Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 42 - Bos Pluto

Chapter 42 - Bos Pluto

"Sungguh menyebalkan di samping makhluk Pluto!"

***

Di kediaman keluarga Kiai Haji Abdullah mendadak sunyi senyap. Mereka semua hanya duduk tanpa bersuara, perasaan canggung antara ayah dan anak, serta kakak dan adik yang sempat rengang.

"Ehem."

Suara deheman Mawar mengawali.

"Abi, Mas Firman sekali lagi Mawar minta maaf, dan terima kasih," ucap Mawar dengan gugup sambil menelan salivanya sendiri.

Kiai Abdullah hanyalah terdiam begitu saja, sebenarnya ikatan darah itu masih ada. Baginya, tidak ada mantan anak sekalipun.

Mereka baru kali ini duduk bersama, setelah beberapa tahun tidak pernah dalam keadaan seperti ini. Semua itu, karena ego masing-masing.

Mawar ingin rasanya memeluk abinya, tapi ia takut kalau menambah amarah abinya.

"Mas, udah maafin kamu," kata Firman dengan nada datar.

"Abi juga, nak."

Mawar pun merasa lega, ia merasakan harapannya yang tadinya patah, kini mulai berdiri tegak kembali. Ia langsung memeluk abinya.

"Abi, maafkan Mawar, karena Mawarlah nama baik keluarga ini tercoret. Putrimu ini memang bodoh dan pendosa, sungguh kali ini Mawar sangat menyesal, Bi. Aku mohon abi jangan benci Mawar lagi."

Kiai Abdullah menepuk punggung Mawar,"Sudah sudah, Nduk. Abi sudah memaafkan kesalahanmu, Nduk."

Mawar pun tak bisa berkata-kata selain berderai air mata.

***

"Sumpah sampai kapan aku terjebak dengan evil?" umpat Khadijah dalam hati. "Ganteng, tapi....."

Khadijah pun melamunkan bosnya sambil menatap layar laptopnya. Ia merasakan kalau bosnya itu memang ganteng, tapi kayak es batu.

HOAM

Khadijah mulai menguap berulang kali, ia merasa sangat mengantuk. Padahal ia sudah menghabiskan lima cangkir kopi. Ia pun tertidur pulas di meja kantornya.

Samuel melihat Khadijah tertidur pulas dengan menyandarkan kepala dalam kedua lipatan tangan. Ia melihat karyawannya mendengkur.

"Ya ampun nich perempuan masa tidur ngedengkur gitu," gumam Samuel, sedangkan pegawai lain tetap mengerjakan tugasnya di atas meja kerja masing-masing.

"Mas Rumi....." Khadijah memanggil mengigo nama pria idamannya.

"Elif, tolong yaaa bangunin temenmu itu."

"Eh, iya pak."

"Jah, bangun."

"Heeem,"

"Jah," Elif rekan sekantornya mengoyak-koyakkan tubuh Khadijah.

"Ehhhm, aku masih ngantuk. Lagi bos Pluto itu kan lagi keluar," dumel Khadijah.

"BOS PLUTO?!"

Brakkkkk...

"Okay, bos. Siap 86!" Khadijah langsung saja terbangun dari alam bawah sadarnya.

"Kamu bilang saya bos Pluto?"

Khadijah kaget melihat manusia bangsa alien itu ada di hadapannya. Sesekali ia mulai mengucek-kucek matanya. Ia mengecek kalau itu benar atau tidak.

"Eh, manusia plut...." Khadijah hampir aja keceplosan tingkat dewa, ia merasa mulutnya sulit terem bak rem sudah blong.

"Coba teruskan kata-kata kamu,"ujar Samuel.

Khadijah mengelengkan kepala sambil kedua tangan menutup mulutnya sendiri.

"SITI KHADIJAH PUTERI AYASSS!"

"Iya, itu nama saya, kenapa, Pak? Panggilnya biasa aja, Pak. Nggak usah ngegas,"sewot Khadijah.

Muka geram Samuel bak iblis, semua karyawannya tak mampu menatap muka garang bos setengah iblis.

"Kamu itu karyawan yang suka ngeyel aja!"

"Terus? bapak keberatan?"

"Untung aja kamu berprestasi, kalau enggak udah aku lempar ke...."

"Lempar? Emang saya batu atau bola bisa anda lempar!"

"Aduh, kamu itu....."

"Salah bapak sendiri, saya mengundurkan diri, tapi bapak sendiri malah melarang," sewot Khadijah.

