Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 35 - Sidang Skripsi

Chapter 35 - Sidang Skripsi

Sebuah babak, akhir dari sebuah cerita kampus."

-Khadijah-

"Ini bukanlah, akhir dari persahabatan, karena sahabat takkan pernah ingkar."

-Sera-

"Mungkin, jarak dan waktu akan memisahkan kita, tapi persahabatan akan tetap ada."

-Fabian-

*

Adnan akhirnya dikeluarkan dari penjara dengan bersyarat. Dia harus menjadi tahanan kota. Dia bahkan masih dalam sebuah pengawasan pihak kepolisian. Dia juga harus wajib lapor dua hari sekali.

"Akhirnya bebas juga. "Kata Rumi sambil menatap wajah Adnan. Dia sangat bahagia sekali melihat ayahnya bebas dari penjara walaupun masih bersyarat.

Usaha Rumi untuk meminta agar keluarga Khadijah mencabut tentang hukuman ayahnya. Dia akan bertanggung jawab Apabila terjadi sesuatu terhadap keluarga Khadijah. Dia juga bersedia untuk menjauhi Khadijah untuk selamanya.

Seminggu sebelum Adnan bebas,

Rumi pergi ke rumah keluarga Khadijah. Dia memohon kepada keluarga Khadijah untuk membebaskan ayahnya.

"Aku tidak bisa untuk melepaskan ayahmu begitu saja Rumi. Karena kesalahan ayahmu ini terlalu fatal. Bahkan dia sudah melakukan ini berulang kali kepada ibunya Khadijah," tegas Ayass.

"Saya tahu, om. Kalau ayah saya memang keterlaluan sekali hingga membuat keluarga kalian menderita. Tapi saya mohon berikanlah satu kali kesempatan untuk ayah saya bisa bertaubat. " Rumi mulai menekuk lututnya di hadapan keluarga Khadijah. Namun beberapa keluarga Khadijah telah memalingkan pandangannya. Dia juga melihat Khadijah yang hanya terdiam saja dan tidak pernah bersuara.

"Memaafkan seseorang itu terlalu sulit untukku Bahkan aku tidak akan pernah bisa melupakan kejadian itu sehingga kehidupanku menjadi berantakan. Semua itu karena Ayah kamu yang tidak tahu diri! " Ayass mulai menekan setiap perkataannya kepada Rumi. Dia merasa hancur ketika dipisahkan oleh sosok perempuan yang paling dia cintai. Hingga dia harus berpisah dengan perempuan yang paling dia cintai.

Khadijah mulai berjalan menghampiri Rumi. Lalu dia meminta rumit agar berdiri. " Aku sudah memaafkan. Ayah, aku mohon berikanlah Kesempatan Kedua untuk ayahnya Rumi. "

Sebenarnya Haqi juga merasa sakit hati. Namun dia masih memiliki sedikit hati untuk memaafkan sebuah kesalahan yang cukup fatal.

"Ayass, sebaiknya kita kasih kesempatan kembali untuk Adnan agar dia sadar. Kita tidak boleh bersikap bersikeras kepada seseorang. Kita bisa melihat jika seseorang itu benar-benar bertobat dan tidak akan pernah mengulangi kesalahan itu kembali. " Haqi berusaha untuk mencairkan suasana.

Ayass berusaha untuk mengontrol emosinya. Dia merasa begitu sangat sesak sekali ketika melihat Kejadian beberapa tahun lalu.

"Baiklah, Saya akan memaafkan dan membebaskan Ayah kamu. Tapi saya memiliki syarat agar kamu tidak dekat dengan Khadijah lagi. Karena saya tidak ingin putri di keluarga ini berurusan dengan pria brengsek itu." Tegas Ayass yang tidak ingin memiliki hubungan dengan keluarga Adnan termasuk Rumi.

Rumi hanya mengangguk mengiyakan dan menyetujui hal itu.

Akhirnya keluarga Khadijah memaafkan Adnan. Hal itu membuat Rumi merasa berterima kasih kepada keluarga Khadijah yang masih memberikan sebuah kesempatan kata maaf untuk ayahnya.

