Jam kini telah berlalu begitu saja. Hari pun semakin sore dan hujan pun seolah enggan beranjak. Ya, masih asyik mengguyur hujan disekitaran butik.
Hari ini, hujan sangat awet, membuat jiwa-jiwa enggan bepergian untuk bekerja, namun tidak dengan Jingga yang malah sebaliknya. Ya, dia sangat semangat bekerja walaupun kepalanya sangat sakit.
Jam tepat pukul 5 sore, butik sudah sepenuhnya di tutup. Adisty, Santi dan Dewi sudah merekap laporan pengeluaran dan pemasukan hari ini. Kini, semua sudah beres dan waktunya pulang ke rumah masing-masing.
Adisty yang tidak melihat Jingga turun dari lantai atas, membuatnya langsung ingin memeriksa keadaan Jingga disana.
"Santi, Dewi pulanglah, aku akan melihat keadaan Jingga di atas," ujar Adisty.
"Baiklah Bu Adisty. Oiya Bu, kemarin itu Bu Jingga benaran menikah dengan Tuan Arseno? Sampai saat ini, rasanya sulit untuk percaya," tanya Santi memberanikan diri.
"Kalian tau dari mana? Ah, pasti dari pemberitaan yah?" tanya Adisty.
"Bu, semua berita memang sedang membicarakan Tuan Arseno dan Bu Jingga, hanya saja orang-orang masih menebak latar belakang Bu Jingga apa karena Bu Jingga terlihat bukan dari kalangan orang atas, begitu beritanya," ucap Dewi.
"Hei,kalian jangan bicara seperti itu di depan Jingga yah. Nanti dia sakit hati. Yasudah kalian pulang saja, biar aku yang melihat Jingga ke atas," ujar Adisty.
"Oke baiklah kami pamit pulang yah, Bu," ujar Dewi dan Santi yang langsung beranjak meninggalkan butik.
"Tidak bisa di pungkiri jika berita memang sudah menyebar dan saat ini orang lagi mencari jati diri Jingga. Apakah media akan bersahabat dengannya? Atau malah menjatuhkan Jingga karena Jingga seorang anak yatim piatu?" pikir Adisty.
"Sudahlah, Jingga anak yang kuat, harusnya tidak ada yang bisa aku khawatirkan bukan?" ucap Adisty.
Kini Adisty mulai menaiki tangga untuk menuju tempat Jingga berada.
"Jingga, belum pulang?" tanya Adisty saat melihat Jingga sedang fokus mendesain.
"Belum, duluan saja, aku males pulang cepat," ucap Jingga.
"Jingga, bukankah tidak baik saat Tuan Arseno pulang, sedangkan kamu belum pulang. Seorang istri harus pulang duluan sebelum suaminya pulang," ujar Adisty.
"Adisty, itu berlaku pada pernikahan yang normal, atas dasar saling mencintai dan sayang. Sedangkan pernikahan aku dan Tuan Arseno hanya sebatas pernikahan sementara," ujar Jingga.
Sungguh Adisty tau ini bukan diri Jingga yang sebenarnya, Jingga adalah orang yang baik, jadi, tidak mungkin Jingga bisa berkata seperti itu.
'Ada apa dengan Jingga? Apa Jingga sakit hati kepada Tuan Arseno?' pikir Adisty.
"Kalau begitu aku akan disini juga sampai kamu pulang," ujar Adisty.
"Kamu apa-apan Adisty? Di panti pasti sangat sibuk, kamu harus segera pulang untuk membantu disana," ucap Jingga.
"Kalau begitu ayo pulang," ajak Adisty.
"Adisty, tolong mengerti aku. Sekarang kita tinggal di tempat yang berbeda, biarkan aku menenangkan diri aku sebelum bertemu Tuan Arseno lagi. Sungguh apartemen Tuan Arseno tidak membuat aku nyaman," ucap Jingga.
Adisty terdiam seolah memahami apa yang Jingga rasakan.
"Baiklah Jingga, tapi berjanjilah kepadaku kamu akan segera pulang," ucap Adisty.
"Iya, aku pasti pulang setelah pekerjaan selesai. Pulanglah, panti membutuhkan kamu," ucap Jingga.
Adisty tersenyum kecil kepada Jingga.
"Baiklah." Adisty mulai melangkah pergi meninggalkan Jingga sendirian.
'Ah, rasanya tidak ingin pulang. Apa Tuan Arseno sudah pulang yah?' batin Jingga.
"Kenapa hatiku sangat sakit saat mengingat, Tuan Arseno tidak ada pedulinya sama sekali denganku? Menyebalkan sekali." Jingga berdecak kesal.
"Sudahlah, sebaiknya aku pulang." Jingga membereskan semua peralatan tempurnya dan langsung melangkah untuk pulang ke apartemen.