Samuel hanya mampu mengelus dada menghadapi sifat Khadijah bikin kepalanya pecah, tapi dia harus sabar, karena kliennya cuma mau dengan desain yang ditawarkan perempuan yang membuatnya sakit kepala hingga ke ubun-ubun.

"Ya udah terserah kamu, ingat penerbangan nanti malam ke London, Jangan sampai telat!" Samuel melemparkan tiket untuk Khadijah di atas meja, lalu melengang pergi.

"Khadijah dilawan!" senyum sengak Khadijah.

"Lihat aja nanti bocah, tunggu pembalasanku!" batin Samuel bersumpah serapah untuk membalas Khadijah.

***

Belia Group kini mengalami peningkatan omset penjualan cukup tajam dengan penghasilan penjualan produk terbarunya mencapai target selama tiga hari sebanyak satu juta lira.

Rumi dipercaya untuk menangani launching produk berikutnya, dia akan bekerjasama dengan sebuah perusahaan periklanan terbesar di Istanbul.

"Aku harus bisa buktikan ke Ms. O, kalau aku memang layak memegang produk ini. Semangat Rumi!"

Rumi pun menemukan beberapa rancangan produk dan cara promosi. Ia akan mengajukan rancangan proposalnya kepada beberapa investor untuk mendapatkan banyak suntikan dana segar.

"Ada yang hobi cari muka nich ama Ms. O," sindir Alie.

Rumi pun tak peduli dengan sindiran lelaki yang hobinya nyiyir, maklum dikarenakan posisi tergeser tragis.

"Gile, bro. Anak baru loh dapet posisi yang sumpah bikin aku pengen nampol!"

"Gegara tuch anak kamu nggak jadi naik pangkat! emang tuch anak baru bikin kamu gigit jari!"

"Syirik aja kamu, mangkannya kerja yang bener, jangan cuman kerja modal nyiyir mulut!"

"Hilih, sok alim amat kamu, Akash!"

"Aku nggak nyiyir cuman aja, dari dulu aku pengen lakban mulut kamu, Lie!"

Mereka semua pada ngomongin Rumi, tapi lelaki itu malah menutup telingannya dengan memutar murotal.

"Ghibah mulu kamu tuch! emang mulut kamu itu nggak pernah ada setirnya?"

"Anya, kamu itu!"

Muka Alie mulai monyong lima meter. Biasa kalau udah kalah obrolan dia tekuk muka dan bibir nyiyirnya.

****

Selama di dalam pesawat, Khadijah memilih untuk tidur daripada harus ngobrol dengan manusia pluto. Siapa lagi kalau bukan big bos yang hatinya sekeras batu meteor.

Khadijah memalingkan mukanya menghadap ke jendela pesawat. Ia pun malas harus berhadapan dengan manusia pluto.

"Dasar wanita aneh bin ajaib umur kepala dua, tapi otak kayak anak abg! mulutnya bak sambal mercon!" dengus kesal

Khadijah sebenarnya hanya pura-pura tidur, ia tahu kalau manusia pluto itu sedang memperhatikannya.

"Apa kabar ya kamu, Adamku? apa kau juga merindukanku?" hela napas dalam hatinya. "Semoga aja di ketinggian ini aku bisa menyampaikan salamku untukmu. Di mana pun kamu berada semoga aja, Allah bisa mempertemukan kita menjadi kekasih yang halal."

Khadijah sejenak memandang awan biru, lalu ia melihat manusia Pluto dengan seenaknya menyandarkan kepalanya di bahunya.

"Apa-apaan nich!" dengus kesal Khadijah dalam hati. "Ih, kenapa pakai nyandar di bahuku! Pengen aku jitak nich manusia pluto!"

Khadijah pun langsung menyingkarkan kepala Samuel. Ia merasa risih dengan manusia pluto.

"Ganteng, tapi nyebelinnya itu loh! Sungguh menyebalkan harus bersebelahan dengan makhluk pluto."

***

Keluarga Mawar dan Rendra akan melakukan acara pertunangan. Mereka sepakat untuk menjalin hubungan antara keduanya, tapi di sisi lain Adrian masih saja ingin merencanakan untuk membatalkan acara itu.

"Lihat aja nanti, War! Aku nggak akan biarin kamu hidup bersama dengan lelaki lain selain aku!" Adrian menatap kesal dengan kebahagiaan Mawar dan keluarganya.