*

"Alhamdulillah, minggu depan aku akan mengikuti sidang skripsi, Bu," ucap Khadijah memeluk Rania.

Husein tertawa, meskipun ia tidak tahu.

"Husein, kakak akan segera sidang, lalu wisuda terus ke Istanbul!" sorak gembira Khadijah.

Husein tertawa melihat Khadijah tersenyum lepas.

"Alhamdulillah, akhirnya anak ibu akan sidang skripsi. Semoga kamu lulus, sayang. Lulus dengan nilai terbaik," doa Rania kepada Khadijah.

"Cie, si bawel akhirnya sidang,"goda Hasan.

"Acan, ini namanya mukjizat.Mr. Lee yang selalu aja corat-coret skripsiku. Sekarang udah mulai acc," ucap Khadijah sambil senyum tiga jari.

"Ya, tapi kamu harus siap-siap nggak bakalan lihat pria idamanmu,"cetus Hasan.

Khadijah hanya diam saja karena dia tidak bisa untuk menjawab pertanyaan dari Hasan. Dia memilih untuk diam karena dia sudah berjanji untuk tidak dekat dengan Rumi.

"Kamu kenapa kadijah? " tanya Hasan.

Khadijah hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin memperpanjang sebuah alasan.

"Kamu kenapa aku nanya soal Rumi tapi kamu enggak jawab sama sekali? Apa kamu takut sama ayah? " tanya Hasan menatap kedua manik mata Khadijah. " Kalau kamu cinta sama dia, maka kamu harus memperjuangkannya. Jangan pernah kamu melepaskan cinta itu sesungguhnya. "

"Ya, aku berdoa sama Allah. Jika, dia jodohku dekatkanlah. Jika, bukan aku mohon sama Allah tetap jodohin dia sama aku. Dan, jangan pernah pertemukan dia sama perempuan lain selain aku!" Canda Khadijah.

"Itu namanya maksa banget kamu doanya," omel Hasan.

"Biarin! Allah kan maha pembolak-balik hati manusia!" ketus Hasan.

Di saat kedua anaknya berdebat, Rania mulai tertawa lepas. Ia juga tidak menyangkan kedua anak kembarnya sudah dewasa.

"Ya Allah, Sayang. Kamu udah dewasa, kenapa kamu cepet banget dewasanya. Padahal bunda masih mau peluk, memangkumu dan menimang-nimangmu. Lalu, mendongengkanmu dan menyanyikan lagu tidur. Kini kalian sudah dewasa," batin Rania.

*

Pov Khadijah.

Hari dimana hati ini terasa tak menentu. Gugup di hadapan beberapa dosen penguji dan satu dosen pembimbingku.

"Saudari Siti Khadijah Puteri Ayass, silahkan masuk!"

Namaku dipanggil, keringat dingin bak air terjun. Ingin rasanya berteriak bak naik roller coster. Hati mulai gelisah. Mulai ku coba untuk bertasbih, agar semua rasa gugupku hilang begitu saja.

Mulai ku awali dengan bacaan bismillah. Sholawat nabi terus ku kumandangkan dalam hatiku. Lalu, beberapa pertanyaan mulai ku jawab, meskipun agak sedikit belepotan.

Setelah, selesai sidang. Aku berdoa semoga lulus saja sudah syukur. Lalu, ku lihat kedua sahabatku juga sudah keluar dari ruang sidang yang sama.

"Jah, tadi gimana sidangnya?" tanya Sera.

"Ya ampun sumpah tadi aku ngerasa pengen pipi di celana lihat muka Mr. Lee!" ceplos Fabian.

"Terus kamu ngompol gitu?" selidik Sera.

"Ya, enggaklah bego! mana mungkin calon sarjana setampan aku ngompol!" seringai  Fabian.

"Nggak usah ngegas donk, Fab! aku tahu kamu tampan, tapi kamu bukan levelku!"

