Maaf ya, baru up! oh ya ini on the spot, kalau ada typo dll harap maklum karna gak diedit.
happy reading all.
_________________________
"Kamu salah paham, Nick. Karin itu salah satu klien Daddy. By the way, kapan kamu melihat kami hang-out? Daddy nggak pernah merasa melakukan itu." Satria melebarkan kedua tangannya ke udara.
"Waktu Sabtu pekan kemarin. Aku dan Karla habis dari Gramedia dan saat menuruni eskalator aku melihat kalian," jawab Nicko. Dirinya tidak mungkin salah mengenali ayahnya.
Satria mengembuskan napas. Jika yang Nicko Sabtu pekan kemarin, Satria akui memang bertemu dengan Karin di sebuah restoran salah satu mal. Namun, bukan bertemu dan sengaja hang out, tapi memang ada janji makan siang sekaligus membahas soal kerja sama. Saat itu Ruben ada keperluan lain sehingga tidak menemani Satria, jadi terpaksa ayah enam orang anak itu pergi sendiri.
"Itu kami memang ada makan siang sambil membahas keperluan bisnis. Mom kamu juga pasti paham. Iya, kan, Sayang?" Satria menoleh kepada Rea, yang tampak masih membuang muka dengan sebal.
Wanita itu malas mendengar penjelasan suaminya. Ya, dia tahu makan siang bersama kolega atau klien itu wajar, hanya saja jika klien itu seorang wanita, ujung-ujungnya pasti tidak akan enak.
"Kalau pengusaha lain mungkin iya, nggak tau deh kalau kamu." Rea mengedikkan bahu dan beranjak menuju nakas untuk meletakan piring makan kosong Satria.
"Ya, aku sama saja dengan mereka dong, memangnya aku mau ngapain lagi? Kamu pikir aku suka main perempuan?"
Rea menoleh dan terpancing kata-kata Satria. "Kamu nggak lupa dulu kita sempat berpisah karena apa?"
"Astaga, Sayang. Itu kan dulu. Dan saat itu juga aku kena fitnah."
"Yang jelas, siapa pun wanita yang ada di sekitar kamu, itu berpotensi tsunami di rumah tangga kita."
Satria menyerah kalau sudah berdebat soal ini dengan Rea. Dia tidak mau membuang waktu membahas hal-hal yang sudah lama dan usang. Itu hanya akan membuka luka lama.
"Itu nggak akan terjadi lagi." Satria membuang muka. Dia tidak mau hal seperti itu terjadi lagi. Pisah dari Rea membuat hidupnya menderita. Sudah cukup waktu itu saja. Dirinya sekarang hanya butuh ketenangan dalam menjalani sisa hidup dengan orang-orang tercinta. Bermain gila tidak ada dalam daftar rencananya. Itulah sebabnya, di jajaran direksi bahkan sampai sekretarisnya semua dia ganti SDM yang berjenis kelamin laki-laki. Hanya agar Rea tidak merasa cemburu. Namun, sekarang malah Rea mempekerjakan sekretaris seorang laki-laki.
"Okay, Mom, Dad. Lebih baik aku pulang. Aku rasa Dad juga baik-baik saja. Masih bisa berdebat dengan Mom seperti biasanya. I'll be waiting for you at home, Dad." Nicko lantas beranjak keluar ruang rawat inap Satria. Meninggalkan ayah dan ibunya berdua saja.
Selepas kepergian Nicko, Rea berkacak pinggang menghadap suaminya. "Kamu serius soal Karin itu?"
"Maksud kamu?"
"Dia hanya klien? Bukan wanita yang lagi deketin tipe sugar daddy kayak kamu kan?" Rea memicing curiga.
"Astaga, Re. Masih mau bahas ini juga? Aku bilangin sesuatu sama kamu, sini." Satria melambai, menyuruh Rea mendekat.
