Chereads / (Not) A Perfect Marriage / Chapter 22 - Mandi Pagi?

Chapter 22 - Mandi Pagi?

Keesokan harinya, tepat jam 5 pagi Arseno terbangun dari tidurnya yang sangat nyenyak. Dia menatap ke arah tempat tidur wanita yang semalam ada di sampingnya. Namun, tidak ada siapa-siapa. Arseno kini tidur hanya seorang diri.

Arseno kini mengerutkan dahinya seolah mencari wanita yang semalam tertidur tepat di sampingnya.

'Kemana dia? Apa dia pindah karena tidak ingin satu ranjang denganku?' batin Arseno yang merasa kehilangan seseorang.

Arseno melihat jam yang tepat jam 5 pagi, harusnya jam segini masih sangat nyenyak untuk tidur, mengingat mereka berdua baru tertidur pada pukul 2 dini hari.

"Ah, dia pasti ke kamar pelayan. Kenapa kamu susah di bilangin? Kalo Mama sampai tau kan saya yang repot," cerca Arseno seorang diri.

Arseno langsung beranjak dari tidurnya dan menuju ke arah pintu. Dalam pikiran Arseno, hari ini dia akan marah kepada Jingga karena sudah tidak menuruti perintahnya.

Namun belum juga Arseno melangkah keluar, seseorang terdengar keluar dari kamar mandi. Dengan segera Arseno membalikkan tubuhnya menghadap ke kamar mandi.

Benar saja, seseorang yang dia cari kini berada di kamar mandi.

'Arseno, bodoh sekali kamu. Kamu menyia-nyiakan waktu tidur kamu hanya demi mencari wanita ini,' batin Arseno saat melihat Jingga keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah.

"Anda sudah bangun?" tanya Jingga dengan wajah yang sangat fresh tidak seperti Arseno dengan muka bantalnya.

Arseno mengerutkan dahinya melihat Jingga yang kramas dipagi ini, lagipula semalam hujan sangat lebat, jadi bisa di bayangkan, kan, dinginnya?

"Kau sudah mandi? Kenapa pagi sekali?" tanya Arseno.

"Pagi sekali? Ini sudah jam 5, Tuan Arseno, dan saya sudah terbiasa mandi jam segini," jawab Jingga.

"Ini masih pagi, Jingga, kamu ke butik jam 8 kan? Masih banyak waktu untuk tidur," ujar Arseno.

"Tuan, saya sudah terbiasa mandi subuh, kalau saya tidak mandi subuh saya mungkin akan telat melakukan aktivitas pagi. Harap maklum kamar mandi di panti sangat sedikit, sedangkan anak-anaknya banyak," ujar Jingga.

"Lalu apa yang kamu lakukan setelah mandi?" tanya Arseno.

"Bekerja, saya akan membereskan apartemen jadi nanti saat saya pulang saya tidak terlalu banyak pekerjaan," jelas Jingga.

"Bekerja?" tanya Arseno.

"Iya, yasudah, Tuan Arseno tidur saja, nanti saya bangunkan kalau sarapan sudah siap," Jingga langsung melangkah ke arah pintu.

"Sarapan?" ucap Arseno.

"Tidak usa membuatkan saya sarapan. Saya tidak terbiasa memakan masakan kamu," ucap ketus Arseno.

Jingga tersenyum kecut mendengar ucapan Arseno yang sangat menyakitkan baginya.

'Apa yang kamu ucapkan Jingga. Tuan Arseno tidak akan memakan apapun masakan kamu, semalam itu dia hanya kelaparan jadi kamu jangan berharap lebih,' Jingga langsung keluar kamar tanpa menatap ke arah Arseno.

'Apa ucapanku menyakitkan?' batin Arseno yang melihat Jingga langsung menutup pintu kamarnya.

"Sudahlah bukan urusan saya." Arseno kembali ke kasur untuk melanjutkan tidurnya.

2 jam berlalu, kini tepat jam 7 pagi. Jingga sudah memasak nasi goreng untuk sarapan dan juga bekal untuknya. Jingga juga melihat Arseno keluar dari kamarnya dan langsung menuju ke kamar pribadi miliknya yang ada di lantai dua.

Ya, apartemen Arseno memang ada 2 lantai, lantai atas adalah wilayah pribadinya. Arseno juga mengatakan jika wilayah pribadinya dilarang untuk dimasuki oleh Jingga kecuali mendesak.

Jingga yang melihat sudah jam 7 langsung bergegas berganti baju untuk pergi ke butik. Tepat 30 menit berlalu dirinya langsung keluar dari kamarnya dan langsung pergi dari apartemen.