"Hilih, gayamu! awas kalau kamu bener-bener klepek-klepek, lalu kamu memohon ke aku buat jadiin calon suamiku, Sera!"

"Najis! mana ada aku mau sama cowok tampan, tapi otak dangkal! mendingan sama Mr. Lee, meskipun agak tua, tapi maco abis!"

Suara deheman dari belakang. Lalu, aku dan kedua sahabatku melongo melihat Mr. Lee sadari tadi dengerin pembicaraanku.

"Mr. Lee?" lirik Sera.

"Kalian masuk ke dalam semua, karena nanti akan ada yang tidak lolos," tekan Mr. Lee menatap kami bak mangsanya.

Perutku terasa sedikit mulas seperti teraduk-aduk. Kata-kata Mr. Lee membuatku sungguh ketakutan. Dan, pikiranku melayang, karena bagaimana kalau aku mahasiswi tak lulus? Ya ampun amit-amit.

Ku berjalan masuk bersama Sera dan Fabian, serta dua mahasiswa lain. Jantungku bak ingin copot. Rasanya perutku makin teraduk-aduk bak rasa gado-gado yang nggak jelas.

"Kalian semua LOLOS!" ucap Mrs. Kim.

Aku langsung sujud syukur, dan ini adalah langkah awalku dalam meraih impianku. Tapi, semua ini juga berkat  Rumi yang sabar ngadepin aku, meskipun aku sering ngeyel, kalau dikasih tahu.

Kami pun keluar, namun aku mengabaikan kedua temanku untuk merayakan kelulusan. Aku lebih memilih menemui mas Rumi, sekalian ucapin terima kasih dan pamit.

*

Khadijah menunggu Rumi di Perpustakaan kampus. Karena, lelaki selalu ada di sana.

"Itu dia," gumam Khadijah sambil mengunyah permen karet rasa mint, lalu ia membuangnya di bungkusnya, lalu ia lempar ke tong sampah.

Jantung Khadijah terasa deg-degkan bilamana ia bertemu Rumi. Tatapannya terasa dingin, namun membuatnya tenang di dekatnya.

"Assalamualaikum," sapa Khadijah.

"Walaikumsalam,"balas Rumi.

"Rumi hari ini kosong?" Tanya Khadijah.

" Maaf, Khadijah aku sibuk sekali hari ini. "Jawab Rumi yang terlihat sangat menghindari Khadijah setelah beberapa hari yang lalu.

Rumi melangkah pergi menjauh dari Khadijah.

"Aku tahu kalau kamu sedang menghindari aku Rumi. Tapi aku tidak bermaksud untuk seperti itu. Aku bahkan tidak pernah membencimu sama sekali. Tapi kamu harus tahu bagaimana keluargaku terluka karena ayahmu. "

"Aku tidak menghindar dari kamu kadijah. Tapi aku sudah berjanji kepada Ayah kamu sebagai seorang pria. Aku tidak mungkin untuk mengingkari janji itu. Lagian kita itu bukan siapa-siapa karena kita hanyalah sebatas antara mahasiswi dan pembimbingnya."

Rumi selalu saja tidak pernah menatap perempuan manapun termasuk Khadijah. Meskipun, sudah kenal lelaki itu tetap menundukkan pandangannya.

"Maaf, Aku harus pergi karena ada sebuah urusan penting yang tidak bisa aku tinggalkan. " Rumi mulai melangkah pergi menjauhi Khadijah.

"Aku tahu Rumi kalau kamu memang menghindari aku, Kan?" Khadijah begitu sangat berat sekali ketika Rumi menjauhi dia. Padahal dia hanya ingin mengucapkan terima kasih karena Rumi telah membantunya hingga bisa lulus sidang skripsi. Dia juga akan pergi minggu depan ke Turki untuk memenuhi panggilan pekerjaan.

"Seandainya kamu tahu kalau aku sangat mencintai kamu Rumi. Bahkan aku ingin sekali untuk memperjuangkan kamu dihadapan keluargaku. Tapi kenapa apa kamu malah menghindar dariku?" Khadijah berusaha untuk menahan air mata kesedihannya. Dia hanya bisa menggumam dalam hati kecilnya tentang perasaan yang telah dia pendam begitu dalam untuk seorang Rumi.

