"Baiklah, aku ganti namamu bukan big bos lagi, tapi manusia pluto!"
***
Mawar bersama putra mengunjungi keluarganya, setelah sekian lama. Ia merasa rindu akan keluarganya. Langkah kakinya menuju bangunan kuno yang sudah lama ia tinggalkan bersama kenangan yang membuatnya terlempar dari tempat sehangat keluarga.
"Mas Firman, abi, aku rindu kalian, apa kalian masih membenciku?" batin Mawar.
"War?"
"Iya, mas."
"Apa kamu udah siap kembali ke keluargamu dan meminta restu dalam pernikahan kita?"
Mawar menghela napasnya, ia sudah tau resiko apa yang dia dapatkan. Tapi, ia tidak ingin lari dalam masalah kembali.
Rendra seorang pria yang mampu membuatnya kembali membuka hatinya, setelah sekian lama. Ia ingin menjadi ayah dan suami dari Mawar.
"Mas, bagaimana kalau abi mengusirku?"
"Tenanglah, War. Semua akan baik-baik saja."
Mawar menatap kedua manik mata Rendra, ia merasa belum siap menemui abi dan kakak kandungnya. Lalu, Rendra mengenggam tangan kanan Mawar, ia berharap kalau semua akan baik-baik saja.
"Percayalah, War. Kalau niat kita baik, maka insyaallah restu Allah akan selalu bersama kita, apapun yang terjadi. Kita akan hadapin bersama, janganlah takut, karena Allah bersama kita."
Mawar hanya diam, ia mengangguk. Ia merasa lebih lega dengan kata-kata Rendra yang membuatnya makin yakin. Ia merasakan begitu hangat dan nyaman bila bersama lelaki itu.
"Kau tau, mas. Bagaimana rasanya dicampakan? Bagaimana bila cinta membuatmu dijadikan sampah, lalu terlempar dalam ketidak berdayaan? Mas, semoga cintamu bukan fatamorgana, tapi cinta adalah cinta yang ku rindukan. Dan, semoga kau bisa mengantikan posisi ayah, meskipun bukan ayah biologis Farhan."
Langkah kaki Mawar terhenti dalam beberapa langkah, ia merasakan gelisah berkecamuk dalam hatinya. Ia merasakan bagaimana kalau apa yang dipikirkan terjadi begitu saja.
"War, jangan berpikiran negatif, berpikirlah positif semua akan baik-baik saja. Percayalah," ucap Rendra sambil mengurat senyuman, ya senyuman bak malaikat pelindung tanpa sayap."
Mawar hanya tersenyum sambil berada dalam gandengan tangan yang tergenggam begitu erat. Sedangkan Farhan bocah kecil itu tertidur dalam gendongan Rendra tanpa rewel sekalipun.
"Ya Allah, semoga saja ini jalan yang terbaik buat aku dan anakku memulai keluarga kembali," batin Mawar.
Mawar pun mulai memasuki gerbang menuju ke rumah keluarganya. Namun, sebuah kenangan manis terlintas dalam benaknya. Kenangan masa-masa bersama uminya.
Lima belas tahun lalu,
"Umi," rengekan Mawar sambil menujuk ke arah Firman kakaknya yang selalu jahil ke dia dan bersekongkol dengan Rumi.
"Kenapa sayang?"
"Rumi dan kakak jahat!" adu mulut kecil Mawar.
Firman dan Rumi malah meledek Mawar kecil.
"Firman! Rumi! kalian nakal yaaa!"
"Kita nggak nakal umi, cuman Mawar aja yang cengeng! Wekkk!" ejek Firman. "Iya, kan, Rum."
Mawar makin menangis kencang, lalu Firman dan Rumi berlari entah kemana.
"Umi kakak sama mas jahat, marahin dia umi!" adu Mawar. "Huaaaaa."
Sri Amanah berusaha menenangkan Mawar kecil yang usianya masih lima tahun. Ia sangat mencintai putri kecilnya.
Sore itu, Rumi dan Firman mendapatkan hukuman, karena membuat Mawar menangis.
Mawar mengolok-olok Rumi dan Firman.
"Syukurin! huwekkkk!"
Rumi dan Firman manyun, mereka terlihat kesal atas Mawar. Gara-gara dia dapat hukuman dari Abi dan umi. Mereka harus membersihkan toilet.
Lalu, mereka berbaikan kembali.
"Mawar, maafin kakak yaaa," kata Firman.
