Chereads / Diaforά / Chapter 5 - LIMA

Chapter 5 - LIMA

Seorang lelaki berusia dua puluh tahun tengah berada di bawah pohon besar di depan fakultas musik bersama dengan laptopnya. Ia tengah serius mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosennya. Ia membenarkan letak kacamatanya yang merosot di hidung mancungnya. Sesekali ia membaca buku referensi untuk tugas praktiknya kali ini. Ia tengah membuat aransemen dari salah satu lagu yang dipilihnya untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh sang dosen.

Saat sedang serius-seriusnya membaca dan mengetik, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

"Kaizo!" panggil seseorang dengan suara yang melengking. Yang dipanggil pun menoleh ke arah sumber suara. Lalu mengangkat sebelah alisnya.

"Temenin gue yuk!" ucap orang itu.

"Lo ngga liat gue lagi ngapain? Gue sibuk!" tolak Kaizo cepat.

"Yaelah! Bentar doang Kai!" Orang itu berkacak pinggang melihat Kaizo yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Ogah."

"Kaizo Theaz Hadara, ayo temenin gue! Lo tuh giliran tugas aja ambis banget!" Orang itu terus merengek sembari menarik lengan Kai yang masih setia dengan posisinya.

Jengah dengan perlakuan orang itu, Kaizo pun berdecak. "Kemana?"

"Anterin ke Mood Cafe. Gue traktir deh. Gimana?" tanya orang itu sembari menaik-turunkan alisnya. Sementara Kai menjadi teringat pada sosok Lavina. Siapa tau dia bisa bertemu dengannya di sana kan? Kai langsung mengiyakan permintaan dari gadis itu, lalu merapikan buku-buku dan juga mematikan laptopnya.

Mood Cafe memang terletak di tengah kota, jadi banyak orang yang sering datang ke tempat tersebut untuk hangout, mengerjakan tugas, nge-date, dan lainnya. Tempatnya yang nyaman menjadi daya tarik plus-plus selain menunya yang menggiurkan dan pas di kantong.

Mereka berdua menuju kafe tersebut menggunakan mobil Kai. Selama perjalanan, mereka tak banyak bicara. Kaizo yang fokus menyetir dan gadis di sebelahnya yang fokus dengan ponselnya.

Tak lama kemudian, Kaizo membuka suaranya, "Ghea, emang tugas lo udah selesai?"

Seseorang bernama Ghea itu menoleh sesaat setelah Kai menanyai dirinya. "Belum sih. Gue masih butuh nge-aransemen beberapa bagian liriknya," ucapnya sembari terus menggerakkan jari di atas ponselnya tanpa melihat ke arah Kaizo.

"By the way, lo lagi deket sama cewek ya, Kai?"

"Kata siapa lo?"

"Lo tuh ya!" Ghea membalikkan posisi duduknya menghadap ke Kaizo dengan kedua telapak tangannya bertumpu pada jok mobil dan salah satu tangannya masih memegangi ponsel. Ia menghembuskan napasnya sebentar dan kembali berkata, "Harusnya peka dong! Gue ini cewek, banyak informannya! Gue bisa tau hal-hal yang bahkan lo gatau!" ucap Ghea menyeringai. Sedangkan Kaizo hanya menatap aneh pada Ghea lalu kembali fokus menyetir.

"Iya deh. Ampun kaum hawa. Kalian memang ter-dabest banget kalo masalah ginian," ucap Kaizo dengan datar dan menyindir. Sedangkan Ghea hanya tergelak di tempatnya dan memperbaiki posisi duduknya seperti semula.

Setelah percakapan itu, tak lama kemudian mereka sampai di tempat tujuan. Kai memarkirkan mobilnya di seberang kafe karena kafe itu tidak memiliki lahan parkir untuk mobil. Setelahnya, mereka berdua turun dari mobil lalu langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam kafe.

Namun setelah melewati pintu masuk, Ghea berhenti untuk melihat-lihat sekitar. "Bentar, Kai." ucapnya dengan mencekal pergelangan tangan Kaizo. Lalu ia mengamati sekitar untuk mencari tempat duduk yang kosong untuk dirinya dan Kaizo.

Kaizo yang melihat Ghea tengah memperhatikan sekitar pun ikut mengedarkan pandangannya. Selain membantu Ghea untuk melihat tempat mana yang kosong untuk mereka, siapa tahu kan bakalan ada hal tak terduga di kafe ini? Bertemu Lavina misalnya?

Belum selesai mengamati sekitar, Ghea sudah lebih dulu melihat tempat kosong. Lalu ia menggoyangkan lengan Kai sembari berkata, "Kai! Kai! Gue udah nemu tempatnya!"

Ucapan Ghea membuat Kaizo menoleh pada Ghea. Dia membuat Kai tidak fokus terhadap pencariannya. "Mana?"

