"Tidak kok. Aku cuman mau bilang kalau kamu jangan lupa bahagia yah, aku tidak suka melihat wajah cantik milik kamu dihiasi dengan kesedihan," ucap Abizar.
Jingga hanya tersenyum manis kepada Abizar.
"Oke, Kakak juga yah!" Jingga langsung turun dari mobil Abizar dan masuk ke butiknya.
'Jingga, andai kamu paham dengan perasaan ini, pasti kamu tau kalau aku menyukai kamu dari dulu,' batin Abizar.
Sementara, Jingga sudah masuk ke butik miliknya. Adisty, Santi dan Dewi sudah berada di butik dan menatap Jingga yang berjalan dengan lemas.
"Jingga, kamu kenapa?" tanya Adisty.
"Baju kamu basah? Ayo ganti baju cepat, ini pakai," Adisty mengambil baju dari deretan baju pajangan mereka dan langsung memberikan kepada Jingga.
"Tidak usa, ini kan baju jualan kita," tolak Jingga.
"Kamu jangan gila yah, Jingga, baju kamu basah, apa kamu mau sakit?" tanya Adisty.
"Tidak, aku tidak apa-apa kok," jawab Jingga.
"Yasudah kamu pergi saja ke atas, di bagian bawah nanti ada Santi dan Dewi yang pegang sekalian melayani pembeli," atur Adisty.
"Iya," jawab Jingga yang langsung ke ruangan lantai dua.
Jam berlalu, kini tepat jam makan siang, Adisty membelikan makanan untuk Jingga, Santi dan juga Dewi.
Santi dan Dewi makan di lantai satu sambil menjaga butik, siapa tahu ada pembeli yang datang. Sedangkan Adisty membawa makanan ke lantai atas untuk Jingga dan berniat untuk makan bersama.
Adisty menatap Jingga yang sedang mendesain baju, namun wajahnya sangat pucat, tidak seperti biasa.
"Kau sakit, Jingga?" tanya Adisty menatap lekat wajah Jingga.
"Sakit? Tidak kok," jawab Jingga tanpa melihat ke arah Adisty.
Jingga masih sibuk dengan desain yang sedang dia kerjakan. Memang tidak ada hal yang bisa menyurutkan semangat bekerja Jingga.
"Wajah kamu sangat pucat, masih bilang tidak sakit? Apa mau aku belikan obat?" tanya Adisty.
"Pucat? Mungkin karena make up sudah luntur kena air hujan, Adisty. Dan juga mungkin karena dingin," jelas Jingga.
"Jingga, kalau sakit, bilang sakit. Hentikan bekerja dan pulanglah. Lagipula butik ini kan milik kita berdua, dengan kamu tidak masuk pun tidak ada yang bisa memecat kamu," Perkataan Adisty memang ada benarnya, kondisi Jingga saat ini tidak bisa dikatakan sehat.
"Hey Adisty, sejak kapan aku terkena hujan langsung sakit? Kau tau bukan jika aku ini pecinta hujan? Jadi, aku tidak mungkin sakit karena hujan," Jingga tetap pada pendiriannya.
"Yauda terserah kamu, ayo sekarang kita makan," ajak Adisty.
"Baiklah, Santi dan Dewi sudah makan?"
"Sudah, mereka makan di bawah soalnya takut ada pembeli datang."
"Ohh," Jingga mulai mengambil nasi miliknya lalu menyantap dengan perlahan.
"Jingga, bagaimana pernikahan kamu dengan Tuan Arseno?" tanya Adisty.
Adisty memang melihat ada yang tidak baik dari Jingga, ya, Adisty mengerti jika saat ini pasti Jingga sangat terluka dengan pernikahan terpaksa. Seketika Jingga tertawa mendengar pertanyaan Adisty.
"Adisty, kau berharap apa dari pernikahanku ini?" tanya Jingga sambil menyantap ayam goreng.
"Ah, aku tau pasti semuanya tidak baik-baik saja. Jadi pasti semalam kalian tidak satu ranjang bukan?" tanya Adisty memastikan.
"Satu ranjang, karena semalam hujan deras dan petir jadi Tuan Arseno khawatir dan memilih tidur di kamarku," jelas Jingga.
"Benarkah? Tapi kalian tidak melakukan hubungan itu?" tanya Adisty.
"Tidak, kami kan sudah ada perjanjian. Lagipula Tuan Arseno memang tidak memegang tubuhku sama sekali. Jangankan tubuhku, makananku saja dia enggan makannya, cuman semur daging semalam, dia memakannya, mungkin dia lapar," jelas Jingga.
