Lia mengangguk paham. Sahabatnya itu mudah sekali stress, untuk itu dia harus bisa mendukung apapun yang Abel inginkan, termasuk mempertahankan cintanya pada pria dewasa seperti Dani. Sejujurnya, Lia lebih senang jika Abel menjalin hubungan dengan Dirga. Akan tetapi hati manusia siapa yang tahu? Abel keras kepala sekali untuk tetap mencintai pria dewasa itu.
Perjalanan sore itu terasa sangat singkat, mereka telah sampai di basement hotel semalam. Abel menuntun Lia menuju lobby, di mana resepsionis berada. Mereka segera menanyakan daftar kunjungan ke nomor kamar sebelumnya kepada resepsionis, hingga akhirnya Abel tahu bila ternyata Dani tidak kembali ke hotel tersebut.
Mereka pun ke luar hotel bersama rasa kecewa yang bersarang dalam hati Abel. Dia berjalan dengan bahu yang tidak setegap biasanya, semakin terlihat memelas saat raut cantik itu tak menampakkan senyuman lagi.
Lia yang tidak tahu harus berbuat apa, bisanya merangkul Abel dan menuntunnya menuju basemen. Sesekali terdengar embusan napas sahabatnya yang membuat Lia ikut nelangsa.
Begitu sampai di basemen, dua gadis yang masih berseragam SMA lengkap itu mencari motor di area parkir tadi. Lia cekatan melihat-lihat puluhan motor yang terparkir di blok B yang hari itu memang cukup padat, sedangkan Abel tetap bersedih dengan wajahnya yang menunduk dalam.
"Bel, motornya di sana. Ayo," ajak Lia setelah menemukan motornya.
"Gue tunggu di sini deh, Li," sahut Abel dengan suara lemah. Dia juga tidak mengalihkan pandangan dari bawah.
Setelah menarik napas dalam seraya menatap Abel, Lia lantas menuju motor maticnya yang terparkir di ujung basemen blok B itu. Dia memutar balik motor tersebut sehingga kini telah berada tepat di depan Abel berdiri. "Buruan naik," suruh gadis cantik itu pada Abel.
Meskipun tidak menjawab, tetapi Abel langsung membonceng Lia, dia juga memeluk perut Lia dan menyandarkan pipi pada bahu sahabatnya itu. Jujur saja, Lia sebenarnya keberatan karena dia merasa sangat kegelian. Namun, kali ini Abel sedang membutuhkan bahunya atas kesedihan yang disebabkan Dhani. Lia pun menarik gas motornya dengan membiarkan Abel bersandar manja pada bahunya.
Baru beberapa detik motor tersebut melaju, tanpa Lia sadari ada sebuah motor dari arah belakang yang menyalip dan menyenggol siku tangan kanan Lia. Dia terkejut hingga mengakibatkan hilang kendali dan menarik gas motornya dengan sangat kuat.
Ssrreeettt! Brak!
"Aaaa!" teriak Lia dan Abel sebelum gelap menyelimuti pandangan keduanya.
Kecelakaan pun tak terelakkan, mereka jatuh terpental dari motor yang melaju sangat kencang itu.
***
Menit demi menit berlalu, Lia merasakan perih pada pipi kirinya. Pelan-pelan dia membuka mata, lalu mengusap lembut pipi yang ternyata terluka, juga sakit yang teramat sangat pada siku-siku kedua tangannya. Lia merintih kesakitan, bersama ingatan yang belum pulih sepenuhnya akibat pingsan beberapa saat.
"Abel?" lirih gadis itu lagi setelah melihat sekitar dan mendapati Abel tersungkur tak sadarkan diri beberapa meter dari posisinya, "Abel …," panggilnya kemudian dan mencoba bangun dari jalanan meski menahan sakit.
Tin! Tin!
"Ada apa, Sayang?" Terdengar suara wanita dari dalam mobil yang berhenti tepat di depan motor Lia yang memotong jalan masuk blok B.
"Aku turun bentar, ya. Ada yang kecelakaan deh kayaknya," ujar seorang pria menyahuti ucapan si wanita tadi.
Wanita itu mengangguk setuju, dia pun penasaran dengan apa yang terjadi sehingga memutuskan turun dan mengejar pria yang bersamanya.
"Astaga kalian nggak papa?" tanya pria itu sembari membantu Lia berdiri.
"Tolong teman saya, Pak," kata Lia panik.