Adrian melihat potret bahagia antara Mawar dan Rendra, serta Farhan. Tapi, ia ingin membatalkan acara itu.

"Ingatlah, War. Kamu hanyalah milikku!" Adrian mengepalkan kedua tangannya dengan tatapan membara.

***

Hasan menikmati senja di langit Seoul, seperti biasa iya selalu meluangkan waktu untuk berjalan-jalan.

"Bagaimana ya kabar si bawel?" gumam Hasan, ia sudah rindu dengan kembarannya yang berada di belahan bumi lain. Ia rindu pertengkaran, keributan, serta adu mulutnya.

Di tepi Pantai Hasan berhenti, ia melihat seorang gadis belia yang duduk di atas kursi roda sambil melukis senja.

Hasan menghentikan langkahnya, ia memperhatikan gadis itu dari jauh. Lalu, ia potret dengan kameranya.

"Dia cantik dan menarik, bahkan ia terlihat begitu ceria."

Hasan pun kembali melangkahkan kakinya, ia kembali mengingat tentang gadis di kursi roda itu. Namun, ia sedikit lupa tentang siapa dan di mana terakhir ia bertemu.

"Ah, mungkin aku cuman mirip aja."

***

"Ser, kamu jadi ke makam ibumu?"

"Iya, Fab. Jadilah, ini adalah peringatan hari kematian ibuku."

"Okay, cepatlah. Jangan lemot kayak kura-kura mau beranak."

"Ish!" dengus kesal Sera.

"Cepetan, nggak usah dandan cantik-cantik, emang kamu dandanin makhluk astral di sana?"

"Haduh, bawel amat sich!" gerutu Sera.

"Aku itung mundur loh!"

"Bentar, Fab."

"Bodoh amat!"

"Bentar, Fab."

"10,9,8,7,6,5,4,3,2,--"

Sera pun telah datang di hadapan Fabian,"Iya, aku siap!"

"Gitu donk!"

Sera pasang senyuman, meskipun sedikit terpaksa.

"Kamu dandan atau enggak tetep aja...."

"Cantik yaaa?"

"Ngarep banget kamu, Ser. Muka kamu kan pas-pasan cuman cowok yang khilaf aja suka ama kamu," ledek Fabian.

"Terserah!"

"Ye, tukang ngambekan, mangkannya kamu nggak laku-laku, meskipun dipresale," ejek Fabian.

Sera pun langsung menonyol kepala Fabian, "Enak aja! sembarangan aja kamu kalau ngomong! Bukannya, aku nggak laku ya, cuman cari cowok yang premium butuh waktu."

"Contohnya kayak aku?" sela Fabian.

"In your dream! Aku suka ama kamu, O-GAH!"

"Hilih, mulut bisa berkata tidak, tapi hatimu akan dusta,"sindir Fabian.

"Enggak!" sengak Sera.

"Terserah kamu mau bilang apa! aku tahu dalam hati pasti manggil nama aku!"

"Jijik banget! manggil nama kamu? emang kamu bangsa jailangkung pakai dipanggil!"

"Okay, aku akan catat, kalau kamu nggak suka ama aku? tapi, kalau suatu saat kamu nyesel, aku akan ketawa!"

"Budu amat! aku nggak akan suka ama kamu!"

Perdebatan diantara mereka selalu terjadi, tapi mereka tetap aja akan selalu mencari.

"Kamu tetap ngoceh? atau kita nggak berangkat?"

"Iya, iya!"

Fabian dan Sera pun keluar dari mansion menuju ke garasi mobil.

***

"Mas, bagaimana ya keadaan putri kita?"

"Khadijah?"

"Iya, mas aku kangen banget!"

"Sama, mas juga kangen sama dia. Kangen berisik dan bawelnya."

"Sama, mas."

" Iya, Ran. Semoga dia baik-baik saja."

Di tengah-tengah mereka ada Husein yang tertidur nyenyak sambil menyusu ke Rania.

"Lihat anak kita udah mulai kelihatan besar yaa."

"Iya, mas. Anak kita udah mulai bisa ngomong MAMA DAN PAPA."

"Aku nggak nyangka kamu bisa melahirkan buah cinta kita, meskipun banyak dokter yang menyerah."

"Mas, semua ini berkat campur tangannya Allah SWT. Aku bisa memberikan keturunan untukmu."

"Iya, sayang. Terima kasih," kecupan mendarat di kening Rania.

***