Wanita itu menurut dan mendekati suaminya lagi. Namun, tanpa Rea duga, begitu dirinya mendekat Satria, lelaki itu menyentak tangannya dengan keras hingga tubuh wanita itu jatuh ke pelukan Satria. Dan, tanpa aba-aba Satria langsung memagut bibir istrinya itu.
Rea yang tidak menduga akan dapat serangan dadakan, membelalakan mata. Sementara Satria terus mencecap bibir Rea memaksa agar bibir wanita itu terbuka.
Rea yang sadar situasi langsung mendorong dada Satria menjauh. Ini rumah sakit tidak sepantasnya Satria melakukan ini. Namun, usahanya sia-sia ketika kedua pergelangan tangannya, Satria pegang kuat-kuat. Dasar pemaksa. Dan, ketika bibir Rea sedikit terbuka untuk mengambil udara, kesempatan itu langsung Satria gunakan untuk menyusupkan lidah ke rongga mulut istrinya.
Rea gelagapan ketika Satria memperdalam ciumannya dan membelit lidahnya dengan lincah. Sial! Lelaki ini benar-benar tidak tahu kondisi. Bahkan ketika Rea berusaha menjauhkan diri, tangan Satria menahan tengkuknya, dan makin melumat habis bibir perempuan itu. Dan, pada akhirnya Rea hanya bisa pasrah menerimanya.
"Permisi, Pak. Saatnya minum ob—"
Rea mendorong dada Satria. Dia terkejut mendengar suara itu, begitu pun Satria hingga dengan mudah dorongan tangan Rea berhasil membuatnya menjauh. Kejadian ini seakan deja vu.
Perawat tadi sudah menutup pintu kembali. Merasa tidak enak hati karena melihat adegan 18+ di dalam ruang rawat inap. Entah ini sial atau beruntung.
Mata Rea melotot kepada suaminya, dan yang lebih membuatnya sebal, Satria hanya mengedikkan bahu tanpa merasa bersalah.
Rea bergegas menghampiri pintu, dan dia tidak menemukan perawat tadi yang hampir masuk ke kamar suaminya. Kepalanya celingukan, dan tidak menemukan siapa pun. Perawat itu pasti sudah kembali ke ruang jaga. Rea memutuskan kembali masuk dan berniat memanggil perawat nanti dengan tombol emergency.
Satria tampak sudah merebah berbantal lengan begitu Rea kembali menghampirinya.
"Gara-gara kamu sih, bikin malu aja," omel Rea sebal.
"Apanya yang bikin malu. Orang aku cium istri sendiri kok," bantah Satria tidak mau disalahkan.
"Iya tapi sadar tempat dong, ini rumah sakit bukan tempat mesum."
Satria berdecak, dan kembali menyentak tangan Rea hingga perempuan itu jatuh kembali menindih dadanya yang bidang. Lalu tangannya yang tanpa selang infus mengunci pergerakan Rea.
"Bang, kamu apaan, sih. Aku akan memanggil perawat, kamu belum minum obat."
"Nanti saja." Satria kembali menarik tengkuk Rea dan mencecap bibirnya kembali. "Aku lebih butuh ini daripada obat-obatan, Sayang." Dengan cepat dia bangkit duduk dan membuat Rea duduk di pangkuannya. Dia masih terus melumat bibir Rea sementara kedua tangannya sudah berhasil menyusup ke blouse yang Rea kenakan.
Ini menyebalkan. Namun, Rea tidak bisa menolak. Padahal dia masih kesal perkara wanita bernama Karin itu. Lihat, sekarang dirinya malah terbuai dengan apa yang Satria lakukan. Rea tak malu-malu untuk mendesah dan mengerang ketika Satria berhasil menyingkap blouse-nya dan menenggelamkan kepala di sana. Sama halnya dengan Satria, dia juga ikut kehilangan kewarasan.
"Bagaimana kamu bisa merawat ini tetap kencang dan menantang?" tanya Satria memperhatikan dan membelai dada Rea yang membusung.
Sial. Di saat seperti ini sempat-sempatnya dia bertanya seperti itu.