"Iya, iya, ayo kamu ke mobil saya dulu," ucapnya.
Lia sangat bersyukur ada yang lewat dan menolongnya, dia tersenyum kecut seraya mengangkat wajah. Seharusnya dia mengucapkan terima kasih, tapi bibirnya terkunci begitu melihat yang menolongnya adalah orang yang sedang Abel ingin ketahui kabarnya.
"Dhani?" gumamnya dalam hati.
"Sayang, bantu aku bawa dia ke mobil," kata Dhani. Terlihat tenang.
Dia sangat pandai, berpura-pura tidak mengenal Lia dan Abel di depan perempuan sebaya dengannya yang masih duduk di dalam mobil. Wanita berambut kecoklatan itu menatap ngeri Lia karena terdapat luka di bagian pipi, tepatnya luka lecet di pelipisnya.
"Iya, ya ampun Adek … kalian kenapa bisa jatuh begini?" tanyanya begitu perhatian, "Sayang biar aku yang rangkul Adik ini, kamu bantu temannya itu ya," sambung si wanita penuh kecemasan.
Dhani mengangguk cepat, lalu berlari menuju Abel yang masih belum sadarkan diri. Lia ingin melihat reaksi pria itu saat mengetahui pacarnya kecelakaan, tapi wanita yang tengah membantunya tidak memberi ia kesempatan untuk menoleh.
Dia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana bisa mereka dipertemukan dalam situasi seperti ini? Dan … siapa wanita baik itu? Kekasih Dhani juga? Lia bahkan merasakan kepalanya kembali pusing saat semua pertanyaan itu hinggap dalam pikirannya.
"Duduk di sini dulu, ya," ujar wanita itu sangat lembut setelah membuka pintu mobil bagian samping dan menyuruh Lia masuk.
Tatapan mata Lia langsung tertuju pada Dani yang kini tengah berjalan ke arah mobil seraya membopong Abel. Wajah pria itu tampak cemas, beberapa bulir keringat membasahi pelipisnya. Dalam hati, Lia menunggu drama apa yang akan Dani pertunjukkan nanti. Mungkinkah pria hidung belang itu akan mengemis maaf kepada Abel untuk kesekian kalinya saat terbukti jika wanita yang bersamanya adalah salah satu pacarnya? Lia tidak sabar menunggu drama pria bermulut buaya itu dimulai lagi.
"Sayang, dia pingsan kah?" tanya wanita tadi, saat Dhani telah sampai di depan mobil.
"Bukain pintunya dulu, Rin," perintah Dani pada wanita itu.
"Cih. Abel, setelah ini lo nggak ninggalin Dhani? Dasar bodoh!" ucap Lia dalam hati saat merutuki kebodohan sahabatnya.
Dani mendudukkan Abel di samping kemudi, lalu memakaikannya sabuk pengaman dan dia sendiri segera menuju belakang kemudi. "Rin, cepat masuk," suruh Dani yang langsung dipatuhi oleh wanita berambut pirang itu.
Sembari menahan perih di satu sisi wajahnya dan siku-siku tangan, Lia menyunggingkan senyum melihat kepanikan Dhani karena Abel belum juga menunjukkan tanda-tanda akan siuman. Sedangkan di sampingnya, raut khawatir seorang wanita yang disapa 'Rin' oleh pria hidung belang itu, dia pasti tidak tahu kalau gadis berseragam SMA yang kini duduk di samping kekasihnya merupakan gadis spesial juga di hati Dhani.
"Hey, kenapa kalian bisa jatuh dari motor, sih?" tanya Dani sambil sekilas melirik Lia dari spion di depannya.
Jelas sekali suaranya terdengar gugup.
"Yang namanya jatuh ya nggak disengaja, Om." Lia menimpali.
"Sial. Cewek bawel ini manggil gue om lagi." Dhani mengumpat dalam hati.
"Bel, bangun dong. Lo harus lihat kalau Dhani tuh nggak berubah. Dia masih terus mainin cewek, Bel," ucap Lia dalam hati. Dia gemas sekali karena ingin Abel melihat kebrengsekan pacar yang dibangga-banggakannya itu.
"Nama Om siapa? Aku Lia dan itu temanku, Abel," kata Lia. Entah apa yang dia pikirkan, tapi pertanyaannya itu telah membuat jantung Dani berdegup tidak karuan.
Sementara Rin tersenyum tipis mendengar pertanyaan Lia, dia juga menunggu Dhani menjawabnya.
Next ...