Chereads / (Not) A Perfect Marriage / Chapter 26 - Arseno Kehilangan Jingga

Chapter 26 - Arseno Kehilangan Jingga

"Kau tidak perlu khawatir dengan istri saya," tegas Arseno.

"Baik Tuan Arseno, maafkan saya," jawab Sekretaris Niko.

Arseno kembali terdiam.

"Hidup Jingga adalah hidup Jingga, dan hidup saya adalah hidup saya, kami adalah suami istri tapi kami tidak mengurusi hidup orang lain," ujar Arseno.

'Bukan masalah mengurusi hidup, ini tentang perikemanusiaaan. Apakah anda tidak punya rasa simpati saat tau istri anda hujan-hujanan?' batin Sekretaris Niko.

Perjalanan membutuhkan waktu 1 jam lamanya, hingga mobil sudah membawa Arseno sampai ke apartemen.

"Pulanglah, Sekretaris Niko," ucap Arseno.

"Baik Tuan Arseno," ucap Sekretaris Niko.

Arseno langsung melangkah ke kamar apartemen miliknya. Arseno tersadar jika Jingga tidak memiliki akses masuk ke apartemen, lalu bagaimana dia masuk?

Arseno mempercepat langkahnya saat membayangkan Jingga menunggu di depan apartemen. Namun, langkah Arseno melambat disaat dirinya tidak menemukan seseorang pun di depan apartemennya.

Lalu dimana Jingga? Pikir Arseno.

"Apa dia belum pulang? Kenapa malam sekali pulangnya?" ujar Arseno.

Arseno masuk ke dalam apartemen, gelap gulita memang seperti tidak ada orang sama sekali. Arseno membuka kamar Jingga, mencoba mencari seseorang yang semalam tidur bersamanya, namun sama sekali tidak ada tanda-tanda orang disana.

"Istri seperti apa dia itu? Apanya yang baik? Bahkan suami pulang saja dia tidak ada," Arseno berdecak kesal.

Arseno langsung melangkah ke dalam kamarnya untuk membersihkan tubuhnya.

Jam berlalu, kini tepat jam 8 malam Arseno menuruni tangga apartemennya, tidak ada sama sekali tanda-tanda jika Jingga sudah pulang.

Arseno kebingungan, dirinya tidak tau harus menghubungi kemana karena dia pun tidak memiliki nomor ponsel Jingga.

"Apa dia sedang selingkuh?" Pikiran Arseno sudah membayangkan kelakukan buruk Jingga.

"Sudahlah, dia tidak penting." Arseno memesan makanan online tanpa memikirkan Jingga lagi. Dirinya kembali asyik dengan tontonan film action.

Satu jam berlalu, Jingga benar-benar tidak pulang. Arseno terdiam menatap kaca yang memperlihatkan turunan hujan yang begitu besar.

"Jingga, kamu kemana? Kenapa firasat saya tidak enak begini?" ujar Arseno.

"Bagaimana kalau sesuatu terjadi kepada Jingga? Atau bagaimana jika ada pria jahat yang melukai Jingga bahkan ..." ucapan Arseno terhenti disaat membayangkan hal buruk terjadi kepada Jingga.

Arseno langsung mengambil ponselnya dan menelpon Sekretaris Niko. Namun, beberapa kali panggilan telpon itu tidak di angkat sama sekali oleh Sekretaris Niko.

'Sial, kemana dia?' batin Arseno yang masih berusaha menelpon Sekretaris Niko.

Hingga panggilan ke sepuluh kali, akhirnya Sekretaris Niko mengangkat telpon dari Arseno.

"Halo selamat malam, Tuan Arseno. Ada yang bisa saya bantu?" ucap Sekretaris Niko disebrang sana.

"Kau minta dipecat yah, Sekretaris Niko? Kenapa kau bisa membuat saya menelpon kamu sampai sepuluh kali?" cerca Arseno.

"Maaf Tuan, saya habis mandi. Ada yang bisa saya bantu Tuan?" tanya Sekretaris Niko.

"Niko, cepat minta orang untuk mencari Jingga," perintah Arseno.

Sekretaris Niko langsung mengerutkan dahinya seolah tidak mengerti dengan Arseno.

'Mencari Nona Jingga? Apa maksudnya? Ini sudah jam 9 malam. Apa jangan-jangan mereka bertengkar dan Nona Jingga kabur?' batin Sekretaris Niko.

"Memangnya Nona Jingga kemana, Tuan Arseno?" tanya Sekretaris Niko.

"Kalau saya tau Jingga kemana, saya tidak akan meminta kamu mencarinya," cerca Arseno lagi.

"Maksudnya kenapa Nona Jingga pergi dari apartemen? Jadi, saya bisa mencarinya dengan mudah, Tuan," jelas Sekretaris Niko.

"Saya tidak tahu tapi Jingga tidak pernah pulang sedari tadi," jelas Arseno.