Mawar mengelengkan kepalanya.
"Mawar aku juga," suara cadel Rumi.
Mawar tetap mengelengkan kepalanya.
"War, umi selalu mengajarkan kamu dan saudara kamu harus saling memaafkan! ingat kata maaf itu hal yang paling baik menyelesaikan masalah, jangan sampai kalian berpisah atau terpecah belah. Umi sayang kalian."
Mawar pun tersenyum kembali,"Aku udah maafin kalian."
Dalam beberapa detik, Mawar terbawa lamunan atas kenangan masa kecilnya. Sungguh, ia merindukan kehangatan keluarganya. Namun, kepergian umi membuatnya sungguh bersalah. Ia pun merindukan uminya.
"War, kamu siap?"
"Iya, mas."
Mawar mulai mengetuk pintu kediaman keluarganya.
***
"Dasar, bos! shitt, banget sich!" umpat Khadijah dalam hati. Ia merasakan kalau bosnya benaran devil sejati.
"Ingin rasanya tuch bos ku karungin ajaa! lihat aja, dia bikin aku sumpah pengen nampol, tapi muka tampannya bikin aku....."
"Ya, ampun sadar Khadijah! ingat dia itu ada darah semacam evil, dia itu nggak punya hati banget! mulutnya aja pedes amat kalau ngomong! Ya Allah tuh orang, dulu ibunya nyidam makan apa sich, kok bisa modelannya kayak evil gitu! siapa perempuan yang beta dengan mulutnya itu!"
Khadijah mulai kesal, perasaannya berapi-api. Ia ingin rasanya mengarungi bosnya, lalu ia lempar ke Pluto.
Pluto planet paling ujung, biar bosnya cuman bisa berkomunikasi sama bangsanya alias alien.
"Ehem."
Suara deheman berat membuat ambyar semua lamunannya. Ia merasakan senyuman dan deheman devil.
Khadijah mendongak, "Sudah ku duga aroma devil, tampang malaikat datang. Ya Allah dia itu ganteng pakai banget, tapi kenapa sifatnya itu nyakitin banget!" umpat Khadijah dalam hati.
BRAKKKK
Jantung Khadijah mau copot serasa mendapatkan sekali gebrakan meja.
"Astaga, bapak! Kenapa bapak ini mengagetkan saya, bagaimana kalau saya jantungan?" cicit Khadijah.
Samuel melotot memperjelaskan garis tegas pada alis matanya yang terlihat makin kayak evil. Senyuman khas licik dan super kecut ia mulai tunjukan.
Khadijah pun merasa gemas dengan Samuel,"Sumpah ingin rasanya bos satu ini ku jadikan mie gemes, biar bisa aku kremes-kremes."
"Sampai kapan kamu menatap saya seperti itu?"
"Hah?" Khadijah melongo sambil menujukkan ekspresi sebal.
"Kamu di sini digaji buat kerja bukan buat melamun!"
"Ye, bapak lupa, kalau karya saya ini harus melalui proses lamunan semacam halu biar bisa bikin ide dalam imajinasi liar!" protes Khadijah.
"Kamu bisa aja ngejawab sich bocah!"
"Anjir, aku dibilang bocah. Ini bos nggak lihat, meski aku bocah udah S2 ingat yaaa, mana ada bocah lulusan S2! goblok amat nich bos, ganteng tapi galak dan nggak punya otak!" omel Khadijah dalam hatinya sambil memincingkan matanya ke Samuel.
BRAKKKKKKK!!!!!!
"Saya itu lagi ngomong, kamu denger nggak?"
"Ehhhmm, Ahhmmm, Eeee."
"Dari tadi saya tanya kamu malah Ehhhmm, Ahhhmmmm, Eeee dan melamun! kalau gitu siapin proyek iklan Belia Group!"
"Tttttaaapppiiii,-"
"Saya tunggu kamu hari ini, setelah makan siang, jika tidak kamu akan ku potong gajimu setiap bulan sebanyak 50%. Ingat itu berlaku selama setahun," ucap Samuel dengan senyum devilnya terukir jelas.
Khadijah ingin membantah, tapi tak diberi kesempatan. Ia merasa baru kerja, tapi sudah terjajah dengan bos devil.
"Sumpah rasanya ingin ku kulitin tuh bos biar bisa jadi krupuk rambak!" umpat kesal Khadijah sambil menghentakkan kedua kakinya di lantai ruangan
***
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Cklek...