Namun, Jingga tidak kuat melanjutkan langkah kakinya saat kepalanya terasa pusing, penglihatannya seperti berputar-putar, seketika hitam gelap dan Jingga tidak bisa melihat apapun.
***
Sementara itu, di perusahaan Keane Properti terlihat seseorang pria tampan yang sedang sibuk menandatangani berkas laporan.
"Tuan Arseno, awak media masih berada di depan perusahaan," ucap Sekretaris Niko yang tiba-tiba datang ke ruangan Arseno.
Arseno langsung menghela nafasnya dengan perlahan.
"Sekretaris Niko, tidak bisakah kamu memberesi semuanya? Dari tadi pagi kamu hanya mengatakan seperti itu tapi tidak mengusir mereka," ketus Arseno.
"Tuan, saya sudah mengusir mereka bahkan semua satpam sudah saya sediakan untuk berjaga-jaga di depan, namun mereka tidak mau beranjak," jelas Sekretaris Niko.
"Sudahlah, kita langsung pulang saja, siapkan mobil dan katakan kepada mereka bahwa saya tidak akan mengkonfirmasi apapun tentang pernikahan yang tidak pernah saya anggap seumur hidup saya," ucap Arseno.
"Baiklah, Tuan Arseno, mari pulang dan saya akan menjaga anda," ucap Sekretaris Niko.
Arseno langsung menghentikan pekerjaannya dan langsung beranjak pergi dari ruangan menuju lobby.
Dari kejauhan, Arseno sudah melihat banyak wartawan yang sedang menunggu dirinya untuk dimintai keterangan, namun Arseno benar-benar malas untuk menjawab pertanyaan mereka.
Arseno keluar dengan gagahnya, dibantu oleh beberapa ajudan yang sudah di persiapkan Sekretaris Niko.
"Hei, itu Tuan Arseno," teriak salah satu orang yang membuat heboh seisi halaman lobby.
Dengan bantuan ajudan, Sekretaris Niko dan beberapa satpam hingga Arseno bisa berjalan di tengah kerumunan wartawan yang meminta informasi kepada Arseno terkait pernikahannya kemarin.
"Tuan Arseno siapa wanita yang menikah dengan anda?"
"Tuan Arseno apakah namanya Jingga?"
"Tuan Arseno apakah istri anda pemilik butik Ga Adis?"
"Tuan Arseno kenapa anda menikahi gadis yatim piatu?"
"Tuan Arseno kenapa anda menikah dengan gadis sederhana? Apa anda telah menghamilinya?"
Deg!
Pertanyaan tersebut dapat di dengar jelas oleh Arseno. Ada rasa sesak dihati Arseno saat mendengar semua pertanyaan yang di tanyakan kepadanya.
Arseno kini berhasil melewati lautan manusia yang menghalangi jalannya, hingga kini Arseno langsung masuk ke dalam mobil yang akan di bawa oleh Sekretaris Niko.
Dengan gerak cepat, Sekretaris Nko melajukan kendaraannya untuk menjauhi para wartawan yang ingin meminta kejelasan kepada Arseno.
Arseno terdiam menatap jendela, rintik hujan menetes di kaca mobil miliknya.
'Apa yang kalian tanyakan jelas aku tidak bisa menjawabnya, aku tidak tau kenapa aku bisa menikahi gadis yang tidak memiliki latar belakang yang setara denganku. Tapi, kenapa kalian bisa berpikir aku menghamili wanita itu? Ah, apakah aku senakal itu? Bahkan dengan Selva saja aku tidak pernah melakukannya,' batin Arseno.
'Kenapa aku harus terjebak seperti ini? Mama, engkau harus tanggungjawab atas kehidupan Arseno. Walaupun pernikahan kami hanya satu tahun, tapi rasanya itu sangat lama sekali. Aku harus bersama dengan wanita yang tidak aku cintai sama sekali,' batin Arseno lagi.
"Tuan, apa Nona Jingga sudah pulang? Apa kita tidak menjemputnya?" tanya Sekretaris Niko.
"Peduli apa kamu dengannya?" ketus Arseno.
Sekretaris Niko tersentak mendengar ucapan Arseno. Memang tidak ada hak Sekretaris Niko untuk bertanya tentang istri Arseno, namun semenjak kejadian tadi pagi saat Jingga menerobos hujan, dirinya sedikit kepikiran kepada Jingga.
Sepanjang perjalanan pergi pagi tadi pun, Sekretaris Niko menatap jalanan barangkali bertemu dengan Jingga. Namun, Sekretaris Niko sama sekali tidak menemukan Jingga.
"Maaf Tuan, saya hanya khawatir," jawab Sekretaris Niko tidak enak.
Bersambung...