'Apa ini? Aku mimpi?' batin Jingga tanpa melihat orang yang memberikan perlindungan untuknya dari hujan yang jatuh ke tubuhnya.
"Apa kau terlalu mencintai hujan hingga dirimu tidak bisa lepas dari hujan? Sudah berkali-kali aku katakan jangan berteman dengan hujan, kau tidak akan sanggup," ucap seseorang yang terdengar samar-samar namun masih bisa didengar oleh Jingga.
Jingga tersadar, jelas-jelas suara tersebut bukan suara suaminya. Lagipula, suaminya tidak akan tau jika Jingga sangat menyukai hujan namun membenci petir.
Jingga langsung membalikkan tubuhnya dan menatap lekat seorang lelaki yang sangat dia kenal dengan dekat, lelaki yang selalu ada untuknya, ya, jelas ini adalah lelaki yang sering membantu Jingga.
"Apa suami kamu gak punya otak membiarkan istrinya hujan-hujanan seperti ini? Kau pernah jatuh sakit karena mandi hujan bukan? Kenapa sekarang kau lakukan lagi?" Nada itu terdengar menyaring di telinga Jingga.
Nada amarah yang kini dilontarkan oleh seorang lelaki yang tidak ada hubungannya dengan Jingga namun tidak henti-hentinya memberikan perhatian lebih untuk Jingga.
"Ternya Kakak Abizar," ucap Jingga.
Ada rasa kecewa dalam hati Jingga disaat mengetahui jika lelaki yang memberikan payung untuknya, bukanlah suaminya seperti bayangannya.
"Nona Arseno Keane, apa Tuan Arseno kekurangan mobil hingga anda berjalan kaki?" sindir Abizar.
Abizar Davtywa adalah seorang lelaki yang merupakan salah satu donatur di panti asuhan namun tidak sebesar Keluarga Keane. Tiap minggu, Abizar sering ke panti asuhan. Abizar adalah orang yang paling sakit hati saat mendengar pernikahan Jingga dengan Arseno.
"Kakak Abizar apaan sih? Kenapa juga bawa-bawa Tuan Arseno," ucap Jingga yang cemberut.
"Kau ternyata tidak tahu diri yah Nona Keane, ayo aku antar, jangan sampai Tuan Arseno Keane memukulku karena aku membiarkan istrinya yang cantik ini hujan-hujanan," goda Abizar.
"Menyebalkan." Jingga langsung berjalan meninggalkan Abizar dan langsung masuk ke dalam mobil Abizar dengan sedikit kesal.
Memang tidak ada kecanggungan antara Abizar dan Jingga. Selama ini Jingga selalu merasa aman karena Abizar selalu ada untuk Jingga bahkan disaat Jingga bersedih, Abizar adalah orang yang bisa membuatnya tertawa kembali. Bagi Jingga, Abizar adalah kakak laki-laki yang selalu bisa melindungi dirinya. Namun nyatanya, Abizar mengharapkan lebih dari seorang kakak laki-laki.
Abizar pun melihat tingkah Jingga hanya menggelangkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Perbedaan umur membuat Jingga sering kali bermanja-manja seperti seorang adik kecil kepada Abizar yang sudah di anggapnya sebagai Kakak. Dari dahulu Jingga memang berdiri sendiri hingga Abizar datang membuat Jingga selalu meminta bantuan Abizar. Bukan hanya Jingga, namun Adisty sahabat Jingga juga berperilaku sama kepada Abizar.
"Mau pake jas aku?" tanya Abizar saat memasuki mobilnya.
Abizar melihat jika baju Jingga sudah sangat basah, dan sering kali Jingga memeluk tubuhnya seolah dirinya merasakan kedinginan.
"Tidak usa, lagipula bajuku basah. Ini mobil Kakak Abizar juga basah jadinya," ujar Jingga.
"Sudahlah jangan memikirkan mobil, nanti gampang tinggal di keringin," ucap Abizar.
"Okelah," jawab Jingga santai
Abizar langsung melajukan mobilnya menuju ke butik Ga Adis milik Jingga dan Adisty. Beruntungnya kantor perusahaan Abizar tidak terlalu jauh dari butik Jingga sehingga Jingga tidak merasakan merepotkan Abizar.
Keheningan tercipta, Jingga tidak seperti biasanya yang sangat ceria. Hari ini Jingga terlihat seperti seorang wanita dewasa yang sangat banyak beban pikiran.
Jingga hanya menatap tetesan air hujan yang menetes di kaca mobil Abizar.
"Jingga, kamu baik-baik saja?" tanya Abizar.
Namun panggilan Abizar sama sekali tidak di gubris oleh Jingga. Keseruan melamun lebih penting daripada panggilan Abizar.