Sebagai pemilik butik, Jingga tidak ingin telat sampai ke butik, Jingga ingin memberikan contoh yang baik kepada karyawannya.

Berhubung apartemen Arseno lebih jauh ke butik sehingga Jingga harus menempuh perjalanan yang cukup jauh.

Jingga pergi tanpa berpamitan dengan Arseno, dengan langkah cepat Jingga langsung memesan ojek online yang akan membawanya ke Butik.

Sialnya, tidak ada satupun yang menerima pesanan Jingga. Ya, hari ini sedikit gerimis, entah kenapa ojek online seolah tidak ada yang menerima pesanan Jingga.

Jingga berdiri di lobby berharap ada keajaiban datang kepadanya.

"Apa pesan mobil saja? Ah tidak, harganya bisa 2 kali lipat, aku gak boleh boros," ucap Jingga.

"Nona," panggil seseorang yang mengejutkan Jingga.

"Sekretaris Niko," ujar Jingga.

"Nona, mau pergi bekerja?" tanya Sekretaris Niko.

"Iya, anda mau jemput Tuan Arseno yah?"

"Iya, saya mau jemput Tuan Arseno. Apa mau barengan saja perginya?"

Jingga terdiam seolah ingin menerima, namun ingatan Arseno yang sering ketus kepadanya seolah menari-nari diatas kepala Jingga.

'Jika menerima ajakan Sekretaris Niko, aku bisa hemat pengeluaran tapi Tuan Arseno pasti marah kalau aku ikut dengannya,' batin Jingga.

"Tidak usa Sekretaris Niko, lagipula butik saya lebih jauh bukan? Kalau kalian mengantar saya pasti kalian akan telat ke kantor. Ya sudah, kalau begitu saya pergi dulu," ucap Jingga.

"Tapi Nona..." ucapan Sekretaris Niko terhenti saat melihat Jingga yang langsung menebus gerimis hujan.

Sekretaris Niko menghela nafas melihat aksi nekat Jingga.

'Wanita seperti anda pasti sangat kuat Nona, semoga Tuan Arseno segera mencintai anda,' batin Sekretaris Niko.

"Sekretaris Niko," ucap Arseno yang mendekati Sekretaris Niko.

"Ada apa?" tanya Arseno.

"Tidak Tuan, hanya tadi saya lihat Nona Jingga disini sedang menunggu ojek online," jelas Sekretaris Niko.

"Lalu mana dia?" Arseno melihat ke kiri dan ke kanan namun Jingga tak terlihat.

Memang sedari tadi Arseno sangat kesal kepada Jingga yang pergi tidak pamit kepadanya.

'Wanita tidak tau diri, bisa-bisanya pergi meninggalkan suami tanpa berpamitan,' kesal Arseno.

"Nona Jingga sudah pergi, Tuan Arseno, tadi saya sempat menawarkan tumpangan namun Nona Jingga menolak," jelas Sekretaris Niko.

"Memangnya dia tidak jadi pesan ojek online?"

"Mungkin karena gerimis, jadi ojek online agak susah di dapatkan, Tuan Arseno," jelas Sekretaris Niko.

"Jadi dia pergi naik apa?" tanya Arseno.

"Jalan kaki, Tuan Arseno, saya tidak tau dia kemana," jawab Sekretaris Niko.

"Bodoh sekali wanita itu, untuk apa dia hujan-hujanan disaat suaminya yang kaya raya ini punya banyak mobil," Sombong Arseno.

'Bagaimana dia mau memanfaatkan kekayaan anda jika anda tidak memberinya, ah Tuan sepertinya anda terlalu kaku dalam menghadapi Nona Jingga,' batin Sekretaris Niko.

"Ya sudah terserah dia, ayo pergi. Kita banyak kerjaan hari ini," ajak Arseno.

"Baik Tuan," jawab Sekretaris Niko.

Sementara Jingga berjalan kaki menebus hujan yang mulai deras. Tapi Jingga tidak punya pilihan selain menebus hujan yang mulai membasahi bajunya.

'Tidak Jingga, kamu tidak boleh berhenti, angkot sebentar lagi lewat, percayalah,' batin Jingga menguatkan diri sendiri.

'Sial, kenapa aku berharap Tuan Arseno datang dengan membawa payung untukku dan berkata ayo masuk ke mobil dan aku akan mengantarkan kamu ke butik,' batin Jingga yang menghalu.

Namun, seolah menjadi kenyataan, Jingga merasakan ada seseorang yang mengikutinya dengan membawa payung, persis seperti bayangan Jingga.

'Apa ini? Aku mimpi?' batin Jingga tanpa melihat orang yang memberikan perlindungan dari hujan untuk Jingga.

Bersambung...