sesuatu yang membuat Lavina terkejut, Lavina akan menjauh.
Akhirnya hal yang ia pilih adalah mengajak Lavina untuk kembali menaiki motor dan segera pulang. Lavina pun menurut. Kaizo memutar balik arah perjalanannya karena tempat yang tadi mereka tuju dengan rumah Lavina itu berlawanan.
Lavina yang heran mengapa Kaizo memutar arah pun bertanya, "kok puter balik, Kak?"
"Rumah kamu lawan arah dari sini kan?" Kaizo berbalik tanya.
"Eh? Iya, sih." Lavina menjawab dengan nada suara yang bingung dan heran.
"Kok kakak tau kalo rumah aku berlawanan sama arah yang tadi kita tuju?" Lavina kembali bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
Kai tersenyum simpul. "Barusan aku dapet wangsit."
Lavina semakin mendalamkan kerutan di dahinya. "Wangsit itu apa, Kak?" tanya Lavina polos.
Kaizo hanya bisa cengo beberapa detik sebelum kembali ke alam sadarnya. Seriusan Lavina gak ngerti apa itu wangsit?
"Kamu serius, gak ngerti apa itu wangsit?" tanya Kaizo yang diangguki oleh Lavina. Kaizo melihat anggukkan tersebut melalui kaca spion motornya. Ia terkekeh kecil sambil berkata, "coba nanti kamu searching google."
"Kenapa gak kakak aja yang kasih tau aku?"
"Kamu jangan panggil aku kakak dong," ucap Kaizo mengalihkan pembicaraan. "Panggil 'Kai' aja," lanjutnya.
"Engga ah. Kan kakak lebih tua, masa aku panggil nama doang sih?"
"Ya gak apa-apa. Selagi aku yang nyuruh, Luv. Lagian biar aku gak keliatan tua-tua amat lah." Kaizo tersenyum lebar, meskipun senyumannya itu tak nampak di mata Lavina sebab tertutupi oleh helm-nya.
"Btw, aku kan pernah nganter kamu Luv. Masa kamu lupa?" Kaizo menengok ke belakang sekilas.
Seperti ada bom waktu, ingatan Lavina tiba-tiba tertuju pada kejadian di hari mereka awal pertama bertemu. Lavina sedikit tersenyum malu, bisa-bisanya ia lupa kalau dirinya pernah di antar pulang oleh Kaizo.
"Oh iya, ya. Maaf, aku lupa." Lavina meringis melihat kaca spion yang menampilkan setengah wajah ganteng Kaizo yang tertutup oleh helm.
Kai tersenyum hangat meski Lavina tak bisa melihat senyumannya. "Nggak apa-apa. Wajar kok. Kita juga, kan, baru kenal sekitar satu minggu lebih, dan ini kedua kalinya aku nganterin kamu pulang. Kedepannya, aku bakal lebih sering bikin momen menyenangkan bareng kamu, supaya kamu selalu ingat dan terbayang akan kenangan dan wajahku yang indah ini." Kaizo terkekeh di akhir kalimatnya. Ia tak sadar, kalimatnya itu membuat pipi Lavina terasa panas karena memerah.
Sadar karena Lavina tak meresponnya, iya memutuskan untuk memanggil, "Luv?"
Lavina yang mendengar langsung menyahut, "hm?"
"Kenapa?"
"Ng-nggak papa."
"Kamu berdebar ya habis dengar perkataanku barusan?" tanya Kaizo telak. Lavina heran mengapa Kaizo bisa dengan mudah menebaknya seperti itu. Apakah dia cenayang? Atau hanya kebetulan menebak lalu tebakannya benar?
"Ng-nggak, kok. Kakak sotil banget." Lavina mencebikkan bibirnya.
Kaizo mengerutkan keningnya. "Sotil itu apa, Luv?"
Kini giliran Lavina yang di buat bingung. "Kakak gak tau, sotil itu apa?" Kaizo mengangguk dua kali.
Lavina tergelak sebentar lalu berkata, "sotil itu sok tahu, Kak."
Kaizo mengernyitkan dahinya tak paham. "Hah? Gimana bisa sotil jadi sok tahu?"
"Aku juga nggak tahu."
Percakapan pun berhenti setelah ucapan terakhir dari Lavina yang tepat dengan sampainya mereka berdua di depan rumah Lavina. Gadis itu turun dari motor Scoopy milik Kaizo tanpa melepaskan helm yang ia gunakan.
"Hati-hati, Kak. Makasih udah nganterin."
Kaizo tersenyum, membuat bibirnya membentuk seperti bentuk hati. Lavina agak terpana, pasalnya ia belum pernah menemui cowok yang memiliki senyum unik nan manis seperti senyum milik Kaizo.
"Aku pulang, ya."
Lavina mengangguk begitu pula Kaizo yang langsung menyalakan starter motornya. Ia menengok ke arah Lavina yang masih memperhatikan dirinya, lalu tersenyum kembali. Membuat Lavina ikut tersenyum. Setelahnya, Kaizo pun melajukan motornya.
Kaizo menghembuskan napasnya kasar setelah kembali mengingat kejadian kemarin sore. Ia kini tengah duduk di bangku taman outdoor yang ada di kampusnya dengan menengadahkan kepalanya. Ia baru saja selesai dengan kelasnya.
Tanpa Kai ketahui, ada seseorang dari balik tempatnya duduk tengah mengendap-endap untuk mengejutkannya. Mata orang itu menyipit, tanda tengah menahan tawanya tanpa suara. Sesuai dugaannya, Kaizo langsung terperanjat kaget dan mengalihkan pandangannya pada orang tersebut.