Abizar melihat Jingga yang terlihat melamun dan tidak mengubris panggilannya.
Gengaman tangan Abizar ciptakan di atas tangan Jingga, hingga membuat Jingga yang terkejut dengan gengaman tangan Abizar langsung membuang tangan Abizar dengan kasar.
"Eh, maaf Kakak Abizar," ucap Jingga yang terkejut dengan kelakuan Abizar.
"Tidak, aku yang minta maaf," ujar Abizar.
'Abizar apa yang kamu lakukan?' batin Abizar.
"Tadi aku memanggil kamu, tapi kamu asyik melamun. Ada apa?" tanya Abizar.
"Tidak Kakak, hanya merenungi nasibku yang begitu tragis," ucap Jingga.
"Tragis? Apa maksud kamu? Bukankah senang menjadi seorang Nona Arseno Keane? Pengusaha terkenal, bahkan berita kalian menikah itu sudah kemana-mana," sindir Abizar.
"Kakak, tidak semenyenangkan itu. Pernikahan kami ini hanya perjodohan, mana mungkin bertahan lama bukan?" ucap Jingga.
"Apa maksud kamu, kamu ingin cepat bercerai?" tanya Abizar.
"Jujur, perceraian adalah hal yang ingin aku hindari. Tapi pernikahanku sepertinya tidak bisa menghindari perceraian," ujar Jingga.
Abizar langsung tertawa mendengar ucapan Jingga.
"Kau ini gila yah Jingga? Baru sehari kamu menikah udah bicarain perceraian. Memangnya kamu mau jadi jandanya Arseno keane? Hm. Tapi tidak apa-apa, jika kamu bercerai maka aku akan siap menangkap kamu dan menjadikan kamu istri yang paling bahagia di bumi ini," ujar Abizar.
"Resek banget sih. Cepat atau lambat kami akan bercerai, Kak Abizar. Tuan Arseno memberikan waktu satu tahun untuk pernikahan ini, setelah itu kami akan bercerai," jelas Jingga.
Abizar terdiam dan menatap wajah Jingga yang terlihat sorot kecewa dari wajahya.
'Kenapa kamu seperti sedih? Apa Jingga sudah menyukai Arseno?' batin Abizar.
Ada perasaan iba di dalam hati Abizar saat melihat wanita yang ada di sampingnya kini terlihat sedih meratapi pernikahan yang tidak sempurna.
"Jingga, bukankah kamu sendiri yang pernah bilang jika Allah pasti sudah merencanakan skenario terbaik untuk kita. Jika saat ini kamu sudah diberikan skenario yang tidak kamu senangi, maka percayalah jika Allah sedang mempersiapkan yang terbaik untuk kamu," ucap Abizar.
Jingga menatap Abizar dengan lekat, seolah sangat senang dengan orang yang ada di depannya yang selalu ada untuknya.
'Terima kasih Kak Abizar, kau selalu ada untukku, bahkan orang yang berperan sebagai suamiku saja tidak ada rasa peduli kepadaku. Soal semalam, aku tau dia bukan peduli kepadaku tapi dia hanya takut kepada Mama Diva,' batin Jingga.
Lagi-lagi Jingga memeluk tubuhnya dengan erat. Semakin lama, udara semakin menusuk kulitnya.
"Jingga pakailah jas ku, nanti kau kembalikan," ucap Abizar.
"Tidak, aku tidak apa-apa," jawab Jingga.
Namun bukan Abizar namanya jika apa yang dia katakan bisa di bantah. Seketika jas menyelimuti tubuh Jingga yang kecil.
"Pakailah, habis itu cuci dan kembalikan kepadaku soalnya ini harganya sangat mahal. Aku tidak suka penolakan, jadi aku tidak bertanya tapi memaksa," ucap Abizar bercanda.
"Baiklah, terima kasih Kak," jawab Jingga.
"Sudah sampai?" Jingga melihat mobil Abizar kini sudah sampai di butik milik Jingga.
"Ya," jawab Abizar.
"Baiklah terima kasih yah Kak, aku pasti akan kembalikan jas nya," ujar Jingga.
Jingga langsung membuka pintu mobil namun belum sempat kakinya melangkah keluar, panggilan Abizar langsung menghentikan langkahnya.
"Hei, Athalia," panggil Abizar.
"Iya Kakak? Apakah ada yang tertinggal?" tanya Jingga.
"Tidak kok. Aku cuman mau bilang kalau kamu jangan lupa bahagia yah, aku tidak suka melihat wajah cantik milik kamu dihiasi dengan kesedihan," ucap Abizar.
Bersambung...