*

Dua hari kemudian, Khadijah dan dua sahabatnya ngumpul sambil ngopi di kedai ujung kota Seoul. Sambil nyemil tipis-tipis.

Eh, aku nggak nyangka kita bertiga lulus sidang skripsi?" ujar Fabian.

"Ya, iya donk. Kita pasti lulus dodol, emang kamu mau jadi pengabdi skripsi, atau penghuni abadi kampus?" omel Sera.

"Ya, kalian enak dapet dospem Mrs. Yoona, sedangkan aku dosen killer!"

"Ya, derita kamu, Khadijah!"

"Sialan kamu, Sera!"

"Ha ha ha," tawa setengah mengejek Fabian. "Yang penting kita itu lulus! masa lalu ya masa lalu, pikirin masa depan! jangan kayak Sera hobinya makan tidur mulu, lama-lama jadi sapi glongongan!"

Sera langsung mencubit lengan kanan Fabian, karena kesal. Ia dibilang sapi glongongan, tapi kenyataannya berat badannya naik drastis. Ia gemukan, dan bikin keparnoan tingkat dewi.

"Aku ngerasa kalau ini babak akhir dari cerita kampus kita, tapi awal masa depan kita, serta kebebasan kita!" ucap Khadijah.

"Iya, tapi kita bakalan pisah tahu? terus nggak bisa kayak gini lagi," ucap malas Sera.

"Yaelah, nggak usah takutlah kalian. Mungkin, jarak dan waktu akan memisahkan kita, tapi persahabatan akan tetap ada," ujar Fabian.

"Tumben kamu ngomongnya bener, biasanya asbun mulu!" ujar Khadijah.

"Ya, efek mau jadi sarjana, jadi harus berbicara yang intelektual!"

"Halah, modelmu, Fabian."

"Eh, Kiena apa kabar?" tanya Khadijah.

"Putus!" singkat Fabian.

Sera bersorak dalam hati, ketika ia tahu, kalau lelaki idamannya sudah putus dengan pacarnya.

"Eh, Sera. Kenapa kamu senyum-senyum gitu?" tanya Khadijah.

"Aku nggak apa-apa, cuman bayangin, kalau bakalan balik ke Jakarta."

"Loh, aku juga bakal ke Jakarta!" sahut Fabian.

"Cie kalian jodoh, kayak merpati," ledek Khadijah.

Sera mengamini dalam hatinya, karena ia berharap Fabian bisa membuka hatinya untuknya.

*

Di apartemen Naina sangat khawatir sekali dengan Sera. Karena hingga sekarang Sera belum pulang juga ke apartemen. Bahkan ponselnya pun sulit untuk dihubungi.

" Bagaimana, Apa kamu sudah bisa menghubungi anak keras kepala itu? "Kata Gerald yang berusaha untuk melonggarkan dasinya sambil menatap kearah Naina.

Naina hanya menghela nafas begitu sangat berat sekali karena dia masih belum menemukan kabar dari Sera. Dia juga sudah menghubungi tapi nomornya sudah tidak aktif lagi.

" Aku merasa sangat bersalah terhadap Sera yang seharusnya tidak menanggung akibat perbuatan dari pamannya. Bahkan aku juga merasa bersalah kepada Arimbi. Ini sebenarnya salah sayang kalau aku seharusnya tidak datang di kehidupan kalian. "Kata Naina penuh dengan rasa penyesalan yang begitu mendalam. Dia juga sudah menyayangi Sera layaknya anaknya sendiri saja Sera ditinggal oleh Arimbi.

"Ini semua bukan salahmu tapi memang ini adalah jalan takdir dari Allah." Kata Gerald sambil menatap kedua manik mata Naina. Dia langsung melangkahkan kedua kakinya menghampiri Naina. Lalu dia memeluk Naina dengan rasa kehangatan.