Lalu Ghea pun menunjuk tempat duduk di dekat jendela dengan meja dan kursi untuk dua orang yang berhadapan. Setelah itu, mereka melangkahkan kaki bersama dengan tangan Ghea yang masih setia memegang lengan Kaizo.

Setelah duduk mereka memesan menu makanan dan minuman. Kaizo memesan minuman hot chocolate, sementara Ghea memesan cappuccino latte ice dan roti panggang.

Selesai memesan, Kaizo tiba-tiba teringat sesuatu. "Eh kenapa gue gak sekalian nyelesein tugas gue, ya? Gue ambil laptop gue dulu, deh." Kaizo berdiri dari kursinya, namun Ghea langsung mencekal tangan Kai dan ikut berdiri.

"Udah deh! Lo tuh tugas mulu yang dipikir! Have fun sekali-kali gak papa kan? Refreshing-in dulu tuh otak lo! Ngebul tau gak? Duduk!" perintah Ghea. Lalu Kaizo pun menurut. Ia duduk kembali di tempatnya.

Kai mengambil ponsel lalu membukanya. Ia melihat sebuah pesan dari Lavina, namun belum sempat dibalas olehnya. Kai berniat untuk membalas pesan dari Lavina, namun tangan Ghea lebih dulu menyambar tangannya. Ia menggerak-gerakkan tangan Kai sembari berceloteh, "Kai, Kai! Barusan gue di tanyain sama Mami. Katanya, kapan lo main ke rumah? Nih, liat!" Ghea memberikan ponselnya pada Kai untuk dibaca. Kai pun menerima dan langsung membacanya.

Kai kapan main ke rumah? Dia udah lama loh nggak main ke rumah. Mami kangen nih. Bilangin ya, Ghe! Suruh main ke rumah!!

Kai hanya menghembuskan napasnya pelan, lalu memberikan kembali ponsel Ghea pada pemiliknya.

"Bilangin, kapan-kapan kalo gue gak sibuk," ucap Kai sembari menatap manik mata Ghea. Sementara Ghea masih setia memegangi tangan Kai.

"Cih, sok sibuk lo Kai!"

"Ya gue emang sibuk kali, Ghe."

"Sibuk apa coba?"

"Gue kan ikut HM, Ghe. Belum lagi gue masih ada tugas lapangan ini. Sibuk banget. Untung aja tuh gue gak ikut BEM. Coba kalo iya? Makin sibuk dan tenar ntar gue pastinya," ucap Kai dengan penuh percaya diri.

"Dan, lo!" lanjut Kai dengan menunjuk Ghea menggunakan telunjuknya. "Lo pasti gak bakal bisa nemuin, bahkan minta nemenin lo kayak gini kalo gue ikutan BEM." Kai menaik-turunkan alisnya. Menggoda Ghea. Sementara Ghea menatap datar pada Kai.

"Cuih," Ghea berdecih ke arah samping meja. Membuat Kaizo tertawa lebar melihat kelakuan gadis yang ada di depannya.

Tetapi, disaat yang bersamaan ketika Kai tertawa. Ada jeritan dua orang wanita yang sangat melengking. Membuat seluruh isi kafe menoleh ke arah dua wanita itu, termasuk Kai dan Ghea.

Betapa terkejutnya Kai saat melihat Lavina yang tengah berdiri panik dengan mulut membulat sedang membenarkan sesuatu yang ada di mejanya. Dan ternyata ia tidak sendiri! Lavina bersama dengan Dania. Dania ikutan berdiri untuk membantu kegiatan Lavina.

'Jadi, benar kalau Lavina lagi ada disini?' batin Kai dengan tepat.

Tanpa basa-basi Kai langsung menghampiri Lavina dan Dania. Ia berjalan dengan langkah yang cepat. Melihat Kai yang terburu-buru, Ghea pun ikut mengejar langkah Kai.

"Luv?" panggil Kai setelah berada di samping Lavina dan memegang pergelangan tangannya. Lavina yang sedang panik pun terkejut. Otaknya belum bisa mencerna apa yang barusan terjadi. Kai memanggilnya, namun pikirannya masih panik karena tumpahan minuman yang berada di meja. Untung saja gelas itu tidak terjatuh ke lantai.

Ghea yang melihat Kai memanggil gadis yang tak dikenalnya dengan sebutan 'Luv' pun langsung memicingkan matanya. Mengamati perawakan Lavina dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Sini aku bantu." Kai langsung mengambil gelas yang tumpah itu, lalu menaruhnya ke sisi meja yang lain. Ia lalu memanggil pelayan untuk membawakan lap guna membersihkan bekas tumpahan minuman.

"Kai," panggil Ghea dengan mengaitkan lengannya pada lengan Kaizo. Sementara itu, Kai langsung menoleh ke arah Ghea dengan ekspresi wajah bertanya.