"Aku tidak mungkin memberitahumu caraku merawat diri. Itu kan rahasia perempuan. Kamu tinggal menikmati saja," dengus Rea.
Satria terkekeh, dan kembali melanjutkan kegiatannya bermain dengan dua buah melon milik Rea. Dia sempatkan untuk meloncat dari ranjang tidur hingga selang infusnya tercabut untuk mengunci ruangannya. Tidak akan seru kalau dia sedang melakukan tugasnya seseorang dari luar mendistraksi. Dia tidak mau kena tanggung seperti dulu.
Rea menatap bingung dirinya yang sekarang sudah tidak mengenakan satu helai benang pun. Kenapa dia jadi ikut kurang waras seperti ini?
"Bang, ka-kamu yakin mau melakukan di sini?" tanya Rea ragu melihat Satria sudah menurunkan celananya.
"Terus kamu mau di mana? Di kamar mandi?"
"Bukan. Maksudku ini rumah sakit, bukan hotel." Rea semakin gugup ketika Satria mendekat dengan miliknya yang sudah siap tempur.
"Bahkan dulu kita pernah melakukannya di rumah sakit. Kenapa sekarang mesti tidak yakin?" Lelaki itu menutup tirai yang mengelilingi ranjangnya. Lantas menarik tubuh Rea, dan memutarnya. Dia dorong pelan punggung istrinya ke depan ranjang, dan dengan sekali sentak dia membuat Rea menjerit tertahan karena penyatuan yang dia lakukan.
"Bang, aku tidak mau lama. Kamu harus minum obat dan sebentar lagi pasti perawat akan datang untuk mengecek kondisi kamu." Rea mengatakan itu dengan terpatah-patah karena Satria di belakang terus mengentaknya.
Satria mengerang. "Iya, Sayang. Ini nggak akan lama." Dia terus melancarkan aksinya membuat Rea kepayahan. Satria selalu bisa membuat istrinya hilang akal di mana pun berada.
Rea sampai harus mengigit bantal karena tidak mau desahan dan erangannya terdengar. "Lakukan dengan cepat, Bang!" Dia sendiri sudah tidak tahan karena di bawah sana rasanya hampir meledak.
Satria mengubah posisi Rea menjadi di bawah dengan cepat, lantas menghujamkan miliknya kembali. "Keluarkan saja, jangan ditahan."
Rea tidak peduli dengan ucapan Satria. Dia cengkeram kedua bahu lebar Satria kuat-kuat ketika miliknya dia rasakan berkedut hebat dan akhirnya menumpahkan sesuatu yang membuat kepalanya terasa ringan. Rea mendesah dengan napas naik turun setelahnya. Mengabaikan seringai Satria yang pasti sangat menikmati wajah memerah istrinya.
"Sekarang giliranku." Tentu saja lelaki itu tidak akan memberi ampun. Satria terus mengentak dengan cepat, hingga sampai pada pelepasannya.
Dia berguling ke sisi Rea begitu sudah berhasil mengatur napasnya. "Rasanya lebih enak bermain di sini. Lebih menantang."
Rea bangkit. "Ini itu kegilaan. Lain kali aku nggak mau melayanimu." Dia bergerak turun dari ranjang dan memunguti pakaiannya yang berceceran.
"Aku yang melayani kamu, bukan sebaliknya." Satria menyeringai. "Suka kan tadi?" tanya dia seraya mengedipkan mata.
Rea berdecak. "Lebih baik pake segera piyamamu, dan minta perawat memasangkan jarum infus kamu." Dia lantas bergerak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Pandangan Satria beralih pada tangannya yang sudah tidak terpasang selang infus. Dia terkekeh karena tidak sadar dirinya sudah mencabut selang infus tersebut.
________________________
Jangan lupa ramaikan, dan masukkan cerita ini ke dalam koleksi kalian. Oh ya satu lagi, kemungkinan aku baru geber Satria-Rea November. Setelah Jodoh ELZA tamat. Teng kyu.