Bel pergantian kelas sudah lewat beberapa menit lalu. Namun, Dea masih bertahan pada posisinya di kursi paling pinggir dekat dengan jendela. Pandangannya mengarah ke pemandangan di luar kaca jendela tersebut. Dari atas sini dia bisa melihat aktivitas orang-orang di bawah sana.
Jendela yang sengaja dibuka sebagian kacanya itu mengantarkan sedikit hawa sejuk. Sehingga rambut panjang sebahunya sedikit berkibar. Dea belum berniat beranjak. Dia masih ingin menikmati angin sore di ketinggian lantai sembilan gedung fakultasnya. Kenzo bilang akan menjemputnya. Sebelum ada panggilan yang memberitahu kabar lelaki itu datang, dia bertahan sebentar di kelasnya.
Bukan hanya dia yang bertahan di kelas tersebut. Ada satu manusia lagi yang juga belum beranjak dari sana. Seorang laki-laki yang memiliki garis wajah sempurna layaknya Dewa tengah memandangi Dea dari balik mejanya. Siapa lagi kalau bukan Abi Permana?