Pintu pun terbuka lebar.
"Abi!"
Mawar pun langsung bersujud mencium telapak kaki Kiai Abdullah.
"Bangunlah!"
"Enggak, Bi. Mawar anak durhaka."
"Bangun!"
"Abi, maafin Mawar."
Mawar pun terisak tangis dalam sujud di kedua kaki Kiai Abdullah. Ia merasakan sangat berdosa.
Tiba-tiba Farhan menangis kencang, lalu Rendra berusaha untuk menenangkannya. Kemungkinan ikatan batin antara ibu dan anak cukup kuat hingga ada getaran hebat diantara keduanya.
"Mawar?"
Firman keluar sambil mengendong putrinya. Ia melihat adiknya yang sudah lama pergi kini kembali, tapi sebuah ingatan pahit kembali muncul. Kematian umi tercintanya akibat ulah adiknya, serangan jantung hebat hingga berujung kematian.
"Bi, kenapa anak sialan ini kembali?"
Kiai Abdullah hanya diam saja, ia tak bersuara. Sebenarnya, ia juga rindu akan putrinya, mau bagaimana lagi tidak ada yang namanya mantan anak. Seburuk apapun itu, tetaplah amanah dari Allah SWT.
"Abi, maafin Mawar. Sumpah, bi. Mawar menyesal tidak menurutin apa kata abi," isak Mawar.
"Terus, kamu baru bilang menyesal! otak kamu ditaruh di mana sich, War. Gara-gara kamu muka keluarga ini tertampar keras! Padahal kita nggak ada yang ngajarin kamu nggak benar."
"Kakak, ini memang salah Mawar. Sungguh Mawar menyesal."
"Menyesal?"
Mawar hanya diam sambil memegang kedua kaki Kiai Abdullah. Sedangkan, Rendra berusaha menenangkan Farhan menjauh dari pertengkaran keluarga Mawar, karena ia tau kalau hal itu tidak baik buat bocah kecil itu.
Di sana Mawar masih beradu mulut dengan Firman dan Kiai Abdullah. Tapi, tiba-tiba sosok laki-laki itu memaksa Mawar untuk bangun.
"Pak Kiai, semua ini salah saya, ini sebagian dosa saya, Pak."
PLAKKKKKKK!!!
Tamparan melesat dari tangan Firman, ia tak mampu membendung amarahnya. Apalagi di hadapan pria bangsat seperti dia.
Dia adalah Adrian, pria yang berhasil merengut kesucian dan kehormatan Mawar. Hingga membuat hidup Mawar kocar-kacir tidak jelas.
"Pak, saya yang berdosa. Bapak jangan menghina ibu dari putra saya!"
Mawar pun merasa tidak sudi tersentuh kembali dengan lelaki busuk itu. Ia merasakan sebuah tamparan kuat dan ia merasa kata-kata itu tak pantas diucapkan laki-laki itu. Ia berkata kalau dia ayah dari putranya.
Mawar hanya diam menatap jijik pria itu.
"Sungguh, kau pria paling menjijikan. Tak sudi hati ini kembali bersamamu! Dan, anakku takkan pernah ku biarkan kau sentuh atau memanggilmu ayah!" tatapan sinis Mawar.
"Ingatlah, tanpa sumbangan spermaku, kau takkan pernah mengandung Farhan. Dan, lelaki itu tidak pantas menyandang sebagai suami atau ayah dari putramu. Karena aku lah di sini yang berhak!" batin Adrian. "Kamu takkan pernah menikah dengan pria itu, kau hanya milikku!"
"Pergi kalian! aku sudah muak dengan drama kalian!" usir Firman. "Kau terlalu haram menginjakkan kakimu di sini!"
Firman mengajak Kiai Abdullah masuk, lalu menutup kembali pintu rumahnya.
Mawar merasa kecewa, karena usahanya sudah terpatahkan. Lalu, beberapa bodyguard membawa paksa masuk Mawar ke sebuah mobil.
Rendra pun menghalangi Adrian mengambil Farhan.
"Mas bawa Farhan pergi!" teriak Mawar, lalu Rendra berhasil membawa Farhan, sedangkan Adrian babak belur akibat serangan Rendra membabi buta, sedangkan anak buah Adrian telah mendapatkan serangan dari anak buah Rendra.
"Sialan, kamu!" umpat Adrian.