Sekretaris Niko mengerutkan dahinya.

'Bukankah tadi jam 6 Tuan Arseno sudah sampai apartemen? Kenapa baru menyadari istrinya tidak pulang setelah jam 9 malam,' batin Sekretaris Niko.

"Sekretaris Niko, apa kau dengar ucapan saya? Kenapa kamu jadi pendiam begini!" ketus Arseno.

"Oh baiklah Tuan, saya akan menyuruh orang untuk mencari Nona Jingga, atau apakah anda punya nomor ponselnya? Biar kita lacak keberadaannya," ide Sekretaris Niko.

Arseno terdiam, seolah malu mengatakannya jika dirinya tidak memiliki nomor ponsel istrinya.

"Sekretaris Niko, kau tau kan jika pernikahan kami bukan atas dasar saling cinta? Jadi, mana mungkin saya menyimpan nomornya!" dalih Arseno.

'Apa hubungannya cinta dengan nomor ponsel? Nomor ponsel digunakan untuk menghubungi, lagipula kalau seperti ini siapa yang akan direpotkan? Pasti aku juga,' batin Sekretaris Niko.

"Sudahlah, kamu cari dan saya ingin Jingga segera dibawa ke apartemen dalam keadaan utuh." Arseno langsung mematikan ponselnya.

Arseno langsung memegang kepalanya yang terasa sangat menyakitkan.

"Kalau Mama dan Papa sampai tau jika Jingga tidak pulang, aku bisa memastikan jika Mama akan marah besar." Arseno terbayang-bayang wajah Nyonya Diva yang sedang marah seketika berubah menjadi seorang singa yang hendak menerkam mangsa.

Arseno terdiam, ada perasaan khawatir yang sangat mendalam di dalam hatinya. Bukan hanya khawatir Nyonya Diva akan marah, namun Arseno juga khawatir jika sesuatu terjadi kepada Jingga. Bagaimanapun, saat ini Jingga berstatus sebagai istrinya, walaupun ada penolakan dari Arseno.

"Apa Mama punya nomor ponsel Jingga? Harusnya ada, tapi aku tidak mungkin menghubungi Mama. Mama bisa tau jika Jingga tidak pulang. Apa aku hubungi Yuriza?" Arseno langsung memencet panggilan ponsel kepada Yuriza.

Tak menunggu lama, kini panggilan telpon telah terhubung.

"Halo Kakak, apa kau merindukan aku?" canda Yuriza.

"Yuri, Kakak tidak ingin bercanda," ucap serius Arseno.

"Ada apa, Kakak?" tanya Yuriza.

"Apa kamu punya nomor ponsel Jingga?" tanya Arseno.

"Kakak, jelas aku tidak punya. Yang jadi suaminya adalah Kakak, lalu kenapa Kakak tanya nomor Kak Jingga kepadaku? Kenapa tidak langsung tanya saja? Atau kalian pisah kamar yah?" tanya Yuriza.

"Tidak Yuriza bukan begitu. Jingga sampai saat ini belum pulang, Kakak khawatir ada apa-apa dengannya," jelas Arseno.

"Apa?" teriak Yuriza.

Mendengar teriakan Yuriza sontak membuat Arseno menjauhkan ponselnya dari telinganya selama beberapa detik.

"Kau gila yah, kenapa berteriak seperti itu?" ketus Arseno.

"Kakak, kenapa Kak Jingga belum pulang? Apa Kakak mengusirnya? Kalau Kakak mengusirnya kenapa gak bilang Yuriza? Yuriza bisa jemput Kak Jingga dan tinggal di mansion," ucap Yuriza yang panik.

"Hei, aku tidak sejahat itu, kau pikir aku ini apa, hah? Tentu aku tidak mengusirnya, Jingga pergi sedari pagi dan sampai saat ini tidak pulang," jelas Arseno.

"Kakak, kenapa tidak mencari dari tadi? Ini hujan lebat loh, bagaimana jika Kak Jingga..." ucapan Yuriza seketika terpotong.

"Hentikan ucapan kamu, sudahlah jika kamu tidak punya nomornya tidak apa-apa," ucap Arseno.

"Nomor pribadinya memang tidak punya, tapi nomor butiknya ada. Barangkali nomor butiknya di pegang Kak Jingga, jadi Kakak bisa hubungi," ucap Yuriza.

"Baiklah, segera kirim nomornya," pinta Arseno.

"Oke Kakak Arseno," jawab Yuriza.

"Yuriza, tolong jangan sampai Mama dan Papa tau semuanya," Arseno mengingatkan Yuriza.

"Papa dan Mama lagi pergi, Kak. Katanya mau ke rumah temannya tapi sampai sekarang belum pulang," ujar Yuriza.

"Baguslah kalau begitu, yasudah kamu tidurlah," Arseno langsung mematikan panggilan telpon dengan adiknya.

Bersambung...