Kaizo berdecak, "aih, lo kurang kerjaan banget sih, Bang?"
Yang disebut 'bang' oleh Kaizo tertawa puas sampai terdengar bunyi ngik-ngik. Persis seperti suara kaca yang sedang dibersihkan. Ya, itu adalah Saka.
Saka melangkah memutari kursi panjang itu untuk duduk tepat di sebelah Kaizo. Setelah duduk, ia mendengkus lalu berkata sembari melihat ke arah Kaizo, "lo kenapa? Muka lo kusut banget gue liat."
Melihat Kai yang tak kunjung menjawab, Saka kembali bertanya, "gimana kemarin? Lancar? Pasti enggak." Saka kembali tertawa dengan tawa ngik-ngiknya.
Kaizo melirik sekilas dengan mencebikkan bibirnya, lalu menghela napas dan kembali menatap awan.
"Kenapa? Lavina bawa motor lagi?" Kaizo menggeleng sebagai jawaban.
"Terus?" Saka menajamkan kedua alisnya.
"Kena tilang polisi," ujarnya tanpa menatap Saka. Suara tawa lap kaca itu kembali menggelegar membuat Kaizo ingin menyumpal mulut Saka yang tengah terbuka lebar itu.
Tawa Saka tak berhenti-henti sampai ada seseorang lagi berjalan menuju ke arah mereka berdua dari arah depan. Saka berdiri untuk menghampiri lelaki yang tengah menuju ke arahnya.
"Eh, Do! Sini buru! Mau tau sesuatu gak?" tanya saka pada lelaki itu, membuat lelaki yang dipanggil 'Do' itu buru-buru melangkahkan kakinya.
"Kenapa bang?" tanya lelaki itu.
"Si Kaizo nih, gagal dia kemarin jalan sama gebetannya." Saka masih belum berhenti tertawa.
"Wah, seriously? Why can? Apa cewek itu bawa motor lagi?" tanya lelaki itu pada Kaizo persis seperti apa yang Saka tanya tadi.
Kaizo menggeleng. "Gua kena tilang."
Saka semakin tertawa terbahak-bahak, sedangkan lelaki yang barusan bertanya itu menyemburkan air liurnya menahan tawa.
"Bang Saka sama bang Nando gak usah gitu dong, gue lagi sedih gini masa diketawain?" ucap Kaizo datar.
"I'm sorry, but, why can? Kenapa bisa kena tilang? Lo lupa gak bawa SIM atau gimana?"
"Gue salah parkir!"
Astaga, kini Saka benar-benar tertawa lebih keras dan Nando benar-benar tidak bisa menahan tawanya lagi. Mereka sudah tahu tentang hubungan Kaizo dan juga Lavina karena Kai yang menceritakannya sendiri pada mereka. Sahabatnya yang sudah seperti saudaranya sendiri ini bisa-bisanya melakukan hal konyol disaat bersama gebetannya?
"Lo salting boleh-boleh aja Kai. Tapi ya nggak sampe berurusan sama polisi juga kali!" ujar Nando disela tawanya sembari memukul punggung Kaizo bersahabat.
"Gue nggak salting bang! Itu gue berhenti di pinggir jalan yang ada tanda dilarang parkirnya gara-gara Lavina belom gue kasih helm!"
"Lagian lo ceroboh banget? Bisa-bisanya lo lupa ngasih helm ke Lavina, dan, bisa-bisanya lo nggak lihat kalau ada tanda dilarang parkir?" tanya Saka.
"Ah gak tau, gimana lagi, udah kejadian."
"Udah-udah, yang penting masalah udah beres kan? Tinggal lo ajak lagi aja si Lavina jalan." Nando memberi usul pada Kaizo dan langsung disetujui oleh Saka.
"Nah, bener tuh, apa yang Nando bilang."
Kaizo berdecak sembari melipat tangan ke depan dadanya. "Lavina udah kelas 12, dia keliatan sibuk banget sama adik kelas dan organisasinya. Dia juga kan mau re-organisasi. Pasti sibuk banget."
"Eh? Iya, ya. Dania juga keliatan sibuk banget. Chat gue juga suka lama di balesnya. Padahal, gue nunggu-nunggu banget jawaban chat dari dia," ujar Saka menyahut perkataan Kai.
Kai membalikkan badannya ke arah Saka sambil berkata, "nah kan? Doi kita lagi sibuk banget. Makanya gue juga agak susah buat ajak Lavina jalan." Saka mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju dengan pernyataan Kaizo barusan.
Sedangkan Nando, yang belum mempunyai pacar—alias jomblo pun hanya bisa berdecak sebal. Jangankan pacar, gebetan saja belum punya.
"Gitu ya, mentang-mentang udah pada punya gebetan, jadi ngelupain gue!"
"Halah. Makanya dong, cari!" sahut Saka sewot.
"Enak aja, gue udah punya!"
Di alam halu gue.
"Masa? Kok lo ga cerita ke kita?" tanya Saka.
"Y-ya belum sempet aja," jawab Nando sedikit gugup.
Kaizo sedikit menyemburkan tawanya melihat gelagat pemuda 21 tahun di depannya. "Jangan-jangan lo cuma ngibul, Bang?"
Nando berdecak, "siapa yang ngibul sih? Orang gue serius kok."
"Udah lah, Do. Gue tahu gelagat lo. Lo gak bisa ngibulin gue," ucap Saka percaya diri menatap tegas Nando.
Sementara kedua pemuda tersebut berceloteh, Kaizo yang tadinya tertawa kecil melihat interaksi keduanya tiba-tiba terdiam. Ia harus memikirkan langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk bertemu dengan Lavina.