Adrian berhasil membawa Mawar, tapi tak disangka. Firman menghadangnya.
"Mas Firman?"
"Ayo cepat turun!"
Mawar menuruti perkataan Firman, ia mengikuti kemana pun kakaknya pergi.
"Mas, aku seneng, ternyata mas peduli denganku."
Firman pun membawa Mawar lari dengan motornya, lalu melajukan motor maticnya.
"Sialan! lolos!"
"Gimana nanti kita bilang ke bos?"
"Mau bagaimana lagi, bro. Kita wajib lapor ke big bos!"
"Arggghhhhhh!"
***
"Gila, sumpah nich manusia Pluto! Pengen rasanya segera aku karungi, terus ku lempar bebas ke Pluto!"
Pikiran buntu Khadijah seakan tak dapat menemukan ide cemerlang, apalagi dia dikejar deadline alias bener-bener dead. Matanya terus memandang layar laptopnya, ia pun merasa hampir akan tangan.
"Ya Allah sumpah, aku harus bagaimana? mana kurang sejam lagi! Pengen rasanya aku terjun bebas!" Jerit batin Khadijah yang mulai setengah mampus.
"Ehem."
"Ya Allah manusia pluto mulai datang!" gumam Khadijah.
"Meeting kali ini ditunda...."
Mendengar kata ditunda, Khadijah mulai bersorak dalam hati. Ia bahkan ingin koprol sekalipun, atau guling-guling.
"Apa? ditunda?"
"Ya, ditunda, karena Ms. O sedang ada perjalanan bisnis di luar negeri."
"Huaaawa, sumpah demi apa coba? Meeting ditunda, itu tandanya aku bisa punya waktu lebih banyak. Sungguh, aku bersyukur kalau ditunda. Berharap Ms. O yang lama aja di Luar Negerinya!" seru Khadijah dalam hatinya, ia merasa bisa bernapas lega.
Suara deheman kembali membuyarkan lamunan Khadijah.
"Sorry, saya belum selesai bicara."
"Oh,"
"Malam ini kita akan berangkat ke London untuk proyek baru kita bersama Beauty & Healty Group."
"What? Malam ini pak? Kenapa kok dadakan gini, pak?"
Senyum licik Samuel membuat Khadijah kesal setengah mampus.
"Ingin rasanya aku bungkus dan paketin ke Pluto pakai pengirim triple kilat tuch manusia alien! Sudah nyebelin, bikin aku pengen jedotin kepalanya ke tembok berlin sekalian! Ya Allah, kenapa engkau lahirin manusia batu nggak punya hati kayak dia?" Khadijah mulai ngedumel dalam hati.
"Sumpah yaaa setan apa yang merasukimu, Pak. Kamu ganteng, tapi sikapmu mirip evil!" dumel Khadijah dalam hati.
"Hah, kenapa harus aku coba? padahal aku ini anak baru, tapi harus nanggung beban gini? ih, Adamku, penyejukku, kau ada di mana? Aku merindukanmu. Sungguh, aku rindu."
Khadijah pun membayangkan kenangan terakhir saat menikmati secangkir kopi latte berdua, dan mendengarkan suara indah pria idamannya. Tapi, sekarang ini dia mulai bertanya dalam hatinya, "apa mungkin, kau juga memiliki rasa yang sama, atau hubungan kita cuman sebatas saja?"
Khadijah hanya mampu menatap langit dari luar jendela kantornya yang mulai mendung.
"Mendung, membuatku sungguh makin rindu kepadamu, mungkinkah kau juga merindukanku?"
Cuaca mendung membuat Khadijah makin melow, ia merindukan sosok Adam yang selalu menempati angan, serta ruang hatinya.
Khadijah pun berdoa dalam hatinya, ia berharap agar Allah segera menemukan titik temunya.
"Ya Allah, jika Mas Rumi adalah jodohku, pertemukanku hingga ke akad, jika bukan jodoh hambamu ini, aku hanya ingin perasaan ini hilang ditelan oleh sang waktu."
Khadijah kembali mengerjakan proyek milik Ms. O, meskipun suasana hatinya sedikit kesal akibat manusia pluto.
Khadijah menamai kontak bosnya dengan nama Manusia Pluto karena sikap bosnya seperti alien. Ya, tampangnya aja selalu kaku, bahkan Samuel perlu terapi senyum.
"Baiklah, aku ganti namamu bukan big bos lagi, tapi manusia pluto!"
****