*

Di kamar Dahlia mendengarkan percakapan ibunya dengan ayah tirinya. Dia merasa sangat bersalah sekali karena telah menyakiti orang sebaik Sera. Dia bahkan sekarang sudah tidak memiliki sahabat lagi dan saudara terbaik seperti Sera. "Maafkan aku dan ibuku yang telah menyakitimu, Sera."

Dahlia hanya mampu menelan sebuah kenyataan bahwa dirinya dan ibunya bersalah terhadap Sera. Dia juga sudah menghubungi Sera bahkan meminta maaf lewat chat karena teleponnya tidak pernah diangkat sama sekali. Dan sekarang nomor ponsel Sera juga tidak bisa dihubungi sama sekali. Dia bahkan sudah mengirimkan pesan DM lewat media Instagram namun Sera tetap saja tidak pernah menjawab pesannya. "Kamu berhak marah terhadapku Sera karena akulah penyebab dari semuanya." dia mulai melampiaskan amarahnya lewat sketsa gambar yang telah dia goreskan di sebuah kanvas. Dia melampiaskan amarahnya yang begitu memuncak.

*

Sera datang ke apartemen untuk mengemasi beberapa barang-barang yang belum sempat diambil. Lalu dia berpapasan dengan ayahnya.

" Sera! Ayah ingin berbicara dengan kamu."

"Apa masih ada yang perlu dibicarakan lagi? Percuma saja aku tidak butuh untuk sebuah penjelasan dari seorang ayah yang tega membuat Ibuku meninggal dunia! Apakah Ayah sadar kalau Ibu tidak akan pernah memaafkan Ayah ketika mengetahui semua ini?!" saya masih terlihat sangat marah sekali terhadap ayahnya. Dia merasa tidak bisa memaafkan ayahnya untuk saat ini. Dia memilih untuk pergi dari Seoul dan kembali ke Jakarta. Dia akan tinggal bersama dengan neneknya disana.

Gerald hanya diam saja. Dia tidak bisa untuk mengucapkan sepatah kata lagi.

"Aku pikir Ayah adalah lelaki terhebat yang bisa mencintai ibu hingga sekarang. Tapi kenyataannya Ayah adalah seorang pengecut! Bahkan ayah dan lelaki brengsek yang tega berselingkuh sehingga membuat Ibuku meninggal dunia! Pantaskah aku memanggil dirimu sebagai ayahku?" terlihat tatapan kedua mata Sera penuh dengan amarah yang memuncak. Ia tidak menginginkan sebuah penjelasan sepatah kata pun dari ayahnya."Percuma Ayah menjelaskan semuanya karena aku sudah mendengarkannya. Aku yakin jika Ibu tidak pernah memaafkan Ayah!"

Naina mencoba untuk masuk ke dalam pembicaraan mereka berdua. "Sera, dengarkanlah ayahmu. "

Sera menghentikan aktivitasnya lalu dia menatap wajah Naina. "Siapa kamu untuk ikut campur dalam urusan keluarga aku? Kamu adalah seorang iblis yang menjelma menjadi seorang malaikat! Kamu yang telah menghancurkan kebahagiaan keluargaku! Tapi kamu tidak pernah sadar dengan hal itu! Kamu terlalu menjijikkan Bahkan aku tidak Sudi memiliki seorang ibu tiri seperti kamu! Dulu aku memang menyayangimu tapi sekarang tidak setelah kenyataan itu terbongkar! Pantas saja kamu selalu bersikap manis terhadap ku! Tapi kenyataannya Kamu adalah busuk dan kamu sangat kejam terhadap ibuku! "

Sera telah selesai untuk mengemasi beberapa barang-barangnya yang berada di lemarinya untuk dimasukkan ke dalam koper. Dia langsung pergi dan mendorong Naina. "Jangan pernah menghalangi jalanku tandaseru silakan saja kalian berdua bahagia bersama! Dan aku tidak akan pernah menghalangi kalian berdua untuk bersama-sama! Karena bagiku Ayahku sudah mati sejak aku tahu kenyataannya! "

" Sera, kamu dengerin ayah kamu." Dahlia datang melihat Sera yang tersenyum begitu miris kepadanya.