"Oiya Adisty, kamu mau gak nolong aku?" tanya Jingga.
"Nolong apa?" tanya Adisty.
"Menginaplah di apartemen, aku sangat takut. Kamu tau kan selama ini kita hidup bersama-sama dan juga kita selalu beramai-ramai. Disaat apartemen begitu sepi, aku sangat takut," jelas Jingga.
Bukan menjawab setuju, Adisty malah tertawa bagas mendengar ucapan Jingga. Jingga yang melihat Adisty tertawa keras, seketika berpikir jika ada ucapan yang salah.
"Hay Jingga, kemana Jingga yang dahulu? Kenapa mendadak pengecut begini? Jingga yang aku kenal adalah seorang pemberani, jadi mana mungkin kamu takut kesepian," ejek Adisty.
"Adisty, resek banget sih. Tinggal bilang kamu mau menemani aku atau tidak?" ketus Jingga.
"Tentu tidak, aku bisa habis karena sudah mengganggu rumah tangga kamu dengan Tuan Arseno. Aku tidak ingin mencari masalah, Jingga. Urusan rumah tangga kamu akan tetap menjadi urusan kalian berdua. Kamu boleh curhat kepadaku tapi untuk ikut campur masalah kamu sepertinya aku angkat tangan deh," ucap Adisty.
"Kamu gak setia kawan banget," Jingga cemberut.
"Bukan tidak setia kawan, tapi kamu tahu lawan kamu siapa? Tuan Arseno kan? Kalau aku ikut tinggal disana, bisa-bisa Tuan Arseno marah dan membuat aku menderita. Memangnya kamu mau aku kaya gitu?" tanya Adisty.
Jingga terdiam seolah memikirkan apa yang Adisty ucapkan adalah sebuah kebenaran.
'Adisty benar, dia gak boleh sampai ikut campur masalahku,' batin Jingga.
"Iya iya aku mengerti," ucap Jingga yang melanjutkan makanannya.
"Oiya, bagaimana pemasukan butik?" tanya Jingga.
"Aman, meningkat kok. Kalau meningkat terus, kita bisa kaya nih," ucap semangat Adisty.
Jingga hanya tersenyum melihat Adisty yang sangat bersemangat.
"Baguslah," ucap Jingga.
15 menit berlalu, makanan yang mereka santap kini sudah habis tak tersisa.
"Jingga, kamu istirahatlah, aku kan ke bawah membantu Santi dan Dewi," ucap Adisty.
"Baiklah, maafkan aku tidak bisa bantu kalian di bawah," ucap Jingga.
"Tidak apa-apa kok, kamu disini saja, istirahat yang banyak," Adisty langsung pergi meninggalkan Jingga dilantai dua.
'Untung aku punya butik sendiri, jadi aku bisa bekerja dengan santai tanpa memperdulikan ada bos,' batin Jingga.
Dret! Dret!
Suara ponsel Jingga terdengar, Jingga langsung melihat ada pesan masuk dari Abizar. Dengan segera, Jingga membuka pesan tersebut.
[Hay, bagaimana? Apa sudah mendingan? Jangan terlalu memaksa bekerja yah, istirahat yang cukup, nanti aku akan meminta Adisty menemani kamu] Pesan yang di kirimkan oleh Abizar.
[Aku tidak apa-apa Kak, maafkan aku jadi merepotkan kamu. Tidak, Adisty sedang bekerja, jangan membuatnya mengkhawatirkan aku. Lusa aku akan berikan jas punya Kakak] Balasan pesan dari Jingga.
[Baiklah, katakan jika kamu membutuhkan sesuatu. Tidak usa pedulikan Jas itu, istirahatlah agar kamu lebih sehat] Balasan pesan dari Abizar.
[Baiklah, terima kasih, Kak] Balasan pesan dari Jingga.
[Oiya satu lagi, nanti aku jemput yah?] Balasan pesan dari Abizar.
[Tidak Kak, aku meminta suamiku yang jemput. Terima kasih atas bantuannya] Balasan pesan dari Jingga.
Tentu saja Jingga berbohong, bahkan dirinya tidak tau apakah suaminya akan menjemputnya atau tidak. Tapi Jingga tidak peduli itu karena jawabannya sudah pasti jika Tuan Arseno tidak akan pernah menjemputnya.
Jingga langsung menutup ponselnya setelah saling mengirimkan pesan kepada Abizar.
'Tidak bisa di pungkiri jika Kak Abizar selalu ada untukku, tidak seperti suamiku, ah aku seperti orang yang butuh kehangatan suami padahal pernikahan kami hanya pernikahan sementara,' batin Jingga.
Bersambung...