"Ayo, ngapain disini?" ucap Ghea sembari menarik lengan Kai.

"Gue mau bantuin mereka dulu."

"Mereka siapa sih?" tanya Ghea dengan menatap manik mata milik Kai.

Kai terdiam sebentar lalu berkata, "Temen-temen gue."

Mendengar jawaban dari Kai, Lavina merasa -sedikit- kecewa. Jadi selama ini dirinya hanya di anggap sebagai teman? Lalu beberapa hari belakangan ini tuh apa? Atau hanya dirinya saja yang menganggap hubungannya dengan Kai menuju ke suatu hubungan yang lebih serius?

Tapi, memang kenyataannya mereka cuma sebatas teman kan?

It's sad, but It's true.

Kebanyakan wanita menganggap baiknya lelaki adalah karena mereka memiliki perasaan 'suka'. Padahal, tak jarang dari mereka menjadikan para wanita hanya sebagai tempat 'pelarian' dari perasaan yang bernama 'bosan'.

Lavina membiarkan kedua manusia itu, ia tak mau mendengar lebih banyak lagi percakapan dari mereka. Ia memutuskan untuk membantu pelayan kafe membersihkan mejanya, lalu mengajak Dania untuk pulang setelah meminta maaf kepada pelayan kafe.

"Yuk, Dan, pulang."

"Kok pulang Luv?" tanya Kai yang terkejut melihat Lavina yang buru-buru membereskan barangnya.

"Iya Kak, kita udah lama disini. Tadinya juga udah niat mau pulang, tapi malah minumannya tumpah. Iya kan, Dan?" Lavina menoleh pada Dania dengan tatapan meminta pertolongan. Dania yang paham langsung menjawab, "iya kak, kita emang udah mau pulang."

Kaizo sedikit bingung dengan ucapan Lavina yang memanggilnya dengan sebutan 'kak'.

"Tadi kamu ... manggil aku ... 'kak'?" tanya Kai dengan pelan. Sedangkan Lavina hanya mengangguk.

"Kok manggilnya 'kak'? Gak panggil 'Kai' aja?" Kai terus bertanya pada Lavina, sementara Ghea hanya diam mengamati interaksi mereka berdua dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Gak sopan kalo nggak manggil dengan sebutan itu kak. Maaf sebelumnya karena aku cuma manggil nama kakak doang." Lavina berucap tanpa melihat manik mata Kai. Nada ucapannya pun terdengar datar dan dingin. Ia terus mencari kegiatan lain supaya ia tidak harus menatap Kai saat berbicara dengannya.

"Liat aku dong, Luv." Kai melepaskan kaitan lengan Ghea, lalu memegang kedua bahu Lavina. Membuat badan Lavina menghadap ke arah Kai, begitu juga dengan tatapan matanya.

"Kamu tau dari siapa kalo aku ini lebih tua dari kamu?" tanya Kai dengan lembut.

"Itu gak penting kak," jawab Lavina menatap lurus Kai.

"Tapi penting buat aku."

Lavina hanya diam.

Kai lalu menghembuskan napasnya secara perlahan. "Terus ini kamu beneran mau pulang?"

Lavina mengangguk.

"Aku anter ya?"

Lavina menggeleng.

Sementara kedua manusia lainnya, yakni Dania dan Ghea hanya mengamati interaksi dua manusia yang ada di depannya.

"Kenapa? Jangan bilang kamu ke sini pake motor lagi."

Lavina mengangguk. Sedangkan Kai malah berdecak.

"Kapan kamu pergi-pergi tanpa motor kamu?" tanya Kai membuat Lavina bingung.

Lavina menjawab sembari mengernyitkan dahinya. "Selagi aku bisa pake motor, kenapa engga kak?"

"Pake sayap yuk, biar bisa terbang. Enakan juga terbang." Lavina mengernyitkan dahi tak mengerti maksud dari Kaizo.

Dalam hati Lavina membatin, 'ini apa hubungannya sama sayap si? Aneh bener.'

"Terbang itu enak. Tapi kalo ujung-ujungnya jatuh, buat apa? Seneng enggak, sakit iya," ucap Lavina menyindir. Iya, dia sedang menyindir makhluk yang ada di depannya dan juga dirinya sendiri.

Kai berkedip sebentar lalu berkata, "kamu emang pernah terbang, Luv? Pake apa? Sayap juga?"

Mata Lavina seketika terbelalak, namun kemudian ia menggeleng tegas untuk menjawab pertanyaan dari Kai. Rasanya ia ingin mencakar wajah tampan manusia di depannya ini. Tapi ia urungkan, mengingat dirinya juga sedang berusaha menyabarkan diri dengan pemandangan yang ada di depan kedua matanya.

Saat ini kehadiran Kai dan juga wanita yang ada di sampingnya yang masih setia untuk memperhatikannya dari dekat malah semakin membuat mood Lavina memburuk.