" Jangan pernah ikut campur dengan urusan ku! Karena bagiku sekarang kalian adalah orang asing!" Sera langsung pergi meninggalkan unit apartemennya. Dia juga sudah meninggalkan beberapa kartu kredit milik ayahnya. Dia bahkan tidak Sudi untuk membawa sepeser uangpun dari ayahnya.

Naina berusaha bangkit ketika dia harus tersungkur di lantai apartemen. Karena dia menghalangi Sera untuk pergi. Kemudian Gerald membantu Naina.

*

Sepanjang Sera melangkahkan kedua kakinya menyusuri koridor unit apartemennya. Dia terlihat penuh amarah dan menggerutu. Kemudian kedua langkah kakinya berhenti di depan lift unit apartemen lantai 10. Dia menunggu lift untuk terbuka agar dia bisa segera menuju ke lobby.

Di lobby Fabian sudah menunggu Sera. Dia pun bersedia untuk memberikan tempat tinggal di apartemen milik keluarganya.

TING!

Lift mulai terbuka lalu Sera segera masuk ke dalamnya. Dia langsung memencet tombol menuju ke lobby.

*

Khadijah merasakan merindukan sosok Rumi dalam kehidupannya. Namun di sisi lain dia sudah berjanji kepada kedua ayahnya untuk tidak dekat dengan Rumi.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Khadijah.

"MASUK!" perintah Khadijah dari dalam kamarnya. Dia terlihat tidak berselera sama sekali.

Terdengar suara pintu terbuka. Khadijah melihat Hasan di balik pintu itu yang menghampirinya.

Hasan pun langsung duduk di samping Khadijah. Lalu dia mulai bertanya kepada Khadijah "Apa kamu yakin untuk berangkat ke Istanbul Turki?"

"Aku yakin berangkat kesana. Karena aku juga ingin move on dari dia. "Kata Khadijah menatap kedua manik mata Hasan." Lagian ini adalah sebuah kesempatan yang bagus untukku. Agar aku bisa mengembangkan karir ku di perusahaan itu. "

" Apakah kamu yakin bisa melupakan sosok Rumi dalam kehidupanmu? "Tanya Hasan menatap kedua manik mata Khadijah." Jika kamu mencintainya maka sebaiknya kamu perjuangkanlah. Jangan sampai kamu menyesal pada akhirnya. "

Khadijah langsung memeluk Hasan. Dia merasa tidak ingin menghianati keluarganya tentang perasaan cintanya sesungguhnya. Namun dia tidak ingin melawan kedua orang tuanya maupun Ayah tirinya. Dia juga tidak ingin kejadian itu terulang kembali dalam kehidupannya. Dia sangat menyayangi ibunya lebih dari apapun.

"Aku juga tidak tahu tentang perasaanku ini Hasan. Tapi kenapa ini rasanya begitu sakit sekali?" Kata Khadijah sambil menatap wajah Hasan. "Aku tidak ingin terjebak seperti ini tapi hatiku sangat menginginkan dia lebih dari apapun. Bagiku Dia adalah segalanya yang tidak akan pernah bisa tergantikan sama sekali."

"Ini memang pilihan yang sulit bagimu tapi kamu harus melakukan salat istikharah untuk menemukan jawabannya. Jika dia yang terbaik maka pertahankan lah tapi jika dia yang terburuk Lepaskanlah."kata Hasan dengan kata-kata bijaknya. Dia masih memeluk Khadijah yang sedang terpuruk dalam sebuah perasaan. Dia juga tidak bisa untuk melarang Khadijah agar tidak berdekatan dengan Rumi. "Cinta memang datang dan pergi sesuai dengan keinginannya tapi satu hal Jangan pernah terbutakan dengan Atas nama cinta sesungguhnya."

Khadijah melepaskan pelukannya dari Hasan."Ini adalah dua hal yang begitu sangat berat sekali antara keluarga ataukah cinta terhadap seorang pria. "